Yayasan Anggota DPRD Deliserdang Dikomplain Anggota, Minta Uang Dikembalikan Untuk Perobatan Anak

Sebarkan:
Deliserdang - Daniel Munton Simanjuntak (42) dan isterinya Salonika boru Sibagariang (38) hanya bisa pasrah melihat kondisi anaknya Zefanya Simanjuntak (11) yang mengidap penyakit hidrocepalus sejak lahir. Dua kali operasi tak membuat Zefanya anak kedua dari empat bersaudara itu kian membaik. Kondisi fisik pria yang sempat duduk dibangku kelas II SD itu makin parah. Kedua mata Zefanya membesar.

"Anak ku sudah dua kali operasi, pertama di RSU Pekanbaru dan kedua di RSUP Adam Malik,” kata Salonika pada Kamis (26/7).

Perjuangan Salonika dan suaminya untuk menutupi biaya berobat anaknya tidak mudah. Salonika mencoba beupaya mengurus Kartu Indonesia Sehat (KIS) tapi tak ditanggapi Pemerintah Desa Pasar Melintang dengan alasan jika neneknya Zefanya termasuk orang kaya. Salonika pun merasa sedih mendengar alasan aparat Desa Pasar Melintang itu. Tapi tekadnya untuk mengobati anaknya tetap kuat.
Zefanya pun didaftarkan menjadi peserta BPJS Kesehatan mandiri. Agar hasil operasi bagus, Salonika terpaksa membeli obat paten dari luar sesuai dengan arahan dokter berikut selang Sun pipisan.

Meski operasi kedua sudah berlalu, tapi Zefanya tetap disarankan minum obat. Namun minimnya ekonomi membuat Salonika pusing tujuh keliling untuk mencari uang pengobatan anaknya. Penghasilan warung kopi tak cukup untuk selalu membeli obat anaknya. Untuk membantu membeli obat, maka Salonika mendatangi Yayasan Sari Asih Nusantara.
         
Namun Salonika boru Sibagariang  tak dapat menahan sedih. Wanita beranak empat warga Dusun IX Kelapa Tinggi Desa Pasar Melintang Kecamatan Lubuk Pakam harus meneteskan air mata di depan Ketua Yayasan Sari Asih Nusantara, Ir Rusmani Manurung, agar uang simpanan sebesar Rp 4 juta di yayasan itu dikembalikan seutuhnya. Namun air mata Salonika tak berpengaruh bagi Rusmani Manurung. Anggota DPRD Deliserdang ini hanya dapat mengembalikan uang salonika sebesar Rp 50 persen atau sebesar Rp 2 juta.

Rusmani Manurung pun beralasan jika pengembalian sebesar 50 persen itu berdasarkan kesepakatan bersama antara anggota dengan yayasan yang berdiri sejak 1988 dan memiliki 26 kantor cabang itu. "Tolonglah bu uang ku dikembalikan sepenuhnya karena aku mau bawa anakku yang mengidap penyakit hidrocepalus untuk berobat,” pinta Salonika di kantor Yayasan Sari Asihl Nusantara di Griya Bakaran Batu di Dusun Setia Budi, Desa Tumpatan Kecamatan Beringin.
         
Meski sudah meneteskan air mata tapi Rusmani Manurung menyebutkan jika sesuai kesepakatan tertulis uang keanggotaan yayasan bisa diambil sesuai kontrak kesepakatan. Jika kesepakatan selama 3 tahun atau 36 bulan maka uangnya dapat dikembalikan sebesar 50 persen dari jumlah simpanan. Sedangkan simpanan uang Salonika atas nama anak kandungnya Geisha Gatisca Simanjuntak sebesar Rp 4 juta dengan rincian Rp 200 ribu per bulan selama 20 bulan.

"Sudah ada kesepakatan jika menunggak enam bulan maka diberikan waktu 3 bulan untuk memulihkan pelunasan setoran simpanan. Kontrak ibu pun tidak penuh selama tiga bulan tapi karena kebijakan maka kami mengembalikan uang ibu sebesar Rp 2 juta atau 50 persen dari jumlah simpanan," ujar Rusmani Manurung.
         
Walau hatinya berontak, tapi mau tak mau Salonika harus menerima uang simpanannya yang hanya dikembalikan 50 persen itu. Ternyata bukan hanya Salonika saja yang mendatangi kantor Yayasan Sari Asih Nusantara yang kantornya juga ada di Jalan Bilal Ujung Nomor 10 Komplek Villa Harmonis Medan. Meri boru Sianipar dan Remina boru Situmorang keduanya warga Dusun VII Desa Pagar Jati Kecamatan Lubuk Pakam juga datang untuk meminta uang simpanannya dikembalikan.

"Bulan ini saja uang anggota untuk di Kecamatan Lubuk Pakam yang akan dikembalikan sebesar Rp 1,9 miliar. Keseluruhan uang anggota yang sudah dikembalikan berkisar Rp 50 miliar. Badan usaha ini berbentuk tayasan sehingga pada kesepakatan tertulis dermawan bukan nasabah. Kita tidak pernah memberitahukan kepada anggota yayasan kegunanaan uang simpanan anggota. Kita tidak memerlukan acounting publik untuk mengaudit karena penghasilannya dibawah Rp 10 miliar per bulan,” jelasnya.(manahan)
Sebarkan:
Komentar

Berita Terkini