Pentingnya Pengawasan Partisipatif Masyarakat Menghadapi Pemilu 2024

Sebarkan:


Oleh : RINALDY SITORUS, S,Ag.

Kurang lebih dalam hitungan bulan ke depan, pesta demokrasi akan segera dimulai. Berbagai persiapan telah dijalankan oleh beberapa partai yang ikut bertarung dalam memperebutkan posisi di Legislatif, Yudikatif, dan Eksekutif. Selain partai, pesta yang digelar 5 tahunan ini juga memerlukan pengawasan dari berbagai kalangan masyarakat. Artinya tidak serta merta menjadi tanggungjawab penyelenggara Pemilu, dalam hal ini KPU, Panwaslu, Bawaslu.

Berdasarkan sejarah panjang yang terjadi saat Pemilu digelar selalu yang menjadi sorotan adalah sosialisasi bagaimana masyarakat dapat terlibat secara langsung, sebagai orang yang dapat merasionalkan kebijakan yang dibuat oleh para Legislatif, Yudikatif dan Eksekutif. Pasalnya masyarakat juga nantinya yang terdampak atau merasakan hasil dari kebijakan tersebut.

Konsep partisipasi terkait dengan konsep demokrasi, sebagaimana dikemukakan oleh Philipus M. Hadjon ( 1997: 7-8 ) bahwa sekitar tahun 1960-an muncul suatu konsep demokrasi yang disebut demokrasi partisipasi. Dalam konsep ini rakyat mempunyai hak untuk ikut memutuskan dalam proses pengambilan keputusan pemerintahan. Dalam konsep demokrasi, asas keterbukaan atau partisipasi merupakan salah satu syarat minimum, sebagaimana dikemukakan oleh Burkens dalam buku yang berjudul “Beginselen van de democratische rechsstaat” bahwa (Philipus M. Hadjon, 1997 : 2) :

1. Pada dasarnya setiap orang mempunyai hak yang sama dalam pemilihan yang bebas dan rahasia;

2. Pada dasarnya setiap orang mempunyai hak untuk dipilih;

3. setiap orang mempunyai hak-hak politik berupa hak atas kebebasan berpendapat dan berkumpul;

4. Badan perwakilan rakyat mempengaruhi pengambilan keputusan melalui sarana “(mede) beslissing-recht” (hak untuk ikut memutuskan dan atau melalui wewenang pengawas;

5. Asas keterbukaan dalam pengambilan keputusan dan sifat keputusan yang terbuka;

6. Dihormatinya hak-hak kaum minoritas

Yang perlu dirumuskan dalam mekanisme bukan hanya kausalitas normatif (entah mengikuti norma demokrasi, norma masyarakat lokal atau norma apa) namun juga kausalitas aksi-reaksi, proses kebijakan partisipatif tidak bergulir manakala mekanisme baru yang dirumuskan dalam UU/Perda tidak diyakini masyarakat akan bisa diterapkan. Kalau mereka tetap saja apatis terhadap mekanisme yang ada maka dominasi pejabat dalam proses kebijakan tetap berlangsung, dan agenda pengembangan partisipasi akan kandas.

Mekanisme tidak cukup difahami secara tatanan prosedural, namun juga perangkat antisipasi dinamika sosial. Tidak adanya mekanisme yang jelas menyebabkan proses kebijakan sarat dengan konflik dan kekerasan. Dengan adanya mekanisme yang baku dan dipahami para pelaku, maka masing-masing yang terlibat dalam proses kebijakan bisa mengadu siasat, namun pada akhirnya dia harus tunduk pada apapun yang dicapai dalam mekanisme tersebut. Sebaliknya, kesalahan masa lalu yang melebih-lebihkan arti penting mekanisme sampai-sampai mekanisme tersebut berubah sekedar sebagai formalitas, perlu dihindari.

Dalam kaitannya penyelenggaraan pemilu kedepan, Bawaslu sebagai penyelenggara wajib menyiapkan Empat lapis kebijakan publik kedepan. Seperti yang diungkapkan, Sad Dian Utomo (2003: 267-272), manfaat partisipasi masyarakat dalam pembuatan kebijakan publik, adalah :

1. Memberikan landasan yang lebih baik untuk pembuatan kebijakan publik.

2. Memastikan adanya implementasi yang lebih efektif karena warga mengetahui dan terlibat dalam pembuatan kebijakan publik.

3. Meningkatkan kepercayaan warga kepada eksekutif dan legislatif.

4. Efisiensi sumber daya, sebab dengan keterlibatan masyarakat dalam pembuatan kebijakan publik dan mengetahui kebijakan publik, maka sumber daya yang digunakan dalam sosialisasi kebijakan public dapat dihemat.

Pengawasan Partisipatif mempunyai arti yang sangat penting sebagai wujud tanggung jawab dan kewajiban semua pihak dalam upaya mensukseskan pelaksanaan Pemilu 2024, Kita sepakat bahwa pengawasan partisipatif menjadi modal yang sangat penting untuk mewujudkan Pemilu yang berkualitas dan berintegritas. Maka dari itu sudah seharusnya kita sebagai masyarakat ikut terpanggil dalam hal mendukung, membantu, serta melibatkan diri untuk mensukseskan program pengawasan dalam berpartisipasi aktif sebagai pengawas partisipatif. Pentingnya pengawasan masyarakat ini diperlukan menghadapi pemilihan umum yang akan diselenggarakan 14 Februari 2024.(Penulis adalah Wakil Ketua Al Wasyhliyah Kota Medan, Kordinator PKH Kota Medan)

Sebarkan:
Komentar

Berita Terkini