Kuartal I 2023 Kejati Sumut Hentikan 25 Perkara Humanis dengan Pendekatan RJ

Sebarkan:

 



Dokumen foto ekspos perkara humanis ke JAM Pidum Dr Fadil Zumhana (kanan). (MOL/Ist)



MEDAN | Hingga kuartal I (April) tahun 2023, Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara (Kejati Sumut) telah menghentikan 25 perkara humanis dengan pendekatan Keadilan Restoratif atau Restorative Justice (RJ).


Penghentian penuntutan mereka yang sebelumnya dijadikan tersangka, setelah dilakukan ekspos perkara di hadapan Jaksa Agung Muda Bidang  Pidana Umum (JAM Pidum) Kejaksaan Agung RI Dr Fadil Zumhana secara virtual.


Kajati Sumut Idianto melalui Kasi Penkum Yos A Tarigan, Kamis (27/4/2023) mengatakan, penghentian penuntutan suatu perkara setelah dilakukan ekspos secara berjenjang dari Cabang Kejaksaan Negeri (Cabjari) / Kejaksaan Negeri (Kejari) ke Kejati Sumut kemudian ke JAM Pidum..


Penghentian penuntutan ke-25 perkara (hingga April 2023) dengan pendekatan RJ berasal dari beberapa Kejari dan Cabjari di wilayah hukum Kejati Sumut, berpedoman pada Peraturan Jaksa Agung No 15 tahun 2020.


Antara lain, tersangka baru pertama kali melakukan tindak pidana, jumlah kerugian akibat tindak pidana yang dilakukan tersangka di bawah Rp2,5 juta, ancaman hukuman di bawah 5 tahun penjara, adanya perdamaian antara tersangka dengan korban dan direspons positif oleh keluarga.


"Macam-macam. Ada perkara Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT), pencurian sawit, penganiayaan dan kejahatan lainnya. Antara tersangka dan korban ada kesepakatan berdamai dan tersangka menyesali perbuatannya serta berjanji tidak akan mengulangi perbuatannya lagi. 


Proses pelaksanaan perdamaian juga disaksikan oleh keluarga, tokoh masyarakat dan tokoh agama serta difasilitasi oleh Kajari, Kacabjari dan jaksa yang menangani perkaranya,” tandasnya.


Yos menambahkan, penghentian penuntutan dengan pendekatan Keadilan Restoratif ini membuka ruang yang sah menurut hukum bagi pelaku dan korban secara bersama merumuskan penyelesaian permasalahan guna dilakukannya pemulihan keadaan ke keadaan semula, dan masyarakat menyambut positif proses perdamaian. 


"Ketika tersangka dan korban berdamai, maka sekat yang memisahkan persaudaraan atau rasa dendam dan benci yang tertanam bisa dicairkan agar tidak sampai membeku dan menciptakan permusuhan yang berkepanjangan," pungkas Yos A Tarigan. (ROBERTS)



Sebarkan:
Komentar

Berita Terkini