2 Ahli 'Guncang' Konstruksi Pidana Korupsi Peningkatan Jalan Silimbat-Parsoburan Tobasa

Sebarkan:

 


Ahli Mahmud Mulyadi dan
Edi Usman (kiri ke kanan) saat didengarkan pendapatnya di Pengadilan Tipikor Medan. (MOL/ROBERTS)




MEDAN | Dua ahli berbeda disiplin ilmu yang dihadirkan tim penasihat hukum (PH) 2 terdakwa Senin (27/6/2022) di Cakra 9 Pengadilan Tipikor Medan, 'mengguncang' konstruksi tindak pidana korupsi terkait pekerjaan peningkatan jalan Silimbat - Parsoburan, Kabupaten Toba Samosir (Tobasa) Tahun Anggaran (TA) 2020.


Yakni Edi Usman selaku ahli pengadaan barang dan jasa di lingkungan pemerintahan dan Dr Mahmud Mulyadi, ahli hukum pidana dari Universitas Sumatera Utara (USU).


Sedangkan kedua masing-masing Rico Menanti Sianipar Kepala Unit Pelaksana Teknis Jalan dan Jembatan (UPTJJ) Tarutung pada Dinas Bina Marga dan Bina Konstruksi Provinsi Sumatera Utara dan Anda Abdul Gafur Silaban rekanan dari CV Ryhez Mandiri (berkas penuntutan terpisah).


Tim PH kedua terdakwa Binsar Siringoringo, Jannus W Purba, Leo Manurung dan Hotmar S Situmorang langsung mencecar Edi Usman tentang perubahan pagu dari semula Rp9 miliar menjadi Rp7,9 miliar menyusul terjadinya refocusing pandemi Covid-19 di Pemkab Toba.


Menurut ahli, hal itu tidak menjadi masalah karena ada diatur dalam Perpres Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang / Jasa Pemerintahan.


"Kelompok Kerja (Pokja) sifatnya hanya sebatas merekomendasikan misalnya perubahan anggaran. Yang memutuskan nantinya adalah Pejabat Pembuat Komitmen (PPK). Tidak masalah ada perubahan pagu anggaran dari semula karena ada refocusing. 


Nantinya akan dijabarkan PPK dan rekanan item mana saja yang perlu ditambah atau dikurangi dan ada kesepakatan antara PPK dan rekanan. Pekerjaan tetap nisa jalan. Tidak ada masalah dan hal itu juga ada diatur dalam Perpres dan Permen," urai Edi Usman.


Demikian halnya dengan pelimpahan kewenangan dari Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) kepada PPK bukanlah merupakan aib maupun suatu kesalahan. 


Ketika dicecar hakim ketua Rina Lestari Sembiring mengenai adanya 2 versi audit yakni dari Inspektorat sebagai lembaga pengawas internal dan BPK, ahli menimpali, bila demikian kondisinya pihak-pihak terkait baik itu pengadaan, konsultan dan lembaga audit kembali sama-sama mengkroscek hasil pekerjaan di lapangan. 


Harus Diuji


Konstruksi dakwaan tim JPU Kejari Tobasa juga 'diguncang' ahli hukum pidana Mahmud Mulyadi. Menurutnya, auditor Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) sifatnya administratif. Misalnya adanya kelebihan pembayaran. 


Kerugian keuangan negara penjelasan UU No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, ada uang negara hilang atau kurang dan tidak terpisah dari pengelolaan keuangannya baik di tingkat Pemerintah Pusat maupun Daerah.


"Diksinya ke ranah mana? Padahal setiap kegiatan menggunakan uang negara pasti ada lembaga pengawasnya. 


Jangan langsung ke pertanggungjawaban hukumnya. Makanya harus diuji dulu, apakah ada perbuatan tindak pidananya. Bukan langsung ke Mens Reanya. Bisa saja hal itu tidak benar," papar ahli dikenal berpenampilan nyentrik itu.


Saat dicecar JPU tentang adanya penyerahan Rp318 juta.oleh terdakwa merupakan suatu pengakuan adanya perbuatan tindak pidana korupsi, Mahmud   berpendapat, belum tentu. 


"Selain itu dalam hukum pidana pengakuan bukan alat bukti. Bukan kita tidak mendukung semangat pemberantasan tindak pidana. Makanya harus diuji di persidangan. Betul atau tidak?" pungkasnya.


Kelebihan Bayar


Tim JPU dari Kejari Tobasa dalam dakwaan menguraikan, Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Provinsi Sumatera Utara (Sumut) melalui UPTJJ Tarutung mendapat kegiatan untuk pekerjaan konstruksi peningkatan struktur jalan Silimbat-Parsoburan sebesar Rp9 miliar bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Provinsi Sumut.


Kapasitas terdakwa Rico Menanti Sianipar sepaku Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) sekaligus Pejabat Pembuat Komitmen (PPK). Sedangkan Anda Abdul Gafur Silaban selaku Direktur CV Ryhez Mandiri (RM).


Di proses tender pekerjaan proyek, orang pertama di UPTJJ Tarutung itu memang ada membuat Harga Perkiraan Sendiri (HPS) senilai Rp8.995.020.000 dan terdakwa Anda Abdul Gafur Silaban selaku Direktur CV RM diumumkan sebagai pemenang tender.


Setelah diaudit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI, disinyalir terjadi kelebihan bayar dikarenakan hasil pekerjaan CV RM selain tidak sesuai dengan isi kontrak pekerjaan tapi juga kekurangan volume pekerjaan.


Akibat perbuatan terdakwa, imbuh JPU, keuangan negara dirugikan sebesar Rp415.359.236 dan telah dikembalikan sebesar Rp38.150.911 ke rekening Kas Umum Daerah Provinsi Sumut. Dengan demikian total kerugian keuangan negara sebesar Rp377.208.325.


Para terdakwa dijerat dengan dakwaan primair, Pasal  2 ayat (1) Jo Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHPidana.


Subsidair, Pasal 3 Jo Pasal 18 Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHPidana. (ROBERTS)





Sebarkan:
Komentar

Berita Terkini