Dugaan Korupsi Pemberian Fasilitas Ekspor CPO, Penyidik Kejagung 'Gilir' 3 Pegawai Kemendag Sebagai Saksi

Sebarkan:

 






Kapuspenkum Ketut Sumedana dan dokumen foto ketika kelangkaan migor di pasaran. (MOL/Ist)


JAKARTA |  Tim jaksa penyidik pada Direktorat Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Agung (JAMPidsus Kejagung) RI, Selasa (26/4/2022) 'menggilir' 3 pegawai di lingkungan Kementerian Perdagangan (Kemendag) RI.


Kapuspenkum Ketut Sumedana dalam pers rilisnya yang diterima redaksi metro online malam tadi menyebutkan bahwa pemeriksaan mereka sebagai saksi dalam kasus dugaan korupsi terkait pemberian fasilitas ekspor  minyak nabati kelapa sawit atau Crude Palm Oil (CPO) dan turunannya.


Yakni periode Januari 2021 sampai hingga Maret 2022 atas nama 4 tersangka.


Ketiga saksi pada Kemendag RI yang diperiksa masing-masing AS, selaku Kepala Pusat Data dan Informasi, IK selaku Direktur Barang Kebutuhan Pokok dan Barang Penting.


Selanjutnya IW selaku Fungsional Analis Perdagangan Madya pada Direktorat Barang Kebutuhan Pokok dan Barang Penting.

 

Pemeriksaan saksi dilakukan untuk memperkuat pembuktian dan melengkapi pemberkasan dugaan korupsi dimaksud.


Pemeriksaan saksi dilaksanakan dengan mengikuti secara ketat protokol kesehatan (prokes) dengan menerapkan 3M. 


4 Tersangka


Tim penyidik pada Direktorat Penyidikan JAMPidsus Kejagung RI telah menetapkan sekaligus melakukan penahanan terhadap 4 tersangka kasus dugaan korupsi terkait pemberian fasilitas ekspor CPO dan turunannya periode Januari 2021 hingga Maret 2022, Rabu lalu (30/4/2022).


Keempat tersangka yakni berinisial IWW, oknum Direktur Jenderal (Dirjen) Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan RI dan MPT selaku Komisaris PT Wilmar Nabati Indonesia.


Kemudian SM selaku Senior Manager Corporate Affair Permata Hijau Group (PHG) serta PTS selaku General Manager (GM) di Bagian General Affair PT Musim Mas.


Kelangkaan Migor


Sejak akhir tahun 2021 terjadi kelangkaan dan kenaikan harga minyak goreng di pasaran, maka pemerintah melalui Kemendag RI telah mengambil kebijakan untuk menetapkan DMO (Domestic Market Obligation) serta DPO (Domestic Price obligation) bagi perusahaan yang ingin melaksanakan ekspor CPO dan produk turunannya.


Pemerintah juga menetapkan Harga Eceran Tertinggi (HET) minyak goreng sawit, namun dalam pelaksanaannya perusahaan eksportir tidak memenuhi domestic price obligation (DPO) namun tetap mendapatkan persetujuan ekspor dari pemerintah.


Kasusnya pun ditingkatkan dari penyelidikan (lid) ke tahapan penyidikan (dik) menyusul dikumpulkannya bukti-bukti berupa keterangan 19 saksi, alat bukti surat dan elektronik, ahli dan barang bukti (BB) berupa 596 dokumen.

 

Keempatnya disangka melakukan perbuatan melawan hukum berupa bekerja sama secara melawan hukum dalam penerbitan izin Persetujuan Ekspor (PE), tanpa memenuhi syarat, 


Yaitu mendistribusikan CPO atau RBD Palm Oil tidak sesuai dengan harga penjualan dalam negeri alias DPO dan tidak mendistribusikan CPO dan RBD Palm Olein ke dalam negeri sebagaimana kewajiban yang ada dalam DMO (20 persen dari total ekspor). 


Perbuatan para tersangka mengakibatkan timbulnya kerugian perekonomian negara yaitu kemahalan harga serta kelangkaan migor sehingga terjadi penurunan konsumsi rumah tangga dan industri kecil yang menggunakan minyak goreng dan menyulitkan kehidupan rakyat. (ROBERTS)






Sebarkan:
Komentar

Berita Terkini