Ratusan kapal nelayan tak melaut |
MEDAN UTARA
|Pemberlakuan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan (Permen - KP) Nomor 71
tahun 2016 berdampak buruk dalam dunia usaha perikanan nasional, termasuk di Kota
Medan. Ada belasan perusahaan yang dinyatakan gulung tikar, sehingga berdampak hilangnya
mata pencaharian ribuan nelayan dan turunannya di lingkup Pelabuhan Perikanan
Samudera Belawan (PPSB).
Hal itu disebutkan M Gultom, selaku Ketua Assosiasi
Pengusaha Perikanan Gabion Belawan (AP2GB). Katanya, pelarangan alat tangkap
jenis pukat hela dan pukat tarik sesuai Permen KP 71/2016 sangat berdampak
buruk di semua sektor bisnis perikanan.
Menurut data yang mereka miliki, dari 628 kapal ikan yang
ada, sekitar 70 persen tidak boleh lagi melaut. Hal ini lah yang berdampak pada
dirumahkannya para nelayan dan karyawan perusahaan pendukung yang berada di
kawasan Gabion, Kecamatan Medan Belawan, Kota Medan dalam tiga bulan terakhir.
Bahkan,
"Seikitnya ada 10 perusahan perikanan dan 4
perusahaan penyalur BBM yang beroperasi di Gabion Belawan, termasuk penyalur es
batangan sudah gulung tikar. Peraturan itu sunggguh membuat lumpuh aktivitas
perekonomian. Pengangguran pun jadi bertambah. Pasokan ikan pun jadi sulit. Makanya
harga ikan belakangan ini makin selangit," ungkap M Gultom Minggu (25/11).
Ungkap M Gultom yang didampingi Sekretarisnya, Alfian MY,
pasokan ikan menurun dalam kurun pertahunnya. Pada tahun 2015 pasokan ikan
mencapai 50.801,63 ton, pada tahun 2016 pasokan ikan mencapai 30.615,72 ton dan
tahun 2017 pasokan ikan mencapai 28.709,33 ton. Penyebabnya, banyak kapal ikan
dengan alat tangkap pukat hela dan pukat tarik tidak boleh melaut.
"Kita bukan tidak mendukung aturan Permen KP
71/2016, tapi kenapa sampai saat ini pengganti alat tangkap larangan itu belum
juga dikeluarkan oleh pemerintah pusat. Sehingga, banyak yang dirugikan,
seharusnya pemerintah pusat memberikan toleransi untuk memberikan kapal - kapal
ini untuk melaut, sebelum alat tangkap pengganti diterbitkan," ujar M
Gultom.
Harapannya, kepada pemerintah daerah harus mampu
mendorong dan memberikan solusi kepada pemerintah pusat, untuk membolehkan
kapal yang dilarang melaut, mengingat dampak pengangguran dan kerugian secara
ekonomi terus dirasakan di Gabion Belawan.
"Lihat sekarang ini, dampak pengangguran terjadi,
tingkat kriminalitas meningkat. Banyak nelayan yang dirumahkan, harus melakukan
tindakan di luar sehat, mereka sudah lapar terpaksa merampok, itu sudah ada
beberapa kejadian di sekitaran Gabion Belawan. Kami, berharap kepada gubernur
untuk bisa peduli melihat dampak yang terjadi, agar nelayan untuk
diperobolehkan melaut sebelum alat tangkap pengganti diterbitkan," pinta
Gultom.
Seorang nelayan, Yadi Sitorus yang kini menganggur sejak
tiga bulan belakangan, harus merasakan keseharian tanpa kerja dan pendapatan.
Bahkan, pria berusia 31 tahun ini harus hidup luntang lantung di sekitaran
Gabion Belawan.
"Aku sudah tiga bulan tidak lagi melaut, karena
kapal tidak boleh berangkat. Jadi, aku kerja apa adanya disini, kadang aku
mancing. Mau pulang ke kampung di Kisaran malu, karena tidak ada uang.
Harusnya, pemerintah memikirkan nasib yang kami alami ini, agar kami tidak
melaut," ungkap Yadi.
Terpisah anggota DPRD Sumut, Sutrisno Panaribuan,
menegaskan, pemerintah Sumatera Utara melalui gubernur harus mancari solusi
kepada Menteri Kelautan Perikanan. Sehingga, dapat merumuskan solusi yang dihadapi nelayan di Sumatera Utara.
"Peraturan yang dikeluarkan, banyak menimbulkan
masalah. Ada nelayan yang mendukung dan menolak, sehingga di dua sisi nelayan
ada yang dirugikan dan diuntungkan. Makanya, kita minta gubernur dan Ketua DPRD
Sumut, untuk saling kordinasi menjelaskan masalah ini ke menteri," kata
Sutrisno.
Harapan politisi PDI Perjuanga ini, seluruh komponen yang
terlibat dalam pemecahan masalah itu, harus menampung seluruh aspirasi nelayan.
Maka, pimpinan daerah dapat membicarakan masalah nelayan Sumatera Utara ke
menteri, makanya perlu dilakukan rapat konsultasi, sebelum menjumpai menteri.
(mu-1)