Terdakwa dr Dwi Upayana Bastanta Barus duduk di kursi ‘pesakitan’ dalam perkara lalu lintas dengan korban seorang lansia. (MOL/MBis)
MEDAN | Dwi Upayana Bastanta Barus, dokter pada Rumah Tahanan Negara (Rutan) Kelas I Medan, Rabu (12/2/2025) menjadi ‘pesakitan’ di Cakra 6 PN Medan.
Warga Jalan Sikambing, Kelurahan Sekip, Kecamatan Medan Petisah, Kota Medan itu didakwa menabrak korban, Selamet, 68, dari belakang mengakibatkan luka-luka dan kerusakan kendaraan dan/atau barang sebagaimana dimaksud dalam UU Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ).
Menjawab pertanyaan JPU pada Kejaksaan Negeri (Kejari) Medan M Rizqi Darmawan, korban menerangkan saat itu tanggal 1 Maret 2024 lalu sekira pukul 08.10 WIB dia sedang mengendarai sepeda motor namun tiba-tiba ditabrak mobil yang dikendarai terdakwa saat mundur ke badan jalan. Bukannya tanggung jawab dan langsung kabur.
Tepat di depan rumah Dwi, saksi korban Selamat sepulang belanja sayur dari Pasar Meranti mengendarai sepeda motor Honda Beat hitam BK 2847 AKI ditabrak persis di depan rumah terdakwa.
Mobil Toyota Rush hitam metalik BK 1611 KB berjalan mundur keluar dari halaman rumah, tanpa ada pemandu mobil untuk keluar dari halaman rumah, sehingga menabrak saksi korban hingga terjatuh bersama kendaraannya.
Akibat kejadian itu korban mengalami luka-luka sesuai hasil Visum Et Repertum No. : 10/VER/RSCAM/RM/I/2024 tanggal 14 Maret 2024 oleh dr Almaida Sagita Rifki dari Rumah Columbia Asia Medan, atas nama Selamat.
“Usai kecelakaan itu apakah saudara ada dibantu atau dihubungi oleh terdakwa,” tanya JPU Rizqi.
Menjawab itu, saksi korban menjawab tidak ada. “Setelah saya ditabrak dia bukannya menolong tapi malah marah-marah dan pergi begitu saja,” jawab Selamat.
Padahal pascakejadian itu, lanjut korban, dirinya harus menjalani operasi hingga dirawat selama 6 hari dan terpaksa mengeluarkan biaya sebanyak Rp119 juta.
“Jangankan mau mengganti rugi biaya perobatan, untuk meminta maaf saja sampai detik ini dia tidak mau,” lirih korban.
Menantu korban, Edi (36) yang turut dihadirkan bersama saksi lainnya, mengaku kalau terdakwa tidak memiliki etika dan moral.
“Saat di Pos Lantas Polsek Medan Baru terdakwa mengatakan lebih baik mertua saya mati saja bahkan dengan entengnya memberi Rp 250 ribu dan sebotol minyak karo untuk perobatan,” kata Edi.
Ketua majelis hakim Efrata Happy Tarigan didampingi Nani Sukmawati dan Khairulludin sebagai hakim anggota juga sempat menghardik terdakwa.
“Saudara (terdakwa) sebagai dokter seharusnya tidak boleh pergi begitu saja, ada etika lah, ini masalah kemanusiaan dan etika, alangkah baiknya anda sebagai dokter menolong dulu baru pergi bukan sebaliknya,” kecam hakim.
Terpisah, kuasa hukum korban, Alamsyah mengatakan pihaknya memiliki bukti CCTV yang sangat jelas memperlihatkan kronologi kejadian tersebut.
“Kita akan serahkan CCTV itu ke majelis hakim agar semakin terang duduk perkara lalu lintas ini. Kita juga mengapresiasi majelis hakim karena berada di posisi tengah tidak ada berpihak dan berharap hakim nantinya bisa memberikan hukuman yang berat kepada terdakwa,” tandas Alamsyah.
Terdakwa dr Dwi Upayana Bastanta Barus dijerat dengan dakwaan alternatif kesatu,
Pasal 310 ayat (1) UU No 22 Tahun 2009 tentang LLAJ. Atau kedua, Pasal 310 ayat (2) UU LLAJ. (ROBS)