Warga Pencari Keadilan Disabilitas Histeris di PN Medan, Saksi Kantor Pertanahan Dinilai gak Transparan

Sebarkan:


Warga pencari keadilan, Elly Joletta Br Tobing tiba-tiba histeris di dalam dan luar ruang sidang Cakra 6 PN Medan. (MOL/ROBERTS)



MEDAN | Suasana hening di penghujung sidang lanjutan perkara menempatkan keterangan palsu ke dalam suatu akta otentik atas nama advokat di Medan, Samuel Robert Haposan Lumban Tobing dan kawan-kawan (dkk), Rabu (3/7/2024) di Cakra 6 PN Medan tiba-tiba berubah riuh. 

Warga pencari keadilan kebetulan penyandang disabilitas, Elly Joletta Br Tobing tiba-tiba histeris. Tidak terima dengan jawaban saksi dari Kantor Pertanahan Kota Medan, Ade Irawati atas pertanyaan hakim ketua Oloan Silalahi.

“Jawaab!! Jawaab!!” teriak Elly Joletta berulang kali di atas kursi roda. Sontak perhatian majelis hakim, JPU pada Kejaksaan Negeri (Kejari) Medan Trian Adhitya Izmail, Samuel Robert Haposan Lumban Tobing (terdakwa I), Helda Tobing (terdakwa II) dan notaris Mercy Rumiris Siregar (berkas terpisah), penasihat hukumnya dan pengunjung sidang tertuju ke saksi korban.   

Sebab menurut saksi, tidak ada permohonan pemblokiran SHM No 180 atas nama Amna Sarinatua Aritonang dari pihak saksi korban Elly Joletta Br Tobing dan Susantree Herawaty yang dimenangkan lewat putusan Peninjauan Kembali (PK) sebagai tergugat
dengan Samuel Robert Haposan Lumban Tobing (terdakwa I) dan Helda Tobing (terdakwa II) sebagai penggugat. 

“Tidak otomatis Kantor Pertanahan mengembalikan Sertifikat Hak Milik (SHM) Nomor 180 atas nama (almarhum) Amna Sarinatua Aritonang (terhadap tanah dan bangunan rumah yang terletak di Jalan Hiburan, Kelurahan Teladan Barat, Kota Medan) dikembalikan ke keadaan semula. Harus ada permohonan dari pihak yang berperkara (dimenangkan)," katanya.

Ketiga, Ade Irawati menerangkan tidak ada dokumen Warkah SHM Nomor 180. Tidak ada dokumen dari mana siapa (almarhum) Amna Sarinatua Aritonang memperoleh alas haknya.

Di ruangan sidang mulai riuh tersebut, Susantree Herawaty, adiknya Elly Joletta Br Tobing sempat bangkit dari bangku pengunjung sidang mendekati JPU Trian Adhitya Izmail untuk menjelaskan Warkah SHM Nomor 180 tersebut agar kakaknya tidak terus histeris di ruangan sidang. Namun hakim ketua meminta saksi korban Susantree Herawaty menghormati jalannya persidangan. 

“Bila ada keterangan saksi dinilai belum tuntas, bisa dipanggil kembali pada persidangan pekan depan dan yang menyampaikan pertanyaan adalah JPU. Bukan saksi korban,” timpal Oloan Silalahi.

Walau pemeriksaan saksi berakhir, Elly Joletta Br Tobing masih terus histeris hingga keluar dari ruang sidang. “Jawaab!! Jawaab!!” pekiknya.  

Gak Transparan

Seusai sidang saat ditanya awak media apa maksud kakaknya terus histeris dengan kata yang sama, menurut Susantree Herawaty, saksi dari Kantor Pertanahan Kota Medan tersebut gak transparan. Cenderung berpihak ke para terdakwa.

“Kami gak terima. Ada permohonan kami ke Kantor Pertanahan Kota Medan agar SHM Nomor 180 diblokir karena masih dalam proses persidangan dengan terdakwa I dan II sebagai penggugat.

Kedua, Warkah penerbitan SHM Nomor 180 jelas. Tanah dan rumah itu warisan dari almarhum ayah kami, Sumihar Halomoan Lumbantobing mempersunting ibu kami, almarhumah Amna Sarinatua Aritonang. Warkah Penerbitan SHM Nomor 180 itu jelas. Dibeli bapak kami dari marga Sihombing tahun 1970-an. Gak betul keterangan saksi Kantor Pertanahan itu,” urainya.




Terdakwa advokat  Samuel Robert Haposan Lumban Tobing (kanan). (MOL/ROBERTS)



Kuasa hukum kedua saksi korban Dame Sagala menambahkan, dalam putusan PK di Mahkamah Agung (MA) RI tahun 2023 lalu, juga menguatkan putusan Pengadilan Tinggi (PT) Medan. Antara lain dinyatakan, membatalkan Akta Pengikatan Hibah Nomor: 2/2017 tanggal 6 Maret 2017 dari Amna Sarinatua Aritonang kepada terdakwa I dan II yang dibuat terdakwa notaris Mercy Rumiris Siregar dan tidak berkekuatan hukum. Sedangkan SHM Nomor 180 merupakan budel warisan atas nama Sumihar Halomoan Lumbantobing,” timpal Dame Sagala.

Palsu

Ketiga terdakwa dijerat dengan dakwaan kesatu, Pasal 266 ayat (1) KUHPidana Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana. Atau kedua, Pasal 266 ayat (2) KUHPidana Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana, namun ketiga terdakwa tidak dilakukan penahanan oleh majelis hakim. Padahal kedua pasal dimaksud diancam dengan pidana di atas 5 tahun penjara.

Dalam dakwaan diuraikan Maret 2017 Samuel Robert Haposan Lumban Tobing dan Helda Tobing (terdakwa II) akan membuat pengikatan hibah ke Kantor Notaris (terdakwa) Mercy Rumiris Siregar di Jalan Titipapan, Kota Medan.

Yakni terhadap SHM Nomor 180 atas nama (almarhumah) Amna Sarinatua Aritonang atas tanah dan bangunan rumah yang terletak di Jalan Hiburan, Kelurahan Teladan Barat, Kecamatan Medan Kota yang ditempati saksi korban Susanthere Herawati Lumban Tobing, adik kandung terdakwa I dan II untuk dihibahkan kepada terdakwa I dan II. 

Terdakwa Helda Tobing dengan (almarhumah) Amna Sarinatua Aritonang (ibu kandung terdakwa I dan terdakwa II) hadir lebih dahulu di Kantor Notaris Mercy Rumiris Siregar dengan tujuan untuk menghibahkan SHM Nomor 180 atas nama (almarhum) Amna Sarinatua Aritonang terhadap tanah dan bangunan rumah yang terletak di Jalan Hiburan.
 
Beberapa hari kemudian, Senin (6/3/2017) sekira pukul 13.00 WIB terdakwa I datang menyusul dengan membawa asli Sertifikat Hak Milik (SHM) Nomor 180 atas nama Amna Sarinatua Aritonang terhadap tanah dan bangunan rumah tersebut. Terdakwa Mercy Rumiris Siregar kemudian membuat Akta Pengikatan Hibah dari Amna Sarinatua Aritonang kepada terdakwa I dan II, tanpa persetujuan dan tanda tangan ahli waris lainnya, termasuk saksi korban.

Menurut terdakwa I dan II pada proses pengikatan hibah Nomor: 2 tanggal 6 Maret 2017 tidak dibutuhkan persetujuan dan tanda tangan ahli waris karena yang dihibahkan si penghibah adalah tanah atas nama almarhumah Amna Sarinatua Aritonang berdasarkan SHM No 180 tersebut. Sementara di tanggal 6 Maret Amna Sarinatua Aritonang tidak ada menghadap terdakwa notaris. Melainkan dalam keadaan sakit karena terjatuh di dalam rumah. (ROBERTS)



Sebarkan:
Komentar

Berita Terkini