Suap Bupati Labuhanbatu Nonaktif Erik Adtrada, Saksi KPK: Ada ‘Pengkondisian’ Rekanan Menangkan Tender

Sebarkan:


Sebanyak tujuh saksi fakta dihadirkan tim JPU pada KPK di Pengadilan Tipikor Medan. (MOL/ROBERTS)



MEDAN | Sebanyak tujuh saksi fakta dihadirkan tim JPU pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam sidang lanjutan perkara korupsi beraroma suap (gratifikasi) para rekanan terhadap Bupati Labuhanbatu (nonaktif) Erik Adtrada Ritonga, Kamis (2/5/2024).

Salah seorang di antaranya, 
Soni, anggota Unit Layanan Pengadaan Kelompok Kerja (Pokja ULP) pada Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kabupaten Labuhanbatu di Tahun Anggaran (TA) 2023.

Saksi mengaku kenal dengan rekanan bernama terpidana Efendy Sahputra alias Asiong, salah seorang 4 terdakwa pemberi suap bupati. Walau tidak ingat berapa nilai proyeknya, Soni menerangkan kalau terdakwa memenangkan tender pembangunan pusat kesehatan masyarakat (puskesmas). 

Dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP) poin 5, saksi juga membenarkan tentang dirinya sebagai anggota Pokja ULP melaksanakan perintah atasan. Pokja bertanggung jawab ke Kabag.

“Pernah diperiksa penyidik KPK? Benar semua keterangan saudara di BAP ini? Ada saudara ditekan sewaktu pemeriksaan? Saudara sudah disimpan. Bila memberikan keterangan palsu diancam 12 tahun penjara,” cecar salah seorang anggota tim JPU di Ruang Sidang Utama Pengadilan Tipikor Medan.

Pasalnya, saat dikonfrontir dengan keterangannya di BAP poin 7 antara lain menyebutkan adanya ‘pengkondisian’ di awal verifikasi lelang proyek, namun saksi ditimpali, tidak tahu. Tidak pernah dipanggil secara khusus oleh atasannya langsung, Hendra Hutajulu. Seperti menunjukkan daftar ploting perusahaan yang akan dimenangkan Pokja ULP.

Hakim ketua As’ad Rahim Lubis didampingi anggota majelis Sulhanuddin dan Ibnu Kholik oun menimpali, apakah keterangannya di BAP dicabut atau tidak. “Di mananya maksud saudara ada ‘pengkondisian’ di awal proyek? Itu maksud jaksa,” tegasnya.

Saksi Soni pun menguraikan, kecurigaannya atas penawaran dari para perusahaan termasuk yang digunakan terdakwa Asiong sangat akurat mendekati Harga Perkiraan Sendiri (HPS).

“Kecurigaan Saya di situ Yang Mulia. Penawaran yang dibuat hanya sedikit saja turun dari HPS yang dibuat Pejabat Pembuat Komitmen (PPK). Selain itu, data yang diupload dalam sistem elektronik, cuma harga penawaran. Gak disebutkan nama perusahan yang memberikan penawaran mendekati HPS itu,” tegas Soni. Hakim ketua pun melanjutkan persidangan pekan depan.

‘Uang Kirahan’

Dalam perkara a guo, Wakil Ketua DPRD Labuhanbatu Utara (Labura) Yusrial Suprianto Pasaribu, Fazarsyah Putra alias Abe, Wahyu Ramdhani Siregar (sesama pemborong / swasta, berkas terpisah) juga masuk dalam ‘pusaran’ suap kepada Erik Adtrada Ritonga, bupati perolde 2021 hingga 2024. 

Tim JPU pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Jaelani, Tony indra, Oktafianta Ariwibowo dan Fahmi Ari Yoga dalam dakwaannya menguraikan, praktik suap disebut dengan: ’uang kirahan’ oleh Yusrial Suprianto Pasaribu dan kawan-kawan (dkk) agar keluar sebagai pemenang tender paket pekerjaan di Pemkab Labuhanbatu.

Sedangkan orang yang dipercayakan bupati untuk ‘mengendalikan’ para rekanan yang akan mengerjakan paket pekerjaan adalah Rudi Syahputra (berkas terpisah) yang juga anggota DPRD Labuhanbatu. 

“Periode Juni 2023 sampai Januari 2024, Yusrial Suprianto Pasaribu memberikan uang (suap) secara bertahap total Rp1.350.000.000 kepada bupati melalui orang kepercayaan bupati, Rudi Syahputra. 

Yusrial Suprianto Pasaribu dikenakan ‘uang kirahan’ sebesar 15 persen dari nilai pekerjaan proyek. Sedangkan rekanan terpidana Efendy Sahputra alias Asiong lebih banyak mengerjakan paket pekerjaan di Pemkab Labuhanbatu.

Dengan ‘pola’ yang sama, Rudi Syahputra sebagai ‘pengendali’ paket pekerjaan. Bedanya, untuk terdakwa Efendy Sahputra alias Asiong dikenakan ‘uang kirahan’ sebesar 20 persen dari total nilai pekerjaan proyek, namun ditolak terdakwa dan kemudian disepakati sebesar 17 persen dari total pekerjaan.

Terpidana secara bertahap memberikan uang suap sebesar Rp3.365.000.000 kepada Bupati Erik Adtrada Ritonga. Sebagai ‘pengendali’ proyek, anggota DPRD Labuhanbatu sekaligus sepupu bupati, Rudi Syahputra juga mendapatkan ‘komisi’ dari keempat terdakwa pemenang tender. 

Pinjam Perusahaan

Untuk terdakwa Wahyu Ramdhani Siregar, terkait permintaan mengerjakan 3 paket pada Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Labuhanbatu total Rp1.672.452.400,00. Karena tidak memiliki perusahaan untuk ikut tender, Rudi Syahputra menyarankannya untuk koordinasi dengan terdakwa Fazarsyah Putra alias Abe dengan meminjam 2 perusahaan yakni CV Tri Rahayu (TR) dan Perdana.

Wahyu Ramdhani Siregar kemudian diminta Rudi Syahputra memberikan ‘uang kirahan’ sebesar Rp64 juta setelah mendapat uang muka pekerjaan, namun yang telah ‘disetorkan’ sebesar Rp40 juta untuk orang pertama di Pemkab Labuhanbatu tersebut.

Sedangkan Fazarsyah Putra alias Abe atas bantuan lndera Agusman Masyhir Sinaga, selaku Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK) pada Dinkes, sebagaimana arahan Rudi Syahputra mendapatkan pekerjaan dengan cara meminjam CV TR milik Arif Prayoga) dengan nilai Rp6.751.507.800 bersumber dari dana Alokasi Khusus (DAK).

Yusrial Suprianto Pasaribu dkk dijerat dengan dakwaan kesatu, Pasal 5 Ayat (1) huruf b UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 64 Ayat (1) KUHPidana. Kedua, Pasal 13 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 64 ayat (1) KUHPidana. (ROBERTS)





Sebarkan:
Komentar

Berita Terkini