Lagi 2 Perkara Humanis Dihentikan Kejati Sumut dengan Pendekatan RJ, Total 32

Sebarkan:

 



Dokumen foto. (MOL/Ist)



MEDAN | Lagi, sebanyak 2 perkara humanis di wilayah hukum (wilkum) Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara (Kejati Sumut) dihentikan penuntutan hukumannya lewat pendekatan Keadilan Restoratif (Restorative Justice).


Penghentian penuntutan kedua perkara dimaksud setelah dilakukan ekspos secara virtual kepada Jaksa Agung Muda Pidana Umum (JAM Pidum) Dr Fadil Zumhana diwakili Direktur TP Oharda pada JAM Pidum Agnes Triani, Kamis (8/6/2023) dari Ruang Vicon Lantai 2 Kantor Kejati Sumut, Jalan AH Nasution Medan.


Ekspos perkara disampaikan langsung oleh Kajati Sumut Idianto didampingi Wakajati Sumut Joko Purwanto, Aspidum Luhur Istighfar, Kabag TU, Koordinator dan para Kasi. 


Kegiatan ekspos kedua perkara humanis tersebut juga diikuti Kajari Labuhanbatu Furkonsyah Lubis, Kajari Deliserdang Dr Jabal Nur, Kacabjari Deliserdang di Labuhandeli, Kasi Pidum dan JPU.


Kajati melalui Kasi Penkum Yos A Tarigan mengatakan, dengan demikian sudah 32 perkara dihentikan penuntutannya dengan pendekatan keadilan restoratif.


"Kali ini, ada 2 perkara yang diajukan untuk dihentikan penuntutannya dengan pendekatan RJ. Yaitu dari Kejaksaan Negeri (Kejari) Labuhanbatu  dengan tersangka atas nama Zulpan Efendi Rambe.


Yang bersangkutan sebelumnya disangka melakukan tindak pidana Pasal 335 ayat (1) Ke-1 KUHPidana dan perkara dari Cabjari Deliserdang di Labuhandeli dengan tersangka Parsaulian Naolo Haholongan Hasibuan disangka melanggar Pasal 335 Ayat (1) ke-1 KUHPidana," papar Yos A Tarigan.


Yakni pidana secara melawan hukum memaksa orang lain supaya melakukan, tidak melakukan atau membiarkan sesuatu, dengan memakai kekerasan, sesuatu perbuatan lain maupun perlakuan yang tak menyenangkan.


Atau dengan memakai ancaman kekerasan, sesuatu perbuatan lain maupun perlakuan yang tak menyenangkan, baik terhadap orang itu sendiri maupun orang lain?" urainya.


Penghentian penuntutan dengan pendekatan Keadilan Restoratif ini, lanjut Yos berpedoman pada peraturan Jaksa Agung No 15 Tahun 2020, yaitu tersangka baru pertama kali melakukan tindak pidana, jumlah kerugian akibat pencurian yang dilakukan tersangka di bawah dua setengah juta rupiah.


Ancaman hukuman di bawah 5 tahun penjara, adanya perdamaian antara tersangka dengan korban, dan direspons positif oleh keluarga.


“Penghentian penuntutan dilakukan ketika antara tersangka dan korban ada kesepakatan berdamai dan tersangka menyesali perbuatannya serta berjanji tidak akan mengulangi perbuatannya lagi. 


Proses pelaksanaan perdamaian disaksikan keluarga, tokoh masyarakat, tokoh agama, dan difasilitasi masing-masing Kajari serta didampingi jaksa yang menangani perkaranya,” katanya.


Keadaan Semula


Dilakukannya penghentian penuntutan dengan pendekatan keadilan restoratif ini, lanjut Yos telah membuka ruang yang sah menurut hukum bagi pelaku dan korban secara bersama merumuskan penyelesaian permasalahan guna dilakukannya pemulihan keadaan ke keadaan semula.


"Harapan kita dengan adanya perdamaian ini, antara tersangka dan korban tidak ada sekat yang memisahkan persaudaraan atau rasa dendam dan benci yang tertanam bisa dicairkan agar tidak sampai membeku dan menciptakan permusuhan yang berkepanjangan," pungkasnya. (ROBERTS)




Sebarkan:
Komentar

Berita Terkini