Walau Kecewa Asas Lex Superior Dikesampingkan, PH Mangindar Simbolon Apresiasi Putusan Hakim Tipikor

Sebarkan:


Arlius Zebua (tengah) selaku ketua tim PH terdakwa Mangindar Simbolon saat ditanya awak media. (MOL/ROBERTS)



MEDAN | Walau kecewa karena asas lex superior derogate legi inferiori (peraturan perundang-undangan yang derajatnya lebih rendah tidak boleh bertentangan dengan yang lebih tinggi) dikesampingkan, tim penasihat hukum (PH) terdakwa Mangindar Simbolon menyampaikan apresiasi atas putusan majelis hakim Pengadilan Tipikor Medan.

Hal itu diungkapkan Arlius Zebua selaku ketua tim PH mantan Kadis Kehutanan Kabupaten Samosir Mangindar Simbolon seusai pembacaan putusan oleh majelis hakim diketuai As’ad Rahim Lubis, Selasa petang (19/3/2024).

“Kita mengapresiasi putusan Yang Mulia majelis hakim. Namun fakta terungkap di persidangan, perkara korupsi yang didakwakan kepada kliennya kejadian 24 tahun lalu (daluwarsa) dan majelis hakim bisa saja berpendapat lain.

Kekecewaan kami, majelis tidak mempertimbangkan asas lex superior derogate legi inferiori. Bisa mengesampingkan aturan yang paling rendah. Masa’ SK Menteri bisa mengesampingkan UU Kehutanan dan UUD 1945? Hal itu juga telah terfaktakan di persidangan baik keterangan saksi-saksi fakta maupun ahli yang dihadirkan penuntut umum,” tegas Arlius didampingi anggota tim PH, Agustinus Buulolo.

Surat Keputusan Menteri Kehutanan (SK Menhut) mengenai Tata Guna Hutan Kesepakatan (TGHK) Nomor 923 Tahun 1982, imbuh Arlius, ada 4 tahapan yang harus dilakukan untuk mengukuhkan batas-batas kawasan hutan (Register)

Yakni diawali dengan tahapan penunjukan, penataan tapal batas, kemudian pemetaan dan klimaksnya, penetapan yang namanya Register. Namun amanat SK Menhut tersebut, tidak dilaksanakan seluruhnya.

Artinya yang terfaktakan di persidangan, lahan yang dirambah / digarap warga di Desa Partungko Naginjang, Kecamatan Harian sebelumnya wilayah Kabupaten Taput, kini menjadi bagian dari Kabupaten Toba Samosir (Tobasa) menurut kliennya (terdakwa Mangindar Simbolon-red) berada di luar Hutan Negara / Hutan Tele atau merupakan Areal Penggunaan Lain (APL).

“Menurut kami objek lahan yang yang diusahai warga nyata-nyata di luar dari Register 80 Tele, Register 82 Dairi dan Register 41 Hutagalung. Bukan kami yang menerangkan seperti itu tapi saksi fakta dari Kementerian Kehutanan, Balai Pemantau Kawasan Hutan (BPKH) namanya. Atas nama Akbar dan Rano Karno.

Masa’ iya? Dengan SK Menhut yang baru di tahapan penunjukan maka hak-hak pihak ketiga (warga) di lokasi tersebut itu dikesampingkan. Kan bertentangan dengan Hak Asasi Manusia (HAM). 

Bagaimana mungkin hak-hak 600 Kepala Keluarga (KK), yang sudah punya Hulubalang (penguasa daerah) dan sampai 7 hingga 10 generasi tinggal di sana dikesampingkan berdasarkan SK Menhut Nomor 923 itu,” tegasnya.

Ketika ditanya awak media mengenai apa sikap tim PH terdakwa Mangindar Simbolon atas vonis setahun penjara dan dipidana denda Rp50 juta subsidair 1 bulan kurungan tersebut, Arlius menimpali, akan berkonsultasi lebih dulu kepada kliennya.

Setahun

Sebelumnya, terdakwa Mangindar Simbolon diganjar setahun penjara. Sama dengan ketiga terpidana lainnya yang disidangkan 2021 lalu. Selain itu, terdakwa juga dipidana denda Rp50 juta subsidair (bila denda tidak dibayar diganti dengan kurungan) selama 1 bulan.

Majelis hakim diketuai As’ad Rahim Lubis dalam amar putusannya menyatakan sependapat dengan JPU pada Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara (Kejati Sumut) Agustin didampingi Erick Sarumaha.

Dari fakta-fakta terungkap di persidangan, terdakwa diyakini telah terbukti bersalah melakukan tindak pidana Pasal 3 UU Nomor 31 Tahun 1999 telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak pidana korupsi Jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana, sebagaimana dakwaan subsidair.

Yakni melakukan atau turut serta menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukannya mengakibatkan kerugian keuangan atau perekonomian negara senilai Rp32,7 miliar terkait ‘pusaran’ dialihkannya Hutan Tele sebagai hutan lindung menjadi APL.

Pertimbangan hukum lainnya, lanjut anggota majelis Ibnu Kholik, sehubungan dengan adanya putusan perkara-perkara sebelumnya yang merupakan perkara induk dari perkara a quo yang lebih dulu masing-masing dihukum pidana pokok 1 tahun penjara.

Yakni atas nama Mangindar Simbolon, selaku Bupati Toba Samosir dua periode sejak 2005, Parlindungan Simbolon selaku Sekretaris Daerah (Sekda) dan 
Bolusson Parungkilon Pasaribu sebagai Kepala Desa (Kades) Partungko Naginjang.

Perbuatan terdakwa bersama ketiga terpidana yang lebih dulu disidangkan dan telah berkekuatan hukum tetap, merupakan rangkaian peristiwa yang mengakibatkan kerugian keuangan / perekonomian negara.

Keluarnya SK Bupati Tobasa (terpidana) Sahala Tampubolon Tahun 2013 tentang pemberian izin penggunaan tanah dan permukiman kepada masyarakat untuk pertanian, dikarenakan adanya surat permohonan terdakwa Mangindar Simbolon selaku Kadishut dengan Nomor 522.4/24/2000 tanggal 26 Januari 2000 perihal Usul Penataan areal pemukiman perambah hutan. 

Sementara menurut JPU kontroversi karena lahan tersebut masuk dalam Tanah Hutan Lindung dan nonHutan Lindung. Mangindar Simbolon sebelumnya dituntut agar dipidana 4 tahun penjara dan denda Rp100 juta
subsidair 4 bulan kurungan.

Dirampas

Di bagian lain majelis berpendapat, pelaksanaan pembagian lahan dan pemberian ganti kerugian dan di tahun 2013 warga masyarakat (penggarap-red) mendapatkan SK, tanpa mendapat persetujuan dari Pemkab Samosir. 

Sehingga tanah yang dimohonkan kepada Badan Pertanahan Nasional (BPN) Toba Samosir, sudah dalam bentuk Sertifikat Hak Milik (SHM). Sebanyak 47 SHM di Desa Partungko Naginjang, Kecamatan Harian dan 206 lainnya di Desa Hariara Pintu, Kecamatan Harian.

Sedangkan sejumlah barang bukti seperti SHM atas nama para warga penggarap di lahan Hutan Tele, lanjut hakim ketua As’ad Rahim Lubis, dirampas untuk menutupi kerugian keuangan / perekonomian negara. Sebagian lagi, tetap berada pada JPU untuk keperluan perkara lain. (ROBERTS)


Sebarkan:
Komentar

Berita Terkini