Jonson David Sibarani SH MH dan Togar Lubis SH MH (insert), tim PH Kadis Pendidikan dan Kepala BKD Langkat. (MOL/ROBERTS)
MEDAN | Hingga Kamis kemarin (8/5/2025), sedikitnya 30 saksi telah diperiksa majelis hakim Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri (PN) Medan dalam perkara dugaan korupsi beraroma suap terkait seleksi Pengadaan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) Dinas Pendidikan Kabupaten Langkat tahun 2023.
Namun fakta terungkap di persidangan, tak satu pun saksi menerangkan aliran dana katanya dari para calon seleksi, mengarah kepada Kepala Dinas (Kadis) Pendidikan Dr Saiful Abdi maupun Kepala Badan Kepegawai Daerah (BKD) Eka Syahputra Depari (berkas terpisah).
Hal tersebut disampaikan Jonson David Sibarani SH MH dan Togar Lubis SH MH selaku tim advokat dari Kantor Hukum Metro yang menjadi penasihat hukum (PH) kedua terdakwa, Minggu (10/5/2025) di Medan.
“Semua pihak dapat menilai sendiri. Ini sidang terbuka untuk umum. Tidak ada yang disembunyikan. Bahwa fakta yang terungkap selama persidangan kasus PPPK Langkat ini, tidak satu pun dari saksi yang lebih kurang berjumlah 30 orang itu mengarah kepada Saiful Abdi dan Eka Syahputra Depari.
Sehingga kita jadi bertanya-tanya, kenapa Saiful Abdi dan Eka Syahputra Depari dipaksakan untuk diproses bahkan sampai disidangkan?” ketus Jonson.
Padahal, katanya, di dalam persidangan yang dipimpin Achmad Ukayat didampingi hakim anggota M Nazir dan Husni Tamrin sebagai, Jaksa Penuntut Umum (JPU) telah menghadirkan sejumlah orang yang memiliki jabatan.
Baik di jajaran Dinas Pendidikan Langkat dan juga dari Badan Kepegawaian Daerah Langkat, termasuk juga Kepala Sekolah, Guru PNS, termasuk guru honorer yang lulus PPPK serta yang tidak lulus tahun 2023 tersebut.
Jika disimak lagi, terkait guru yang lulus dan tidak lulus yang meminta tolong kepada terdakwa Rohayu Ningsih, semuanya mengaku uangnya telah dikembalikan sebelum ujian PPPK dan pasca-pengumuman seleksi. Begitu juga dengan terdakwa Awaluddin, guru-guru honor yang menyetor, baik yang lulus mau pun tidak lulus, uangnya sudah dikembalikan oleh Awaluddin.
Ketika ditanya wartawan bagaimana dengan video yang direkam M Rizky, selaku menantu terdakwa Awaluddin, lalu ditunjukkan PH Awaluddin dalam persidangan Senin lalu, Jonson menerangkan, video itu direkam pada akhir Maret 2024.
“Kita mendengar sendiri tanggapan dari terdakwa Awaluddin ketika ditanyai sama Ketua Majelis Hakim waktu itu. Video itu merupakan pertemuan di rumah Kiki Yorin di Tanjung Langkat, Kecamatan Salapian. Makanya kita heran kenapa dikait-kaitkan. Ada dugaan ini diseting untuk mengarah - arahkan opini ke klien kita, Saiful Abdi,” jelasnya.
Dilanjutkan alumni Magister Hukum Universitas Prima Indonesia (Unpri) Medan tersebut, dirinya sudah mengklarifikasi langsung kepada kliennya, Saiful Abdi, pasca-video dimaksud dipertontonkan di persidangan. Peristiwa itu berlangsung di rumah Kiki Yorin, ketepatan suaminya adalah seorang penyidik di salah satu polsek di jajaran Polres Langkat.
“Pada saat itu, suami dari Kiki Yorin ini menghubungi Saiful Abdi yang saat itu kebetulan berada di acara pesta di sekitaran Kecamatan Salapian. Polisi bermarga Ginting itu menghubungi Saiful Abdi selaku Kadis Pendidikan karena mau menyampaikan bahwa Alek Sander dan Awaluddin ada dilaporkan ke Poldasu.
Jadi Alek Sander dan Awaluddin itu sudah datang duluan ke rumah si polisi tadi, mereka mau berkonsultasi atas adanya laporan di Poldasu. Mereka mau langsung menghubungi Saiful Abdi tidak bisa karena tidak punya nomor kontak. Karena Alek Sander dan Awaluddin tahu bahwa si polisi itu dekat dengan Saiful Abdi, jadi mereka berdua minta tolong dan sekaligus berkonsultasi kepada si polisi tadi,” beber Jonson.
Pada pertemuan itu, Saiful Abdi yang singgah ke rumah polisi bermarga Ginting tersebut mengatakan, “Ikuti saja dan kita hargai proses hukum tersebut.” Sekitar 10 menit berada di rumah tersebut, Saiful Abdi kembali melanjutkan perjalanan menuju Stabat.
Disetting
Jadi, masih diteruskan Jonson, terkait adanya pemberitaan miring yang tidak sesuai dengan fakta di persidangan yang menyatakan seolah-olah dalam pertemuan yang direkam itu ada penyerahan uang, adalah fitnah dan kebohongan yang sengaja disetting oleh pihak-pihak tertentu.
“Artinya, ada peristiwa Maret 2024 itu, Saifu Abdi singgah ke rumah tersebut atas permohonan polisi bermarga Ginting tadi. Kalau soal uang guru-guru yang lulus dan tidak lulus, sudah dipulangkan Awaluddin jauh-jauh sebelumnya.
Tapi ada pula media yang menyebutkan seolah ada penyerahan uang di pertemuan itu. Itu kan fitnah, bohong, akan kami pertimbangkan untuk memproses hukum pemberitaan yang tidak sesuai dengan fakta persidangan tersebut,” pungkasnya.
Diberitakan sebelumnya, Saiful Abdi dan Eka Syahputra Depari didakwa melakukan tindak pidana korupsi berbau suap bersama tiga lainnya, yakni Kepala Seksi (Kasi) Kesiswaan Bidang Sekolah Dasar (SD) Alek Sander.
Serta dua kepala sekolah di Langkat yakni Awaluddin dan Rohayu Ningsih (juga berkas penuntutan terpisah).
Kelima terdakwa dijerat dengan dakwaan alternatif kesatu, Pasal 12 Huruf e UU Nomor 31 Tahun Tahun 1999 telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHPidana. Atau kedua, Pasal 11 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHPidana. (ROBERTS)