Korupsi Pengembangan Pariwisata Nisel, Penjual Lahan Dituntut 10 Tahun dan Staf Pertanahan 9 Tahun

Sebarkan:

 



Dokumen foto persidangan terdakwa Martinus Telaumbanua dan Bonar di Pengadilan Tipikor Medan. (MOL/Robs)



MEDAN | Dua terdakwa perkara korupsi pembelian lahan secara bertahap untuk pengembangan sektor pariwisata di Kabupaten Nias Selatan (Nisel) di tahun 2012 hingga 2015, secara video teleconference (vicon) dituntut bervariasi di Pengadilan Tipikor Medan.


"Iya sudah dituntut, Senin (27/3/2023) lalu. Bang Iqbal yang bacakan. Kedua terdakwa dinilai telah memenuhi unsur melakukan tindak pidana sebagaimana dakwaan primair JPU.


Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 ayat (1) UU Nomor 20 Tahun 2001 perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi," kata JPU pada Kejari Nisel Raffles Devit Napitupulu lewat pesan teks, Kamis (30/3/2023).


Martinus Telaumbanua selaku penjual tanah dituntut 10 tahun penjara dan denda Rp500 juta subsidair (bila denda tidak dibayar, maka diganti dengan kurungan) selama 5 bulan. 


Terdakwa juga dituntut dengan pidana tambahan membayar uang pengganti (UP) kerugian keuangan negara sebesar Rp6.400.234.750.


Dengan ketentuan, sebulan setelah perkaranya berkekuatan hukum tetap, harta benda terpidana disita kemudian dilelang JPU. Bila nantinya juga tidak mencukupi untuk menutupi UP tersebut, diganti dengan pidana 5 tahun penjara.


Staf Pertanahan


Sedangkan terdakwa Bonar selaku Kepala Seksi (Kasi) Survei, Pengukuran dan Pemetaan pada Kantor Pertanahan Kabupaten Nisel (berkas terpisah) dituntut 9 tahun penjara dan denda Rp500 juta subsidair 3 bulan kurungan.


Selain itu, Bonar juga dituntut membayar UP sebesar Rp10 juta dari total kerugian keuangan negara Rp6.400.234.750 subsidair 4,5 tahun penjara.


Majelis hakim diketuai Ahmad Sumardi didampingi anggota Rina Lestari Sembiring dan Gustap Marpaung melanjutkan persidangan pekan depan untuk penyampaian nota pembelaan (pledoi) kedua terdakwa maupun penasihat hukumnya (PH).


Petinggi PT BNC


Pada persidangan beberapa lekan lalu tim JPU Raffles Devit Napitupulu dan Hironimus telah menghadirkan 2 petinggi PT Bumi Nisel Cerlang (BNC) yang merupakan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) Kabupaten Nisel, sebagai saksi.


Komisaris Utama (Komut) Arisman Zagoto dan Komisaris Turunan Gulo PT BNC sempat dicecar hakim anggota Rina Lestari Sembiring tentang pengawasan mereka sehingga bisa lahan yang telah dibeli dengan uang negara namun tidak bisa dimasukkan menjadi aset Pemkab Nisel.


"Iya. Saya memang Komut di PT BNC tapi Yulius Dakhi selaku Direktur di tahun 2014 bertindak One Man Show Yang Mulia," kata Arisman Zagoto yang duduk di sisi kiri Turunan Gulo saat dicecar Rina Lestari Sembiring.


Menurut pria berkacamata itu, setelah Rapat Umum pemegang Saham (RUPS) di PT BNC yang merupakan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) Kabupaten Nisel, di tahun 2014 otomatis penerimaan dan penggunaan dana penyertaan modal dari Pemkab Nisel dikendalikan sepenuhnya oleh Yulius Dakhi sebagai Direktur. 


Sementara sebelum RUPS, saksi dan Yulius Dakhi ketika itu selaku Direktur PT BNC (masuk dalam Daftar Pencarian Orang / DPO) ikut bertanda tangan soal anggaran yang masuk maupun keluar.


Menurutnya, di tahun 2013 lahan yang dibeli Yulius Dakhi ada alas hak dari camat. Dia juga memerintahkan didaftarkan ke Badan Pertanahan Nasional (BPN) dan tidak boleh ada penambahan atau pengurangan pembelian lahan dari apa yang telah diputuskan. Di tahun 2014 tidak diketahui saksi bagaimana kesinambungannya.


Pariwisata


Dalam dakwaan diuraikan, sebagai BUMD Pemkab Nisel, PT BNC secara bertahap mendapatkan dana penyertaan modal untuk pengembangan sektor pariwisata. Di antaranya pembelian lahan, pembangunan water park, perbaikan jalan dan fasilitas lainnya.


Di TA 2012 (Rp25 miliar), 2013 (Rp26 miliar), 2014 (Rp25 miliar), 2015 (Rp24 miliar). Sedangkan yang telah digelontorkan ke PT BNC sebesar Rp65 miliar. Namun penggunaan dana di TA 2014 tidak bisa dipertanggung jawabkan. Lahan yang telah dibeli tidak bisa dimasukkan dalam aset Pemkab Nisel.


Hasil audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan Sumut, kerugian keuangan negara ditimbulkan mencapai Rp6.400.234.750. (ROBERTS)







Sebarkan:
Komentar

Berita Terkini