Ditanya Tentang Dakwaan Korupsi Dianggap Dibacakan, Direktur LBH: Kata Orang Medan Macam Sidang 'Ecek-ecek'

Sebarkan:



Direktur LBH Medan Ismail Lubis. (MOL/ROBS)



MEDAN | Sidang perdana perkara korupsi Rp2,3 miliar terkait kegiatan pengadaan buku panduan pendidik SD dan SMP di Dinas Pendidikan (Disdik) Kota Tebing Tinggi TA 2020 yang dakwaan ketiga terdakwanya dianggap dibacakan, Kamis (1/4/2021) di Cakra 4 Pengadilan Tipikor pada PN Medan mendapat kritikan menggelitik.


Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Medan Ismail Lubis menegaskan, keliru bila sampai hal itu dianggap sepele oleh Yang Mulia majelis hakim karena langsung atau tidak, bisa menurunkan marwah peradilan itu sendiri.


"Kata orang Medan,, macam (sidang) 'ecek-ecek' aja pun," sebut Ismail Lubis bernada guyon lewat pesan teks WhatsApp (WA), Jumat pagi tadi (2/4/2021).


Sangat disayangkan jika suatu surat dakwaan apalagi perkara korupsi hanya dianggap dibacakan di depan persidangan yang terbuka untuk umum. Padahal publik mengetahui bahwa surat dakwaan itu adalah dasar bagi hakim untuk memeriksa suatu perkara.


Dampak lainnya, berpotensi membuka pintu lebar-lebar kepada publik untuk berasumsi beragam. Misalnya, jangan-jangan berbeda surat dakwaan yang diterima masing-masing pihak dan seterusnya.


Seharusnya dakwaan dibacakan di depan persidangan agar semua pihak termasuk pengunjung sidang maupun awak media sama-sama mengetahui dan paham akan konteks surat dakwaan yang menjadi dasar pemeriksaan suatu perkara tindak pidana.


Terdakwa H Pardamean Siregar (kemeja putih) yang berstatus tahanan kota. (MOL/ROBS)



"Kemudian ini kan perkara tindak pidana korupsi ya, menyangkut uang negara (uang rakyat). Kita mengingatkan Yang Mulia majelis hakim bahwa di situ ada hak publik untuk mengetahui dan mengawasi jalannya proses persidangan. Jangan pula seolah-olah yang mengetahui materi dakwaan hanya majelis hakim, JPU dan penasihat hukum (PH) terdakwa," urainya.


Alumni Fakultas Hukum Universitas Islam Sumatera Utara (FH UISU) itu berharap agar kasus serupa tidak terulang lagi di PN Kelas IA Khusus Medan, terutama dalam menangani perkara-perkara dugaan korupsi.


Belum Pernah


Sehari sebelumnya, salah seorang wartawan sudah 24 tahun meliput persidangan di PN Medan juga tak kuasa menahan rasa keheranannya karena belum pernah menemukan kasus persidangan perkara korupsi yang dakwaannya dianggap dibacakan. 


"Mana pula pernah ada keq gitu Pak," timpal wartawan yang tidak bersedia disebut identitas maupun medianya tersebut.


Kejanggalan


Majelis hakim diketuai Jarihat Simarmata mengabulkan permohonan tim PH terdakwa H Pardamean Siregar, selaku Kadisdik Kota Tebing Tinggi, agar  tim JPU dari Kejari Deliserdang tidak usah membacakan materi dakwaan dikarenakan berkas dakwaan sudah mereka terima.


Terdakwa H Pardamean Siregar yang berstatus tahanan kota hadir langsung di ruang Cakra 4. 




Sedangkan kedua terdakwa lainnya yakni Masdalena Pohan selaku Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK) dan Efni Efridah selaku Kepala Bidang Pembinaan Pendidikan Dasar di Disdik Kota Tebing Tinggi (masing-masing dilakukan penuntutan secara terpisah) mengikuti persidangan secara video conference (vidcon).


Mengutip data pada riwayat perkara secara online (SIPP) PN Medan, sejumlah kejanggalan ditemukan dalam pengadaan buku senilai Rp2,4 miliar bersumber dari Dana Alokasi Umum (DAU) TA 2020, di antaranya dengan cara Penunjukan Langsung (PL) pekerjaan kepada 10 rekanan. 


Yakni CV Bina Mitra Sejagat, CV Dita  Perdana Abadi, CV Makmur Bersama, CV  Nandemo Aru, CV Tri Putra, CV Raja Mandiri, CV Samba, CV Sinergi, CV Tiga Putra Jaya serta CV Viktory. 


Hasil penghitungan tim audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan Provinsi Sumut, kerugian keuangan negara mencapai Rp2,3 miliar. (ROBERTS)



Sebarkan:
Komentar

Berita Terkini