Jaya Beton Digugat Rp642 M, Guru Besar Hukum Agraria M Yamin Lubis: Alas Hak Tanah Penggugat Lebih Kuat

Sebarkan:

Guru Besar hukum agraria  USU Prof Dr M Yamin Lubis saat memberikan pendapat (atas) dan tim kuasa hukum penggugat. (MOL/Ist)



MEDAN | Giliran Guru Besar hukum agraria Universitas Sumatera Utara (USU) Prof Dr M Yamin Lubis dihadirkan Bambang H Samosir, Riky Poltak Daniel Sihombing, Dwi Ngai Sinaga dan Benri selaku tim kuasa hukum penggugat, Lindawati dan Afrizal Amris dalam sidang lanjutan, Selasa (3/12/2024) di PN Medan.

Yakni sidang gugatan perbuatan melawan hukum (PMH) terhadap PT Jaya Beton Indonesia (JBI) terkait penguasaan lahan seluas 13 hektar senilai Rp642 miliar.

Lahan di Jalan Takenaka, Lingkungan VI/VII, Kelurahan Paya Pasir, Kecamatan Medan, Kota Medan menjadi objek perkara, merupakan warisan dari orang tua penggugat yang dikuasai penggugat selama 20 tahun.

“Alas hak kepemilikan tanah penggugat lebih kuat sebab yang telah lebih dahulu hadir dibandingkan pihak tergugat (PT JBI),” urai M Yamin Lubis di hadapan majelis hakim diketuai Lenny Megawaty Napitupulu.

Sertifikat berupa Hak Guna Bangunan (HGB) yang dimiliki PT JBI, sambungnya, bukanlah bukti mutlak dari kepemilikan sebuah tanah. Namun, hak kepemilikan itu merupakan siapa yang pertama kali hadir untuk menguasai tanah tersebut secara legal.

"Hak kepemilikan itu berdasarkan siapa yang pertama kali menguasai tanah tersebut secara legal. Siapa yang memiliki bukti paling sah, itulah yang berhak. Sertifikat tanah hanya merupakan alat bukti kuat, tetapi bukan bukti mutlak kepemilikan," tegasnya.

Guru Besar itu menambahkan, selagi penggugat mempunyai bukti, kapan saja bisa digugat secara perdata. Siapa saja yang menggangu kepemilikan, sementara penggugat bisa membuktikan penggugat pemilik, boleh diajukan ke pengadilan, keberatan atas milik orang lain yang ada di atas objek perkara.

Berangkat dari penjelasan tersebut, lanjut Prof Yamin, maka Yang Mulia majelis hakim nantinya memberikan putusan yang adil jika melihat bukti yang sudah diajukan pihak tergugat ataupun penggugat. 

Menjawab pertanyaan tim kuasa hukum penggugat, Prof Dr M Yamin Lubis berpendapat, berdasarkan penjelasan tersebut bahwasanya perbuatan yang dilakukan oleh tergugat rerindikasi PMH. Selain itu tergugat (PT JBI) juga tidak mempunyai hak atas objek tanah yang saat ini diperkarakan. 

"Baik, dengan demikian sudah dua ahli juga Guru Besar yang kami hadirkan di persidangan menyampaikan pendapat yang sama. Sebab pada persidangan lalu, Prof Tan Kamelo juga menyampaikan pendapat bahwa perbuatan yang dilakukan PT JBI merupakan PMH,” urai Bambang Samosir.

Di bagian lain Bambang mengkritisi tentang dua saksi yang ernah dihadirkan tergugat. Seban fakta terungjao di persidangan, kedua saksi tidak mengetahui asal-usul tanah. Hanya penduduk setempat. 

“Kedua, itu saksinya bekas orang yang bekerja untuk Jaya Beton, GM posisi terakhirnya. Dia juga gak tahu asal-usul tanah itu dan hanya tahu ini HGB," ujar Bambang. 

Kepercayaan

Hal senada juga disampaikan oleh tim kuasa hukum penggugat lainnya, Dwi Ngai Sinaga. Dia juga meminta kepada majelis hakim agar dapat mengembalikan kepercayaan masyarakat terhadap pengadilan. 

"Berbicara pengadilan negeri berbicara fakta dan bukti, saksi. Kita nilainya bisa dilihat. Bukti kita surat kita ajukan, mereka juga menghadirkan saksi yang hanya asas manfaat saja kepada tergugat (PT JBI). Jadi kita minta kepada PN Medan, kembalikan kepercayaan masyarakat mengingat PT JBI juga pernah digugat," tegas Dwi Ngai.

Kemudian, Benri juga menyampaikan hal yang serupa seperti yang diutarakan oleh kwdianrekannya. Pihaknya sangat berharap kepada majelis hakim agar bisa melihat perkara ini dengan objektif dan sesuai dengan keilmuan. 

"Jadi kita harap dari keterangan dua ahli ini kita harapkan pada majelis hakim. Supayamelihat ini dengan benar dan objektif memutuskan perkara ini sesuai dengan keilmuan dan takut akan Tuhan, itu harapan untuk kita," tutup Benri. (ROBS)



Sebarkan:
Komentar

Berita Terkini