TAPUT | Tim Hukum Pasangan Calon Bupati dan Wakil Bupati Tapanuli Utara (Taput), Satika Simamora dan Sarlandy Hutabarat meragukan penanganan perkara hukum yang dilakukan Kepolisian Resort Taput. Kapolda Sumut Irjen Pol Whisnu Hermawan Februanto diminta memberi atensi atas kinerja jajarannya tersebut.
"Sejak awal proses penangkapan yang dilakukan oleh Polres Taput sudah tidak benar. Para terlapor dari pihak paslon 01 (Satika-Sarlandy) ditetapkan sebagai tersangka, anehnya para terlapor yakni DS, RS, RZS dan YS yang ditahan tidak terlibat melakukan penganiayaan ataupun pencurian pada peristiwa di Pahae Jae dan di Simangumban pada 31 Oktober lalu," kata Koordinator Tim Hukum Satika-Sarlandy, Dwi Ngai Sinaga SH MH saat temu pers di Tarutung, Senin malam (18/11).
Pihaknya juga meragukan saksi-saksi yang dihadirkan atas laporan paslon 02, JTP-Dens, mengingat ada disebutkan bahwa salah seorang terlapor yakni RS, dinyatakan berada di lokasi kejadian bentrokan di Kecamatan Pahae Jae padahal yang bersangkutan pada hari itu sedang melayat di kediaman orang tua temannya, Kecamatan Tarutung.
"Namun berdasarkan keterangan Kasi Humas Polres Taput, W Baringbing, menyatakan tidak terpenuhinya unsur sehingga status tersangka RS diturunkan menjadi saksi dan ditangguhkan (penahanannya). Tolong tunjukkan sama saya di mana letak hukum acaranya seseorang yang sudah menjadi tersangka tiba-tiba diturunkan statusnya sebagai saksi. Saya siap berdebat dengan siapa saja pejabat Polres Taput soal ini," tegas Dwi Ngai didampingi anggota tim hukum lainnya, Sultan H Sihombing, Rinto Well D Sihombing, Vani Pane dan Cindy Sinaga selaku keluarga korban salah tangkap.
"Itu artinya, terhadap tiga tersangka lain dalam satu berkas laporan yang masuk, dianggap juga merupakan kasus salah tangkap. Harusnya mereka dapat perlakuan yang sama. Tetapi faktanya ketiganya masih ditahan oleh Polres Taput," imbuh dia.
Atensi Kapolda
Dengan kasus split atau saling lapor seperti ini, kata Dwi Ngai, Polres Taput harusnya berlaku adil dan profesional dalam menjalankan prosedur hukum. Karenanya ia minta Kapolda Sumut harus memberi atensi khusus terhadap kinerja jajarannya yang tidak profesional dan bahkan tidak netral dalam menangani suatu perkara.
"Saya ingatkan bapak Kapolda Irjen Whisnu, bahwa kalau Pilkada Taput menjadi chaos karena buruknya kinerja dari jajaran Anda, maka bapak Kapolda-lah yang pantas disalahkan dalam hal ini. Kami juga minta agar Kapolri mencopot Kapolda Sumut karena tidak becus membina anak buahnya," tegas dia.
Belum lagi sekaitan kasus pornografi berupa penyebaran foto-foto asusila hoaks terhadap kandidat mereka, Satika Simamora yang dilakukan oknum tidak bertanggungjawab di Kecamatan Sipahutar beberapa waktu lalu.
"Ini jelas sangat merugikan kandidat kami Ibu Satika dalam kontestasi Pilkada Taput. Apalah susahnya menangkap pelaku penyebaran foto-foto itu, apalagi fakta hukumnya dan saksi-saksi yang kami hadirkan sudah terang benderang," kata Dwi.
Sultan Sihombing menambahkan, bentrokan antarmassa pendukung paslon dimulai sejak dari Kecamatan Simangumban, dimana iring-iringan mobil tim pemenangan paslon 01 dilalui satu unit kendaraan ber-branding 02 sambil mengucapkan kata-kata tidak pantas ke arah tim paslon 01. Lalu tepat di simpang jalan Desa Sitompul sudah ada pihak 02 yang standby dan mengucapkan kata-kata kotor di sana.
"Yang mau saya pertanyakan, dengan sebegitu banyaknya perangkat dari Polres Taput, apakah tidak bisa mengetahui apa saja yang akan terjadi, apakah Kapolres Taput dapat menemukan motif apa yang tim 02 lakukan pada hari kejadian tersebut," terang dia.
Sejauh ini, ungkap Sultan, dari laporan Nomor LPP 227/X/2024 atas nama pelapor Douglas Tobing, baru ada dua terduga pelaku yang diperiksa penyidik Polres Taput yakni RN dan LH.
"Padahal berdasarkan laporan, kita menduga ada sekitar enam orang yang berada di lokasi kejadian saat itu. Sementara kejadian di Pahae Jae dengan nama pelapor Irwan masih dalam tahap sidik belum ada penetapan tersangka sampai saat ini," ujarnya.
Atas lambatnya penanganan perkara ini, kuasa hukum Sartika-Sarlandy kembali meminta Kapolda Sumut bertindak tegas untuk memeriksa bahkan mencopot pejabat Polres Taput yang terlibat, seperti kapolres, kasat reskrim, kanit, KBO, dan penyidik.
"Atas hal ini kami sudah laporkan kelima pejabat di jajaran Polres Taput ke Bagian Propam Polda Sumut. Saya buka di sini bahwa hari ini sebagai pelapor, saya akan diperiksa oleh penyidik untuk dimintai keterangan. Bapak kapolda sekali lagi kami ingatkan, kami tidak percaya dengan penanganan perkara oleh Polres Taput untuk itu kami minta beri atensi terhadap jajaran Anda. Jika nantinya Pilkada Taput chaos, bapak kapolda pantas jadi pihak yang kami salahkan dalam konteks ini," tegas Dwi Ngai lagi.
Paling terpenting lagi, ujar dia, masyarakat jangan mudah percaya atas framing isu yang sengaja diciptakan kubu rival mereka. Seolah-olah tim paslon 01 dicap arogan, anarkis, dan calon pemimpin yang tidak bermoral.
"Jadi ini jelas tidak ada kaitannya dengan politik, murni adanya fakta hukum. Betul kita tidak menampik adanya peristiwa bentrokan yang terjadi, namun jangan digiring seolah-seolah tim paslon 01 sebagai pelakunya. Kami dicap aroganlah, anarkislah, itu tidak benar. Kami minta masyarakat cerdas untuk memahami permasalahan hukum ini. Jika Polres Taput masih tidak netral dalam menangani perkara ini, kami akan lakukan aksi besar-besaran di kantor mereka," demikian Dwi Ngai. (Alfredo/Edo)