Hingga Juni 2024, Kejati Sumut Hentikan Penuntutan 40 Perkara Pendekatan Keadilan Restoratif

Sebarkan:


Dokumen foto Kajati Sumut Idianto didampingi staf lainnya mengekspos perkara humanis secara virtual kepada JAM Pidum Kejagung RI. (MOL/Ist)



MEDAN | Hingga awal Juni 2024, Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara (Kejati Sumut) sudah menghentikan penuntutan 40 perkara humanis lewat pendekatan keadilan restoratif atau Restorative Justice (RJ).

Penghentian penuntutan perkara humanis tersebut setelah Kajati Sumut Idianto didampingi pejabat lainnya menggelar ekspos perkaranya secara virtual dari Kantor Jalan AH Nasution Medan kepada Jaksa Agung Muda Pidana Umum (JAM Pidum) Kejagung RI.

Lebih kanjut Idianto melalui salah seorang Koordinator pada Bidang Intelijen Yos A Tarigan (mantan Kasi Penkum yang saat ini sedang kosong), Senin (10/6/2024), diisetujuinya penghentian penuntutannya lewat lendekatam RJ, berdasarkan Perja No 15 Tahun 2020.

“Esensi terpenting dari proses penghentian penuntutan adalah mengembalikan keadaan kepada keadaan semula. Di mana, antara tersangka dan korban saling memaafkan serta disaksikan pihak keluarga, penyidik, jaksa yang menangani perkaranya, serta tokoh masyarakat atau tokoh agama, korban setuju perkaranya tidak dilanjutkan sampai ke pengadilan dan tersangka juga berjanji tidak akan mengulangi perbuatan yang sama," papar Yos A Tarigan.

Dari 40 perkara yang sudah dihentikan penuntutannya, penyumbang perkara RJ terbanyak saat ini adalah Kejari Langkat (8 perkara), disusul Kejari Gunung Sitoli dan Kejari Asahan (masing-masing 6 perkara), Kejari Medan (5 perkara), Kejari Labuhanbatu (4 perkara).

Kejari Karo (3 perkara), Cabjari Deliserdang di Labuhan Deli (2 perkara) dan sisanya penyumbang 1 perkara yaitu Kejari Belawan, Simalungun, Deliserdang, Tanjungbalai, Humbang Hasundutan dan Kejari Pematang Siantar.

"Bukan kuantitasnya yang dikejar, tapi kualitas dari perkara yang diusulkan untuk dihentikan penunututannya berdasarkan kriteria bahwa tersangka baru pertama kali melakukan tindak pidana, ancaman hukumannya dibawah 5 tahun dan kerugian yang ditimbulkan tidak lebih dari Rp2,5 juta. 

Yang paling penting adalah, ada perdamaian antara tersangka dan korban untuk menciptakan harmoni di tengah masyarakat," tegasnya.

Lebih lanjut Yos A Tarigan menyampaikan, bahwa Kajati Sumut selalu terdepan dan menekankan agar para Kajari dan Kasi Pidum serta jaksa yang menangani perkara benar=benar menggunakan hati nurani dalam menangani perkara yaitu mempelajari berkas perkara, menyidangkan bahkan sampai menuntut. 

"Dalam hal ini, jika menemukan perkara yang sesuai dengan Perja No 15 Tahun 2020 tentang Penghentian penuntutan berdasarkan RJ agar segera memproses dengan cepat dan membantu melakukan tahapan pertemuan antara korban dan tersangka serta keluarga, menerapkan kearifan lokal dan bila perlu menerapkan hukum adat yang berlaku di daerah tersebut," tegasnya. (ROBS)



Sebarkan:
Komentar

Berita Terkini