Pengembangan Transportasi Danau Toba, Suami Istri Penerima Ganti Rugi Dituntut 6,5 Tahun, Mantan Kakan BPN Toba 4 Tahun

Sebarkan:

 



Tim JPU saat membacakan tuntutan terhadap ketiga terdakwa secara bergantian. (MOL/ROBERT)



MEDAN | Daulat Napitupulu dan Lumongga Marsaulina Aruan, suami istri penerima ganti rugi lahan untuk pengembangan transportasi Danau Toba Tahun Anggaran 2017, Kamis (4/5/2023) di Cakra Utama Pengadilan Tipikor Medan dituntut agar dipidana 6,5 tahun penjara.


Selain itu, JPU pada Kejari Toba Samosir (Tobasa) Raden AS dan Dheo Michael Dwiky menuntut kedua terdakwa dengan pidana denda Rp200 juta subsidair (bila denda tidak dibayar maka diganti dengan kurungan) selama 3 bulan.


Di ruang sidang yang sama juga di hadapan majelis hakim diketuai Dahlan Tarigan, terdakwa lainnya Saut Simbolon (berkas terpisah) selaku mantan Kepala Kantor Badan Pertanahan Nasional (Kakan BPN) Kabupaten Toba dituntut 4 tahun penjara serta denda dan subsidair yang sama dengan kedua terdakwa suami istri tersebut.


Dari fakta-fakta terungkap di persidangan, ketiga terdakwa dinilai telah memenuhi unsur melakukan tindak pidana Pasal 2 Ayat (1) jo Pasal 18 UU Nomor 20 Tahun 2001 perubahan atas UU No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHPidana, sebagaimana dakwaan primair.


Yakni menyuruh, turut serta secara tanpa hak dan melawan hukum dengan maksud untuk memperkaya diri sendiri, orang lain atau korporasi yang mengakibatkan kerugian keuangan negara.


Hal memberatkan, perbuatan para terdakwa mendukung program pemerintah dalam pemberantasan tindak pidana korupsi. Sedangkan hal meringankan, imbuh Dheo, terdakwa belum pernah dihukum, mengakui dan menyesali perbuatannya.


UP


Hanya saja terdakwa Daulat Napitupulu dan istrinya, Lumongga Marsaulina Aruan yang dikenakan pidana tambahan membayar uang pengganti (UP) kerugian keuangan negara sebesar Rp2.997.060.000.


Dengan ketentuan, sebulan setelah perkaranya berkekuatan hukim tetap, JPU akanemyita kemudian melelang haeta benda terpidana. Bila juga nantinya tidak mencukupi menutupi UP tersebut maka diganti dengan 1 tahun penjara.



Majelis hakim diketuai Dahlan Tarigan. (MOL/ROBERTS)



Sebab fakta lainnya terungkap di persidangan, kedua terdakwa suami istri tersebut yang menerima ganti rugi lahan dan menikmati uang sewa lahan untuk pengembangan transportasi di Danau Toba.


Terdakwa Saut Simbolon didampingi tim penasihat hukumnya (PH) Burhan Sidabariba dan Olda Harianja maupun PH kedua terdakwa suami istri memohon waktu 10 hari untuk penyampaian nota pembelaan (pledoi)


Transportasi


Dalam dakwaan Raden AS dan Dheo Michael Dwiky menguraikan, tahun 2017 PT Dok Bahari Nusantara sebagai perusahaan penyedia jasa pembuatan kapal, mendapat pekerjaan untuk membuat kapal jenis roro guna melayani transportasi di sekitar wilayah Danau Toba, Provinsi Sumatera Utara (Sumut).


Perusahaan tersebut selanjutnya mencari lahan yang dapat dipergunakan (disewa) sebagai lokasi pembuatan dan dari hasil pencarian, ditetapkan bahwa lokasi yang cocok adalah lahan di Muara Sungai Asahan Desa Parparean II, Kecamatan Porsea, Kabupaten Toba.


Informasi dari Kepala Desa (Kades) Parparean II, Kecamatan Porsea, Kabupaten Toba  atas nama Tumbur Napitupulu (telah meninggal dunia), pemilik lahan dimaksud adalah terdakwa Daulat Napitupulu dengan menunjukkan bukti berupa Surat Keterangan Hak Milik (SKHM) di bawah tangan yang diterbitkan oleh Kades Parparean II tertanggal 26 Juli 2015, seluas 12.865 m2 (155 m2 x 83 m2).


"Sesungguhnya SKHM di bawah tangan tersebut merupakan rekayasa yang dilakukan oleh Daulat Napitupulu dengan cara meminta Kades Tumbur Napitupulu untuk mengeluarkan SKHM menyatakan seolah-olah pemilik lahan yang akan digunakan oleh PT Dok Bahari Nusantara," urai Dheo.


Padahal satu–satunya lembaga atau instansi yang dapat menyatakan terkait adanya suatu hak atas tanah terlebih hak milik adalah Badan Pertanahan Nasional (BPN).


Belakangan diketahui, dari batas-batas lahan sebagaimana dinyatakan dalam SKHM sebagaimana diperbuat oleh Kades Parparean II, Kecamatan Porsea bertentangan dengan Peraturan Presiden No 81 Tahun 2014 tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Danau Toba dan Sekitarnya dan Peraturan Menteri PUPR No 28/PRT/M/2015 tentang Penetapan Garis Sempadan Danau dan Sempadan Sungai.


Tidak ada kajian dan pengukuran terkait dengan batas-batas badan danau dari tanah yang di klaim sebagai milik Daulat Napitupulu.


Rencana pembangunan galangan kapal dibidani PT Dok Bahari Nusantara yang diproyeksikan sebagai pusat perawatan dan perbaikan berkala terhadap kapal maupun kapal-kapal lainnya untuk melayani rute penyeberangan di sekitar Danau Toba dan mendapatkan dukungan Pemerintah Pusat menjadikan Danau Toba sebagai salah satu Destinasi Pariwisata Super Prioritas. 


Tahun 2019 Kementerian Perhubungan RI melakukan penyusunan studi kelayakan melalui jasa pihak ketiga (konsultan) yakni PT Dok Bahari Nusantara untuk mencari lokasi yang tepat bagi menyusun dan membuat gambar teknis pembangunan / Detail Engineering Design.


Empat lokasi alternatif lokasi yakni Muara Sungai Asahan di Desa Parparean II, Kecamatan Porsea, Desa Pardamean, Kecamatan Ajibata, Pantai Wisata Long Beach, Desa Pardamean, Kecamatan Ajibata, dan dekat Bandara Sibisa, The Caldera Danau Toba Sigapiton, Kecamatan Ajibata, merupakan milik negara. (ROBERTS)








Sebarkan:
Komentar

Berita Terkini