Pengadilan Niaga Medan Nyatakan PT KUSS Badan Hukum RS Martha Friska Pailit

Sebarkan:

 


Foto ilustrasi. (MOL/Ist)



MEDAN | Pengadilan Niaga pada PN Medan, Selasa (28/3/2023) menyatakan PT Karya Utama Sehat Sejahtera (KUSS) sebagai badan hukum dari Rumah Sakit (RS) Martha Friska Medan dalam keadaan pailit.


Majelis hakim diketuai Abdul Kadir dalam amar putusannya antara lain menyatakan, PT KUSS berada dalam keadaan pailit dengan segala akibat hukumnya.


PT KUSS sepaku termohon pailit dinilai telah lalai melaksanakan kewajibannya, dalam Perjanjian Perdamaian yang telah ditetapkan tanggal 10 Oktober 2022 dan telah disahkan dalam Putusan Pengesahan Perdamaian No 4 / Pdt.Sus - PKPU / 2022 / PN.Niaga.Mdn, tanggal 20 Oktober 2022.


Sebelumnya, debitur berjanji akan berdamai atau melakukan pembayaran kepada kreditor pada Desember 2022, tapi hingga waktu yang ditentukan, ternyata debitur tidak melaksanakan itu.


"Sehingga pemohon mengajukan pembatalan perdamaian dan majelis hakim memutus permohonan tersebut dan menyatakan PT KUSS pailit," katanya.


Sementara itu, Gindo Nadapdap SH MH selaku kuasa hukum dari 28 pemohon pailit, eks karyawan atas nama Barita R Humala Sitanggang alias Barita RH Sitanggang dan Citra Hutauruk mengapresiasi putusan majelis hakim Pengadilan Niaga Medan.


"Kita mengapresiasi putusan majelis hakim, tapi kita sangat menyayangkan sikap PT KUSS yang tidak memiliki itikad baik membayar upah karyawan," katanya.


Dikatakan Gindo, mantan karyawan sebenarnya mengharapkan PT KUSS melaksanakan janji dalam homologasi yaitu tagihan upah. 


"Tapi karena PT KUSS tidak mau bayar, maka karyawan menuntut agar dibayarkan. Sekali lagi, pailit ini terjadi karena PT KUSS tidak punya itikad baik terhadap karyawan," tegasnya.


Lalai


Apresiasi serupa atas putusan majelis hakim Pengadilan Niaga Medan tersebut juga diungkapkan tim kuasa hukum pemohon pailit lainnya, Jonson David Sibarani. 


"Saya rasa itu sudah tepat. Karena PT KUSS telah lalai dalam menaati perdamaian/homologasi yang sudah dibuat. Tagihan yang kita ajukan adalah tagihan atas gaji/upah yang belum dibayar oleh PT KUSS kepada karyawan. 


Dan PT KUSS sudah mengakui soal tagihan itu. Dan di homologasi mereka berjanji akan membayarkan itu pada Desember 2022. Tapi kenyataannya, tidak dibayar hingga akhirnya kita mengajukan permohonan untuk pembatalan homologasi tersebut," urainya.


PT KUSS beralasan tidak mau membayar karena ada upaya kasasi dari kreditur lain, yaitu sesama eks karyawan. Tapi itu tidak menjadi alasan bagi kuasa hukum pemohon. Alasannya, tagihan kita adalah tagihan yang sudah diakui. Yang seharusnya, walau tanpa ada perkara PKPU itu pun, wajib hukumnya PT KUSS membayar. 


"Tapi mereka lagi-lagi beralasan ada kasasi. Lalu kita lihat ke legal standing. Dalam PKPU, yang bisa mengajukan kasasi itu siapa? Kan harusnya debitur sendiri atau pun kreditur konkuren. Sedangkan yang ajukan Kasasi itu kan kreditur preferen. Sudah pasti pengadilan/mahkamah agung menolak itu.


Jadi mau apa pun alasan PT KUSS, faktanya majelis hakim sepakat dengan permohonan kami. Permohonan kami dikabulkan. Berarti PT KUSS lalai.


Perkara dinaksud berawal dari perkara hubungan industrial antara para mantan pekerja dengan PT KUSS sebagai perusahaan yang mengelola RS Martha Friska medan. 


"Ketepatan kemarin itu ada sejumlah kreditur yang mengajukan PKPU terhadap PT KUSS. Lalu karena para klien kita yang merupakan mantan karyawan yang juga bermasalah terkait dengan hak-haknya, maka kami juga mengajukan tagihan ke dalam proses PKPU tersebut.


Namun anehnya pada saat itu terjadi perdamaian yang menurut kita tidak masuk akal. Tapi para kreditur yang punya hak suara, menerima perdamaian yang diajukan oleh PT KUSS. 


"Karena status kita adalah kreditur preferen yang tidak punya suara, sehingga mau tidak mau kita ya jalani saja homologasinya. Tapi anehnya homo lugas itu justru dilanggar oleh PT KUSS. Makanya kita ajukan permohonan pembatalan homologasi tersebut," pungkasnya.


Diuji di MA


Secara terpisah, Judika Manik selaku kuasa Hukum dari PT KUSS lewat sambungan telepon WhatsApp (WA) mengatakan, tidak setuju dengan putusan yang diberikan majelis hakim Pengadilan Niaga Medan tersebut dikarenakan ada putusan yang masih diuji di Mahkamah Agung (MA) RI.


"Artinya, masa' kita mengikuti putusan dari Pengadilan Niaga Medan, namun tidak mengikuti putusan paling tinggi, dalam hal ini MA RI dan belum ada putusan. Karena ada upaya yang masih diuji, kita menunggu itu.


Menurut kami sebagai kuasa hukum termohon pailit,  tidak mungkin kita membayar sesuatu yang belum putusannya belum berkekuatan hukum tetap," pungkasnya. (ROBS)






Sebarkan:
Komentar

Berita Terkini