Perkara Korupsi Rp6,4 M, Giliran Komut, Komisaris dan Chief Accounting PT BNC Nisel Dihadirkan

Sebarkan:

 


Komut PT BNC Arisman Zagoto (kiri) dan Direktur Turunan Gulo saat didengarkan keterangannya sebagai saksi. (MOL/ROBERTS)



MEDAN | Giliran 2 petinggi dan seorang staf PT Bumi Nisel Cerlang (BNC) dihadirkan dalam sidang lanjutan perkara korupsi senilai Rp6,4 miliar terkait pembelian lahan pengembangan sektor pariwisata di Kabupaten Nias Selatan (Nisel) TA 2014, Kamis petang (23/2/2023).


Pemeriksaan Komisaris Utama (Komut) PT BNC Arisman Zagoto, Komisaris Turunan Gulo dan Chief Accounting Susi Duha sebagai saksi berlangsung alot 2 jam lebih di Cakra 9 Pengadilan Tipikor Medan.


Baru 2 terdakwa yang sedang dimintai pertanggung jawaban hukumnya oleh tim JPU pada Kejari Nisel Raffles Devit Napitupulu dan Hironimus.


Yakni Martinus Telaumbanua selaku penjual tanah dan Bonar selaku Kepala Seksi (Kasi) Survei, Pengukuran dan Pemetaan pada Kantor Pertanahan Kabupaten Nisel dijadikan sebagai terdakwa.


Sedangkan Yulius Dakhi selaku Direktur PT BNC disebut-sebut paling memahami seputar pembelian lahan untuk pengembangan pariwisata di Kabupaten Nisel, belum bisa dimintai pertanggung jawaban hukumnya di hadapan majelis hakim diketuai Ahmad Sumardi. 


Dikarenakan sejak tahapan penyidikan, tidak diketahui lagi keberadaan Yulius Dakhi dan telah dimasukkan dalam Daftar Pencarian Orang (DPO).


"Iya. Saya memang Komut di PT BNC tapi Yulius Dakhi selaku Direktur di tahun 2014 bertindak One Man Show Yang Mulia," kata Arisman Zagoto yang duduk di sisi kiri Turunan Gulo saat dicecar anggota majelis hakim Rina Lestari Sembiring mengenai fungsi pengawasan saksi sebagai Komut.


Menurut pria berkacamata itu, setelah Rapat Umum pemegang Saham (RUPS) di PT BNC yang merupakan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) Kabupaten Nisel, di tahun 2014 otomatis penerimaan dan penggunaan dana penyertaan modal dari Pemkab Nisel dikendalikan sepenuhnya oleh Yulius Dakhi sebagai Direktur. 


Sementara sebelum RUPS, saksi dan Yulius Dakhi selaku Direktur PT BNC ikut bertanda tangan soal anggaran yang masuk maupun keluar.


Menurutnya, di tahun 2013 lahan yang dibeli Yulius Dakhi ada alas hak dari camat. Dia juga memerintahkan didaftarkan ke Badan Pertanahan Nasional (BPN) dan tidak boleh ada penambahan atau pengurangan pembelian lahan dari apa yang telah diputuskan. Di tahun 2014 tidak diketahui saksi bagaimana kesinambungannya.


Saksi Turunan Gulo menerangkan, dirinya dan petinggi di PT BNC secara tertulis sudah membuat Surat Peringatan kepada Yulius Dakhi.


Belakangan diketahui kalau lahan yang dibeli bermasalah karena tidak bisa dimasukkan dalam aset Pemkab Nisel. 


"Dalam RUPS juga Yulius Dakhi sudah menyampaikan permohonan maaf dan segala konsekuensinya dia yang tanggung," timpal Arisman Zagoto.


Temuan


Susi Duha selaku Chief Accounting di PT BNC yang pertama kali diperiksa menerangkan, mengetahui adanya temuan seputar pembelian lahan untuk pengembangan pariwisata di Kabupaten Nisel saat dia melakukan print out rekening koran. 



Susi Duha selaku Chief Accounting PT BNC juga ikut dimintai keterangannya sebagai saksi. (MOL/ROBERTS)



"Sempat Saya tanya ke pak Yulius (Dakhi). Katanya, dana pengembalian karena ada pembatalan pengalihan tanah," timpal Susi Duha menjawab pertanyaan ketua tim JPU Raffles Devit Napitupulu.


Tugas saksi sebagai Chief Accounting adalah mencatat apa yang ada di kwitansi kemudian diadministrasikan. Namun penggunaan uang yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kabupaten Nisel tersebut di tahun 2014, belum dimasukkan dalam laporan keuangan PT BNC.


Hal senada seputar pasca-RUPS di PT BNC, hanya Yulius Dakhi yang bertanda tangan pencairan dana penyertaan modal dari Pemkab Nisel.


"Ada 3 kali didrop sebesar Rp54 miliar. Saya ikut menemani pak Yulius ke Bank Sumut. Saya yang antre. Sesampai di teller, pak Yulius yang nertanda tangan pencairan dananya," tegasnya.


Pariwisata


Dalam dakwaan diuraikan, sebagai BUMD Pemkab Nisel, PT BNC secara bertahap mendapatkan dana penyertaan modal untuk pengembangan sektor pariwisata. Di antaranya pembelian lahan, pembangunan water park, perbaikan jalan dan fasilitas lainnya.


Di TA 2012 (Rp25 miliar), 2013 (Rp26 miliar), 2014 (Rp25 miliar), 2015 (Rp24 miliar). Sedangkan yang telah digelontorkan ke PT BNC sebesar Rp65 miliar. Namun penggunaan dana di TA 2014 tidak bisa dipertanggung jawabkan. Lahan yang telah dibeli tidak bisa dimasukkan dalam aset Pemkab Nisel.


Hasil audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan Sumut, kerugian keuangan negara ditimbulkan mencapai Rp6.400.234.750.


Kedua terdakwa dijerat dengan dakwaan Pasal 2 ayat (1) subs Pasal 3 jo Pasal 18 ayat (1), (2) dan (3) UU Nomor 20 Tahun 2001 perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. (ROBERTS)








Sebarkan:
Komentar

Berita Terkini