JAM Pidum Setujui Usulan Kejati Sumut Hentikan Penuntutan Aniaya Teman dan Ancam Ayah Kandung

Sebarkan:



Ekspos ketiga kasus diikuti secara daring oleh JAM Pidum dan Kajati Sumut Idianto. (MOL/Ist)



MEDAN | Jaksa Agung Muda Pidana Umum (JAM Pidum) Kejagung RI Dr Fadil Zumhana didampingi Direktur TP Oharda Agnes Triani, Selasa (8/11/2022) lewat ekspos secara daring dihadiri Kajati Sumut Idianto, akhirnya menyetujui penghentian penuntutan 3 kasus dari Kejaksaan Negeri (Kejari) dan  Cabang Kejaksaan Negeri (Cabjari).


Kasi Penkum Kejati Sumut Yos A Tarigan dalam pers rilisnya yang diterima siang tadi mengatakan,  ekspos ketiga kasus yang dihentikan penghentian penuntutannya lewat pendekatan keadilan restaratif atau Restorative Justice (RJ) berasal dari Kejari Labuhanbatu, Cabjari Deliserdang di Labuhan Deli dan Cabjari Tapanuli Utara (Taput) di Siborongborong.


Ekspos ketiga kasus secara daring Idianto didampingi Aspidum Arief Zahrulyani, Koordinator Bidang Pidum Gunawan Wisnu Murdiyanto, Kabag TU, para Kasi pada Aspidum Kejati Sumut.


Sedangkan JAM Pidum saat itu didampingi Direktur TP Oharda Agnes Triani.


Ketiga kasus tersebut yakni dari Cabjari Deliserdang di Labuhan Deli dengan tersangka Hendrik Simanjuntak alias Juntak disangkakan dengan Pasal 351 ayat (1) KUHPidana karena mencekik leher dan melempar temannya sendiri dengan gelas yang mengakibatkan luka robek di kepala. 


Kemudian dari Cabjari Taput di Siborongborong dengan tersangka Nehmolan Silaban melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHPidana, karena melakukan pemukulan terhadap temannya Jonni Silaban dan ibu korban Serlin Br Manalu hanya karena dinasehati agar tidak membuang sampah di dekat rumahnya.


Ketiga, dari Kejari Labuhanbatu dengan tersangka Jepri Kutara alias Jepri disangka melanggar Pasal 335 ayat (1) Ke-1 KUHPidana, karena mengancam akan membunuh ayah kandungnya sendiri dengan sebilah parang.


Lebih lanjut Yos A Tarigan menyampaikan, alasan pemberian penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif ini antara lain, telah dilaksanakan proses perdamaian di mana tersangka telah meminta maaf dan korban sudah memberikan permohonan maaf.


Tersangkanya belum pernah dihukum, tersangka baru pertama kali melakukan perbuatan pidana, ancaman pidana denda atau penjara tidak lebih dari 5 tahun, tersangka berjanji tidak akan lagi mengulangi perbuatannya.


"Proses perdamaian dilakukan secara sukarela dengan musyawarah untuk mufakat, tanpa tekanan, paksaan, dan intimidasi, tersangka dan korban setuju untuk tidak melanjutkan permasalahan ke persidangan karena tidak akan membawa manfaat yang lebih besar, antara tersangka dan korban juga saling kenal, bahkan ada yang berselisih dengan ayah kandungnya sendiri," papar Yos.


Penghentian penuntutan dengan pendekatan keadilan restoratif membuka ruang yang sah menurut hukum bagi pelaku dan korban secara bersama merumuskan penyelesaian permasalahan guna dilakukannya pemulihan keadaan ke keadaan semula.


Penerapan penghentian penuntutan sesuai dengan seruan Jaksa Agung yang dituangkan dalam Peraturan Jaksa Agung (Perja) No 15 Tahun 2020 tentang Penghentian Penuntutan dengan Pendekatan Keadilan Restoratif (Restorative Justice). 


Ekspos kasus juga diikuti masing-masing Kajari dan Kacabjari, seperti Kajari Labuhan Batu Furkon Syah Lubis, Kajari Deliserdang Dr Jabal Nur, Kacabjari Labuhan Deli Anggara Suryanegara dan Kacabjari Siborongborong Lamhot Heryanto Sagala serta para Kasi Pidum dan Jaksa Penuntut Umum (JPU). (ROBERTS)


Sebarkan:
Komentar

Berita Terkini