Tuntutan 3 Terdakwa Korupsi di UINSU dan Vonis Kades Sei Musam Ditunda, Ini Alasannya

Sebarkan:

  



Majelis hakim, JPU dan para terdakwa. (MOL/Ist)



MEDAN | Pembacaan tuntutan ketiga terdakwa korupsi Rp10,3 miliar 'Jilid II' di Universitas Islam Negeri Sumatera Utara (UINSU) TA 2018 dan vonis terhadap Kepala Desa (Kades) Sei Musam, Kecamatan Batang Serangan, Kabupaten Langkat, Jumat (27/5/2022) akhirnya ditunda.


Ketua majelis hakim Bambang Joko Winarno yang menggantikan sementara Immanuel Tarigan memang sempat membuka persidangan di Cakra 8 Pengadilan Tipikor Medan yang dihadiri ketiga terdakwa secara video teleconference (vicon).


Ketiga terdakwa yakni Rizki Anggraini selaku Ketua Kelompok Kerja (Pokja), Marudut sebagai Wakil Sah Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) serta Direktur PT Multikarya Bisnis Perkasa (MBP) Marhan Suaidi Hasibuan.


"Izin Yang Mulia, surat tuntutan para terdakwa belum siap. Mohon waktu. Senin depan Yang Mulia,"  kata JPU dari Kejati Sumut Desi Situmorang didampingi Junita Pasaribu.


Ketiga terdakwa dijerat dengan dakwaan primair, pidana Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana. 


Subsidair, Pasal 3 jo Pasal 18 Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana. 


Dilansir sebelumnya, pada persidangan korupsi 'Jilid I' akhir November 2021 lalu, baik mantan Rektor UINSU Saidurahman, PPK Syahruddin Siregar maupun Direktur Utama (Dirut) PT MBP Joni Siswoyo juga di Pengadilan Tipikor Medan, masing-masing dinyatakan terbukti bersalah terkait pembangunan Kampus Terpadu tersebut.


Walau ada penambahan waktu pelaksanaan pekerjaan namun sejumlah item tidak selesai dikerjakan rekanan alias mangkrak seperti pekerjaan lift, instalasi listrik, plafon dan lainnya serta terjadi kelebihan pembayaran.


Vonis


Sementara dalam perkara lain, pembacaan vonis mantan Kepala Desa (Kades) Sei Musam, Kecamatan Batang Serangan, Kabupaten Langkat tahun 2020, Natang Juhar (44) juga mengalami penundaan.


"Ditunda tadi. Salah seorang anggota majelisnya lagi cuti. Jumat depan dibacakan," kata JPU dari Kejari Langkat Aron Siahaan saat dihubungi lewat sambungan WhatsApp (WA), petang tadi.


Sementara 2 pekan lalu, Natang Juhar dituntut agar dipidana 5 tahun penjara dan denda Rp250 juta subsidair (bila denda tidak dibayar maka diganti dengan pidana) 3 bulan kurungan.


Selain itu, terdakwa Natang Juhar juga dikenakan pidana tambahan membayar uang pengganti (UP) kerugian keuangan negara sebesar Rp847.181.475. 


Dengan ketentuan sebulan setelah perkaranya berkekuatan hukum tetap, maka JPU menyita dan melelang harta benda terpidana. Bila juga nantinya tidak mencukupi, maka diganti dengan pidana 3,5 tahun penjara.


Terdakwa dituntut dengan pidana Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.


Yakni secara tanpa hak dan melawan hukum memperkaya diri sendiri, orang lain atau korporasi yang mengakibatkan kerugian keuangan negara.


DD dan ADD


JPU Aron Siahaan dalam dakwaannya menguraikan, desa yang dipimpin terdakwa mendapatkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes) tahun 2020 dana sebesar Rp1.831.377.200 bersumber dari Dana Desa (DD) dan Anggaran Dana Desa (ADD) terdiri atas beberapa kelompok masyarakat. Namun sejumlah item kegiatan tidak bisa dipertanggungjawabkan.


Laporah Hasil Penghitungan Kerugian Keuangan Negara diperkirakan mencapai Rp847.181.475. Dana dicairkan terdakwa namun tidak disalurkan sebagaimana telah ditetapkan dalam APBDes. (ROBERTS)





Sebarkan:
Komentar

Berita Terkini