PT Medan Ubah Vonis Oknum Kepsek SMPN 1 Dolok Silau Simalungun, Bagaimana dengan Bendaharanya?

Sebarkan:

 





Dokumen foto persidangan korupsi Harles Sianturi di Pengadilan Tipikor Medan. (ROBERTS/Ist)



MEDAN | Hakim Pengadilan Tinggi (PT) Medan akhirnya mengubah putusan majelis hakim pada Pengadilan Tipikor Medan atas nama terdakwa Harles Sianturi, oknum Kepala Sekolah (Kepsek) Sekolah Menengah Pertama Negeri (SMPN) 1 Dolok Silau, Kabupaten Simalungun. 


Dari hasil penelusuran riwayat perkara secara online (SIPP) PN Medan, Minggu petang (29/5/2022) yang diubah majelis hakim diketuai Poltak Sitorus didampingi anggota John Pantas Lumbantobing dan Tigor Samosir tertanggal 27 April 2022 adalah pidana dendanya. Posisi Harles Sianturi adalah terbanding.


Dari semula pidana denda Rp50 juta subsidair (bila denda tidak dibayar maka diganti dengan pidana) 6 bulan kurungan diubah menjadi Rp150 juta subsidair 3 bulan kurungan.


Sementara vonis majelis hakim diketuai Sarma Siregar, Senin malam (21/2/2021) di Cakra 4 Pengadilan Tipikor Medan, terdakwa dijatuhi pidana 3,5 tahun.


Warga Jalan Manggis III, Kelurahan Sitalasari, Kecamatan Siantar, Kabupaten Simalungun itu juga dihukum dengan pidana tambahan membayar uang Pengganti (UP) kerugian keuangan negara sebesar Rp214 juta.


Dengan ketentuan, sebulan setelah perkaranya berkekuatan hukum tetap, maka harta benda terpidana disita kemudian dilelang JPU. Bila nantinya juga tidak dapat menutupi UP, maka diganti dengan pidana 1 tahun penjara.


Dari fakta-fakta hukum terungkap di persidangan, terdakwa memang diyakini tidak terbukti melakukan tindak pidana korupsi Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 UU No 31 Tahun 1999 telah diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. 


Sebaliknya terdakwa Harles Sianturi diyakini terbukti bersalah melakukan tindak pidana Pasal 3 jo Pasal 18 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana dakwaan subsidair.


Yakni menyalahgunakan kewenangan untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau korporasi dan dapat merugikan keuangan negara sebesar Rp214 juta.


Di antaranya untuk pembelian rumah belajar serta alat berbasis komputer dilengkapi internet alias Informasi dan Teknologi (IT), tidak bisa dipertanggungjawabkan terdakwa.


Vonis yang dijatuhkan majelis hakim lebih ringan dari tuntutan JPU dari Kejari Simalungun. 


Sebab pada persidangan sebelumnya Asor Siagian menuntut terdakwa agar dipidana 5 tahun penjara dan denda Rp200 juta subsidair 6 bulan kurungan serta membayar UP kerugian keuangan negara Rp214 juta subsidair 2,5 tahun penjara. 


'Nasib' Bendahara


Dalam persidangan hakim Ketua Sarma Siregar mempertanyakan JPU soal 'nasib' Bendahara Dana BOS Afirmasi di SMPN 1 Dolok Silau, Kabupaten Simalungun.


Fakta terungkap di persidangan, terdakwa bersama-sama dengan bendahara mencairkan dana BOS-nya. "Bendaharanya dijadikan tersangka juga Pak jaksa?" cecarnya.


Sementara dalam dakwaan disebutkan, SMP yang dipimpin terdakwa ada memperoleh dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) Afirmasi Tahun Anggaran (TA) 2019 bersumber dari Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi Republik Indonesia.


Di antaranya untuk pembelian rumah belajar serta alat berbasis komputer dilengkapi internet alias IT belakangan tidak  bisa dipertanggungjawabkan Harles Sianturi. (ROBERTS)





Sebarkan:
Komentar

Berita Terkini