Wajah Petinggi Bank Sampoerna 'Merah Padam', Hakim: Itu Kata Saudara, Terdakwanya Masih Aktif di Cabang Medan

Sebarkan:



Jemmi Rampengan (ketiga dari kanan) saat didengarkan keterangannya sebagai saksi. (MOL/ROBS)



MEDAN | Perlahan tapi pasti, wajah Jemmi Rampengan, salah seorang petinggi di Kantor Pusat Bank Sahabat Sampoerna (BSS) tampak berangsur 'merah padam' ketika dihadirkan JPU dari Kejatisu sebagai saksi dalam perkara tindak pidana penggelapan dalam jabatan 2 mantan pejabat di BSS Cabang Medan.


Majelis hakim diketuai Denny Lumbantobing, Selasa petang (30/3/2021) di Cakra 9 PN Medan menyayangkan jawaban saksi selaku unsur pimpinan di BSS Kantor Pusat dan berulangkali kali mencecarnya. 


Di awal saksi menerangkan, setelah diaudit ternyata laporan kedua terdakwa tidak benar. Dana yang diterima (dari nasabah) tidak masuk ke perusahaan. Tidak tercatat di BSS Cabang Medan.


"Saat itu kan mereka (kedua terdakwa) masih aktif. Kecuali sudah dipecat, nah itu di luar tanggung jawab (BSS-red). Itu bukan karyawan kami. Jangan segampang itu. Anda yang salah menempatkan orang itu sebagai Kepala Cabang (terdakwa Jackson). Sebagai Kepala West Collection (terdakwa Firman Sidiek). Dan (saksi-red) tetap bertanggung jawab," tegas Denny Lumbantobing.


Denny pun memberikan semacam pencerahan ilmu hukum dengan contoh kasus perdata di Pasal 1367 antara lain ditegaskan, pertanggungjawaban seseorang atas kerugian disebabkan perbuatannya sendiri, tapi juga atas kerugian disebabkan perbuatan-perbuatan orang-orang yang menjadi tanggungannya.


Ketika seseorang menyuruh supir menjemput atau mengantar anak dan apes di perjalanan menabrak orang atau kendaraan orang lain. Dari perspektif hukumnya, orang yang menyuruh itu juga ikut bertanggungjawab.


"Iya Yang Mulia. Kami menyuruhnya (kedua terdakwa) menjalankan tugas-tugas dengan benar. Tapi kalau tidak benar artinya kita tidak bisa melakukan pembelaan seperti Yang Mulia sampaikan tadi," timpal Jemmi.


Spontan hakim ketua mengulangi perkataannya semula. "Tidak segampang itu. Tidak segampang itu. Tadi sudah Saya jelaskan seperti seorang (majikan-red) menyuruh supir menjemput anaknya dan menabrak (kendaraan orang lain). Bukan si supir tadi saja yang disalahkan. Si pemilik mobil juga. 


Dan mereka juga waktu itu masih (karyawan-red) aktif. Itu kata kamu. Kata hukum tidak begitu. Selama mereka masih aktif pegawai Bank Sampoerna, semua tindakannya mewakili Bank Sampoerna," tegas Denny untuk kesekian kalinya.


Blanko


Di bagian hakim anggota Mery Donna Pasaribu menyinggung keterangan sejumlah saksi yang telah didengarkan keterangannya pada persidangan lalu dan bertolak belakang dengan keterangan saksi Jemmi Rampengan. Seolah semua aktivitas kedua terdakwa berhubungan dengan para nasabah, di luar kepentingan bank swasta tersebut.


Fakta terungkap di persidangan, para nasabah berurusan di Kantor BSS Cabang Medan. Bukti pembayaran nasabah berupa blanko dan stempelnya milik BSS. Yang memvalidasi administrasinya juga terdakwa Jackson selaku pimpinan. Para nasabah yakin dengan program yang ditawarkan karena terdakwanya petinggi di BSS Cabang Medan. 


Dalam perkara ini, lanjutnya, bukan BSS yang dirugikan namun para nasabah sekaligus berpotensi akan melakukan upaya hukum mempidanakan maupun menggugat pihak bank ke pengadilan.


"Seakan-akan ini tidak resmi program Bank Sahabat Sampoerna. Debitur ini (4 orang yang turut dihadirkan sebagai saksi) juga tidak bodoh. Karena mereka juga ada akad kreditnya dengan Bank Sahabat Sampoerna. Ditawarkan program Ayda dan Anda pun mengakui ada program itu. Secara prosedur mereka (para debitur) sudah benar. Yang tidak benar di pihak banknya justru.


Semakin Anda membela diri, akan semakin menguatkan persepsi kami. Bank apa ini? Koq ada bank seperti ini? Bank seolah tidak mau pusing sementara orang menderita miliaran rupiah loh. Nanti setelah Anda keluar dari sidang coba pikirkan dengan baik (pertanggungjawaban terhadap para nasabahnya-red)," pungkas Mery Donna.


Ci San Sen (kiri), salah seorang nasabah BSS Cabang Medan yang mengaku turut menjadi korban. (MOL/ROBS)



Membengkak


Sementara menurut keempat debitur lainnya yang turut dihadirkan sebagai saksi yakni Lamidi Laidin,  Andri Rifandi, Darma Putra Rangkuti dan Ci San Sen, mereka berurusan di Kantor BSS Cabang Medan. 


Sampai sekarang nasib beberapa aset nasabah seperti Sertifikat Hak Milik (SHM) yang diagunkan ke BSS, tidak diketahui 'nasibnya'. Bahkan Ci San Sen sembari geleng-geleng kepala menerangkan tanggungannya ke BSS semula Rp2,5 miliar dan seolah ada pinjaman Rp500 juta lagi.


"Saya juga nggak ngerti koq bisa seperti ini? Bisa saja tunggakan Saya membengkak jadi Rp3 miliar Yang Mulia," pungkasnya. (ROBS)



Sebarkan:
Komentar

Berita Terkini