Waspada, Defisiansi Vitamin D Pada Bayi

Sebarkan:

Oleh: Dr. Siti Zahara Nasution.,MNS & Ns.Sovie Ramadhanty Silalahi S.Kep.



DI tengah meningkatnya perhatian masyarakat terhadap gizi dan tumbuh kembang anak, satu masalah kesehatan sering luput dari sorotan yakni defisiensi vitamin D pada bayi. 

Padahal, kondisi ini bukan sekadar kekurangan vitamin biasa, tetapi dapat memengaruhi tumbuh kembang tulang, sistem imun, hingga perkembangan otak si kecil.

Ironisnya, banyak orang tua mengira bahwa selama bayi mendapat ASI, susu formula, atau MPASI berkualitas, kebutuhan vitaminnya pasti tercukupi. Sayangnya, untuk vitamin D, asumsi ini tidak selalu benar. 

Kini, saat kita menyaksikan semakin banyak bayi mengalami keterlambatan tumbuh kembang atau keluhan kesehatan yang tak kasat mata, penting bagi orang tua untuk mewaspadai kondisi yang tampak sepele namun berdampak besar ini.

Mengapa Vitamin D Sangat Penting?

Vitamin D berperan besar dalam berbagai fungsi tubuh, terutama pada:

1. Pertumbuhan tulang

Vitamin D membantu penyerapan kalsium dan fosfor, mineral yang membentuk struktur tulang. Tanpanya, bayi berisiko mengalami: tulang rapuh, pembentukan kaki bengkok, dan pertumbuhan motorik yang lambat.

2. Sistem kekebalan tubuh

Vitamin D mendukung sistem imun dalam melawan infeksi. Defisiensinya membuat bayi lebih rentan mengalami infeksi saluran pernapasan, pilek berulang, maupun alergi.

3. Perkembangan otak

Beberapa studi menemukan hubungan antara kecukupan vitamin D dengan perkembangan kognitif pada anak. Dengan kata lain, vitamin D adalah nutrisi yang bekerja di balik banyak proses penting, walau sering kali tidak terlihat.

Mengapa Banyak Bayi Kekurangan Vitamin D? 

Pertanyaan ini sering muncul, “Jika Indonesia negara tropis, kenapa masih banyak bayi kekurangan vitamin D?”

Ada beberapa alasan utama:

1. Bayi jarang terkena sinar matahari

Banyak orang tua takut bayi kepanasan atau kulitnya terbakar. Padahal paparan matahari pagi yang tepat adalah sumber vitamin D alami yang paling efektif.

2. ASI rendah vitamin D

Meskipun ASI adalah nutrisi terbaik, kandungan vitamin D-nya memang rendah. Bayi yang hanya mengonsumsi ASI eksklusif tanpa tambahan sumber vitamin D berisiko mengalami defisiensi.

3. Perubahan gaya hidup

Bayi lebih sering berada di dalam rumah, ruangan ber-AC, stroller tertutup atau pakaian berlapis-lapis sehingga paparan sinar matahari semakin terbatas.

4. Kulit lebih gelap menyerap sinar matahari lebih sedikit Pigmen melanin pada kulit yang lebih gelap mengurangi efisiensi pembentukan vitamin D.

5. Ibu mengalami defisiensi saat hamil

Kondisi ibu turut memengaruhi kadar vitamin D bayi, terutama dalam 6 bulan pertama kehidupan.

Tanda-tanda bayi kekurangan Vitamin D

Defisiensi vitamin D sering tidak tampak jelas. Namun beberapa tanda berikut patut diwaspadai:

1. Pertumbuhan lambat atau berat badan sulit naik

2. Bayi mudah rewel

3. Keringat berlebih terutama saat tidur

4. Rambut rontok atau bentuk kepala datar akibat terlalu lama telentang

5. Keterlambatan duduk, merangkak, atau berdiri

6. Tulang tampak lunak atau bentuk kaki tidak simetris

7. Sering mengalami infeksi saluran napas.

Jika kondisi sudah berat, bisa berkembang menjadi rakhitis—penyakit pada tulang yang membuat tulang kaki menekuk atau tulang dada menonjol.

Bagaimana Cara Pencegahannya?

Kabar baiknya, defisiensi vitamin D sangat mudah dicegah. Orang tua dapat melakukan beberapa langkah berikut:

1. Paparan sinar matahari yang bijak

Paparan sinar matahari pagi antara pukul 07.00–09.00 selama 10–15 menit sudah membantu pembentukan vitamin D, tergantung warna kulit bayi dan tempat tinggal.

Gunakan pakaian yang tidak terlalu tebal dan hindari paparan langsung di bawah terik yang menyengat.

2. Perhatikan pola makan saat MPASI

Untuk bayi yang mulai makan, sumber vitamin D bisa diperoleh dari kuning telur, ikan berlemak seperti salmon atau sarden, hati ayam, produk susu yang diperkaya vitamin D.

3. Memperhatikan status vitamin D ibu

Ibu hamil dan menyusui perlu memerhatikan asupan vitamin D karena kadar mereka berdampak pada bayi.

4. Konsultasi dengan tenaga kesehatan

Pada kondisi tertentu, dokter dapat merekomendasikan suplementasi vitamin D sesuai kebutuhan masing-masing bayi.

Peran Orang Tua dan Tenaga Kesehatan

Defisiensi vitamin D bukan hanya persoalan nutrisi, tetapi persoalan kesadaran.

Peran orang tua sangat besar dalam memastikan bayi mendapat paparan sinar matahari yang cukup, gizi yang seimbang dan pemantauan pertumbuhan yang rutin.

Di sisi lain, tenaga kesehatan seperti dokter dan perawat memiliki tanggung jawab untuk:

1. memberikan edukasi tentang pentingnya vitamin D.

2. memantau pertumbuhan bayi secara teratur.

3. serta mengenali tanda-tanda awal defisiensi.

Bayi tidak mampu mengungkapkan apa yang ia rasakan. Di sinilah peran orang dewasa menjadi sangat vital sebagai pengamat, pencegah, dan pengambil keputusan.

Mengapa Kita Semua Harus Peduli?

Defisiensi vitamin D bukan hanya berdampak pada masa bayi, tetapi juga masa depan anak.

Kualitas tulang, kekuatan imun, hingga perkembangan motorik dan kecerdasan dapat dipengaruhi oleh kadar vitamin D pada awal kehidupan.

Negara dengan sinar matahari berlimpah seperti Indonesia seharusnya tidak memiliki angka defisiensi vitamin D yang tinggi. 

Namun kenyataan menunjukkan bahwa kurangnya edukasi dan kebiasaan hidup modern membuat hal sederhana seperti “berjemur di pagi hari” menjadi aktivitas yang jarang dilakukan.

Kita perlu kembali pada pola hidup sehat yang sesuai dengan kebutuhan biologis bayi, termasuk memberi kesempatan bayi menikmati sinar matahari pagi yang aman. 

Penulis adalah Akademisi Magister Keperawatan Universitas Sumatera Utara & Guru SMK Kesehatan.

Sebarkan:
Komentar

Berita Terkini