Ditolaknya Permohonan Prapid, Kuasa Hukum Rahmadi: Kita Siap Buka-bukaan di Pemeriksaan Pokok Perkara

Sebarkan:
Hakim tunggal Cipto Hosari Nababan saat membacakan putusan prapid dan Suhandri Umar Tarigan selaku kuasa hukum Rahmadi (insert). (MOL/ROBERTS)



MEDAN | Suhandri Umar Tarigan selaku kuasa hukum Rahmadi, menyatakan pihaknya siap buka-bukaan di tahap pemeriksaan pokok perkara, menyusul permohonan praperadilan kliennya (Rahmadi-red), Rabu (23/4/2025) di Cakra 5 PN Medan ditolak hakim tunggal, Cipto Hosari Nababan.

Di satu sisi Suhandri Umar Tarigan mengaku menghormati putusan hakim tunggal tersebut, walaupun pertimbangan hukumnya secara utuh belum mereka terima.

“Di sisi lain, kita merasa putusan ini tidak adil, karena pihak termohon tidak mampu menghadirkan satu pun saksi. Jadi bagaimana bisa diketahui proses penangkapan terhadap klien kami,” ujarnya.

Untuk itu pihaknya akan menyiapkan langkah hukum selanjutnya, termasuk menghadapi pokok perkara apabila kasus ini segera dilimpahkan ke pengadilan.

Lebih lanjut, Suhandri menyatakan pihaknya siap membeberkan semua bukti dalam pokok perkara untuk membantah tuduhan kepemilikan narkoba yang disangkakan termohon, dalam hal ini Diresnarkoba Polda Sumut.

“Kita akan buka-bukaan di pokok perkara kalau ditolak seperti ini, dan kita menunggu pelimpahan berkas klien kita,” pungkasnya.

Sementara hakim tunggal dalam amar putusannya menyatakan, menolak eksepsi termohon dan menyatakan permohonan praperadilan dari pemohon, tidak dapat diterima dan ditolak.

Menurut Cipto Hosari Nababan, Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) yang dikeluarkan termohon, bukanlah suatu keputusan. Melainkan pemberitahuan kepada termohon.  

Tidak Sah

Dalam perkara a quo, pemohon melalui tim kuasa hukumnya bukan hanya keberatan dengan dugaan praktik-praktik intimidasi dari termohon prapid, sebagaimana rekaman video yang sempat viral di media sosial (medsos)

Tapi juga terindikasi cacat formil sehubungan dengan alat bukti surat yang disampaikan termohon prapid melalui tim kuasa hukumnya dari Bidang hukum (Bidkum) Polda Sumut.

Bahkan Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Pelita Harapan dihadirkan pemohon, Rabu lalu (16/4/2025) sempat tersenyum dan tertawa kecil ketika termohon prapid menyebutkan SPDP, penangkapan, penggeledahan, penimbangan barang bukti di tanggal, jam dan menit yang sama.

“Menurut Saya kasus ini sepertinya dipaksakan. Bagaimana mungkin penangkapan, penggeledahan, penimbangan barang bukti di tanggal, jam dan menit yang sama? Waktu kan terus berjalan,” tegasnya di hadapan hakim tunggal Cipto Hosari Nababan.

Ahli juga berpendapat penetapan tersangka kepada pemohon, tidak sah. Seharusnya gelar perkara dulu baru penetapan seseorang menjadi tersangka. Ini justru terbalik. Penetapan tersangka di tanggal 3 Desember 2024, Surat Perintah Penyidikan (sprindiknya) di tanggal 6 Maret 2014. (ROBS)


Sebarkan:
Komentar

Berita Terkini