Pegawai PT Kejar Disebut dalam Perkara ‘Bobolnya’ Rp8,6 M di Bank Mega Medan

Sebarkan:




Ketua tim penasihat hukum terdakwa, Johannes M Turnip (kanan) saat menjawab pertanyaan wartawan seusai persidangan. (MOL/Mstr) 



MEDAN | Salah seorang pegawai pada PT Kelola Jasa Artha (Kejar) Irvan Rihza Pratama disebut turut terlibat dalam perkara ‘bobolnya’ keuangan Bank Mega Medan sebesar Rp8,6 miliar.

Hal itu terungkap dalam sudang lanjutan perkara penggelapan denhan terdamwa tunggal, Yenny, Supervisor di Bank Mega Medan, Senin (17/2/2025) di ruang Kartika PN Medan.

"Terkait saudara Irvan Rihza Pratama itu adalah pegawai atau karyawan dari PT Kejar sampai saat ini yang kami ketahui bahwa statusnya masih saksi. 

Di dalam berita acara pemeriksaan (BAP) yang kami lihat dan kami baca bahwa saudara Irvan ini seharusnya sudah bisa dinaikkan statusnya sebagai tersangka," ucap ketua tim penasihat hukum terdakwa, Johannes M Turnip seusai persidangan. 

Menurutnya, sudah memenuhi dua alat bukti permulaan yang cukup untuk menetapkan Irvan sebagai tersangka. Juga dikaitkan dengan keterangan saksi-saksi yang dihadirkan di persidangan. Irvan bersama sejumlah karyawan yang lainnya turut membantu untuk memuluskan pengambilan uang tersebut.

"Iya, kami menduga juga ada turut perbantuan yang diberikan PT Kejar, sehingga bisa memuluskan langkah dari terdakwa atau klien kami," ujarnya.

Fakta lainnya, kliennya (terdakwa Yenny-red) tidak memiliki kewenangan untuk menguasai uang yang menjadi kerugian Bank Mega yang katanya mencapai Rp8,6 miliar.

"Terkait persidangan ini perlu kita ketahui bersama, yang pertama, uang atau kerugian dari Bank Mega sendiri yang didakwakan, yaitu berada di bawah penguasaan PT Kejar. Tidak berada di bawah penguasaan terdakwa," katanya.

Kemudian, Peraturan Bank Indonesia dan Peraturan Dewan Gubernur Bank Indonesia menjelaskan bahwa harus adanya kesepakatan antara bank dengan PT Kejar yang mempunyai izin dari Bank Indonesia. 

"Itu harus ada perjanjian kerja sama secara tertulis. Jadi tidak boleh yang namanya surat perintah kerja, karena itu akhir dari perjanjian yang dibuat. Jadi, menurut kami ini adalah kesalahan yang fatal," ucapnya.

Pihaknya pun berharap kliennya bisa mendapatkan keadilan yang tepat dan sesuai porsi. Oleh karena itu, apa-apa yang didakwakan JPU terhadap kliennya harus dinyatakan tidak terbukti menurut hukum. 

"Karena kami merasa bahwa kami tahu sedang berhadapan dengan siapa. Menurut kami sekarang ini Pasal 374 KUHPidana terkait penggelapan dalam jabatan itu, tidak tepat. 

Yang kedua terkait Pasal TPPU yang didakwakan terhadap klien kami juga kami rasa tidak tepat dan tidak terbukti," urai Johannes.

Bongkar

Di bagian lain Johannes mengatakan, lermara yang menimpa kliennya harus menjadi perhatian publik, karena menyangkut keadilan warga negara. Pihaknya siap membongkar perkara penggelapan tersebut sampai ke akar-akarnya.

"Sehingga kasus ini memang sangat menarik dan saya mohon untuk diatensi bersama. Karena ini cerita tentang keadilan yang memang harus diungkap kebenarannya secara terang benderang," tuturnya.

Mengenai permintaan JPU pada Kejaksaan Negeri (Kejari) Belawan dimotori Bastian Sibombing bjsa dihadirkan di persidangan PN Medan di Belawan dikarenakan hambatan (sinyal lewat Zoom-red), imbuhnya, tidak ada diberitahukan kepada mereka selaku tim PH terdakwa.

PT Kejar

Sementara dalam dakwaan diuraikan, perkara tersebut melibatkan manipulasi transaksi yang dilakukan pada Mei dan Juni 2024 untuk kepentingan pribadi terdakwa Yenny, yang memanfaatkan wewenangnya dalam pengelolaan dana perusahaan.

Yenny menginstruksikan orang di PT Kejar untuk mengirimkan uang sebesar Rp350 juta yang seharusnya digunakan untuk transaksi antar-bank, namun tidak disertai dengan tanda terima resmi sesuai prosedur.

Uang tersebut diterima oleh Maria Ladys, Kepala Teller Bank Artha Graha Cabang Medan Pemuda.

Pada 22 Mei 2024, terdakwa kembali melakukan instruksi pengiriman dana sebesar Rp250 juta yang seharusnya digunakan untuk transaksi yang sah, namun alih-alih menggunakan dana tersebut untuk kepentingan bank, Yenny mentransfernya ke rekening anaknya, Jimmy Tantriyadi, yang kemudian mengembalikannya melalui Allo Bank tanpa prosedur sebagaimana semestinya. (ROBS)



Sebarkan:
Komentar

Berita Terkini