MEDAN | Elman Zebua alias Ama Wilsen, warga Orahili Tumori, Gunungsitoli akhirnya berdamai sekaligus rujuk kembali dengan istri, Leniria Waruwu alias Ina Wilsen yang sebelumnya Elman Zebua menganiaya istrinya karena terbakar ‘api cemburu’.
Penghentian penuntutan tersangka Elman Zebua alias Ama Wilsen pun dihentikan lewat pendekatan Keadilan Restoratif atau Restorative Justice (RJ), setelah Kepala Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara (Kajati Sumut) Idianto diwakili Wakajati Rudy Irmawan mengekspos perkaranya secara virtual kepada JAM Pidum Kejagung RI Prof Dr Asep Nana Mulyana yang diwakili Direktur TP Oharda Nanang Ibrahim Soleh didampingi para Koordinator dan Kasubdit, Selasa (10/9/2024).
Rudy Irmawan saat itu didampingi Aspidum Imanuel Rudy Pailang, Kajari Gunungsitoli Parada Situmorang, Kajari Tanjungbalai Yuliyati Ningsih serta para Kasi pada Aspidum Kejati di ruang Vicon lantai 2 Kantor Kejati Sumut, Jalan AH Nasution Medan.
Kajati melalui salah seorang Koordinator Bidang Intelijen Yis A Tarigan mengatakan, awalnya Elman Zebua pulang ke rumah dan kemudian membersihkan diri atau mandi. Tersangka tiba-tiba menuduh saksi korban telah selingkuh dan diguna-guna orang hingga mengakibatkan tersangka emosi.
Tersangka tiba-tiba menarik rambut saksi korban dengan kedua tangan dan membantingkan kepala saksi korban ke arah dinding rumah sehingga mengakibatkan bagian kening saksi korban mengalami luka lebam dan karena takut saksi korban kemudian lari ke arah rumah tetangganya.
Satu jam kemudian, saksi korban kembali ke rumah untuk melihat kondisi tersangka apakah sudah tenang, namun tersangka kembali memukul saksi korban dengan cara meninju bagian kepala saksi berkali-kali dengan kedua tangan tersangka.
Karena merasa takut serta merasa sakit saksi korban pun kembali lari keluar rumah dan menemui perangkat Desa Orahili Tumori, Kecamatan Gunungsitoli Barat, Kota Gunungsitoli dan meminta mendampingi saksi korban untuk melaporkan kejadian tersebut pada pihak kepolisian, tersangka pun diamankan dan ditahan.
Tersangka sebelumnya dijerat dengan Pasal 44 ayat (1) Jo Pasal 5 huruf a UU Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT).
Pada saat dilakukan mediasi pertengahan Agustus 2024 lalu oleh JPU dari Kejari Gunungsitoli, saksi korban (istri tersangka) menyampaikan bahwa luka yang dideritanya sudah sembuh dan sudah dapat melakukan aktivitas sehari-hari.
Tersangka (suami korban) akhirnya dipertemukan dengan istri dan tersangka mengakui bahwa perbuatan yang dilakukan adalah karena emosi sesaat dan karena cemburu kepada korban dan mencurigai korban telah selingkuh. Suami dan isteri ini akhirnya berdamai dan rujuk kembali demi 3 buah hati mereka.
Lebih lanjut menurut Yos, yang diekspos pada hari tersebut dan disetujui untuk dihentikan dengan pendekatan humanis ada 4 perkara.
Ketiga perkara lainnya yang diajukan dan juga disetujui yakni berasal dari Kejaksaan Negeri (Kejari) Pematangsiantar atas nama tersangka Hendra Pratama Napitu, melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHPidana.
"Perkara dari Kejari Tanjungbalai atas nama tersangka Rapael Bernard melanggar Pasal 310 ayat (3) UU Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan serta dari Kejari Binjai atas nama tersangka Adi Saputra melanggar Pasal 480 Ayat (1) KUHPidana," kata Yos A Tarigan.
Harmoni
Mantan Kasi Penkum Kejati Sumut ini menyampaikan bahwa 4 perkara yang diajukan dan disetujui untuk dihentikan dengan menerapkan Perja No 15 Tahun 2020 tentang Penghentian Penuntutan dengan Pendekatan Keadilan Restoratif yang lebih melihat kepada esensi perkaranya.
Seperti perkara penganiayaan yang dilakukan suami terhadap istrinya di Gunungsitoli. Esensi yang menjadi perhatian JPU adalah tersangka merupakan kepala keluarga dan ayah dari 3 orang anak, di mana tersangkalah saat ini bertanggung jawab terhadap kebutuhan istri dan anak-anaknya.
"Proses penghentian penuntutan 4 perkara ini telah melalui beberapa tahapan dengan syarat tersangka baru pertama kali melakukan tindak pidana, ancaman hukumannya tidak lebih dari 5 tahun dan kerugian yang ditimbulkan tidak lebih dari Rp2,5 juta. Kemudian antara tersangka dan korban telah berdamai dan tersangka berjanji tidak akan mengulangi perbuatannya," papar Yos A Tarigan.
Dengan adanya perdamaian antara tersangka dan korban serta disaksikan tokoh masyarakat, keluarga kedua belah pihak, penyidik dari Kepolisian serta JPU perkaranya telah mengembalikan keadaan ke semula dan terciptanya harmoni di tengah-tengah masyarakat. (ROBS)