MEDAN | Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara (Kejati Sumut), Rabu (25/9/2024) kembali menghentikan penuntutan perkara-perkara humanis lewat pendekatan Keadilan Restoratif atau Restorative Justice (RJ).
Penghentian penuntutan tersangka atas nama Susanti Siahaan, setelah Kepala Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sumut didampingi Wakajati Rudy Irmawan didampingi Aspidum Imanuel Rudy Pailang, para Koordinator dan Kasubdit mengekspos perkaranya dari Ruang Vicon lantai 2 Kantor Jalan AH Nasution Medan kepada JAM Pidum Prof Asep Nana Mulyana.
Prof Asep Nana Mulyana saat itu didampingi Direktur TP Oharda Nanang Ibrahim Soleh.
Kajati melalui Kasi Penkum Adre Wanda Ginting lebih lanjut mengatakan, berawal dari selisih paham di dunia maya atau media sosial (medsos), tersangka Susanti Siahaan dan saksi korban Elisabet Simanjuntak, sama-sama warga Balige, Kabupaten Toba berselisih pendapat dan berlanjut di dunia nyata.
Jelang akhir bulan Mei 2024 lalu, sekira pukul 07.30 WIB di Jalan SM Raja, Kelurahan Napitupulu Bagasan, Kecamatan Balige, Kabupaten Toba tepatnya di depan Toko UD Djojor, telah terjadi penganiayaan yang dilakukan oleh tersangka Susanti Siahaan.
Peristiwa penganiayaan tersebut bermula dari perselisihan antara Tersangka dan Korban di medsos hingga berujung pada saat tersangka yang sedang mengendarai sepeda motor melintas di depan korban sambil berkata, ‘Rojan’ (dalam bahasa Batak adalah umpatan atau ejekan yang kasar artinya wanita tak beres-red).
“Mendengar umpatan tersebut, Korban pun membalas dengan ucapan yang sama kepada Tersangka. Lalu tersangka menghampiri korban hingga terjadi pertengkaran mulut. Tersangka kemudian memukul dan melemparkan kunci sepeda motor ke bagian pelipis mata sebelah kiri korban.
Dilanjutkan dengan menjambak rambut dan mencakar kepala korban, hingga kemudian antara korban dan tersangka saling adu kekerasan. Masyarakat setempat melerai dan keduanya kemudian saling lapor,” urai Adre.
Korban melapor ke Polsek Balige sedangkan Tersangka melapor ke Polres Toba. Saat berkas perkara sampai ke tangan jaksa pada Kejaksaan Negeri Toba Samosir (Kejari Tobasa), digagaslah proses mediasi, baik tersangka dan korban akhirnya saling memaafkan dan sudah mencabut laporan atas peristiwa tersebut. Tersangka semula dijerat Pasal 351 Ayat (1) KUHPidana.
Nisel
Perkara humanis lainnya dihentikan penuntutannya lewat pendekatan Perja No 15 Tahun 2020 tentang Penghentian Penuntutan dengan Pendekatan RJ, sambung mantan Kasi Intel Kejari Binjai itu, berasal dari Kejari Nias Selatan (Nisel) atas nama tersangka Sendirian Ndruru melanggar Pasal 44 Ayat (1) Jo Pasal 5 huruf a UU No 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT).
“Pendekatan humanis artinya, antara tersangka dan korban sudah bersepakat untuk berdamai dan menghentikan penuntutan perkaranya tidak sampai ke Pengadilan. Dengan dilakukannya penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif, lanjut Adre, telah membuka ruang yang sah antara tersangka dan korban untuk mengembalikan keadaan ke semula.
Di mana, tersangka berjanji tidak akan mengulangi perbuatannya lagi. Proses penghentian penuntutan ini dilakukan secara berjenjang setelah memenuhi persyaratan utama seperti tersangka baru pertama kali melakukan tindak pidana, ancaman hukumannya tidak lebih dari lima tahun dan kerugian yang ditimbulkan tidak lebih dari Rp5 juta, tersangka dan korban ada kesepakatan untuk berdamai.
Bahwa proses perdamaian antara tersangka dan korban juga disaksikan keluarga kedua belah pihak, penyidik dari kepolisian, tokoh masyarakat dan jaksa yang menangani perkaranya. Perdamaian juga telah menciptakan harmoni di tengah-tengah masyarakat dan keadaannya dikembalikan seperti semula,” pungkasnya. (ROBS)