Gugatan Tidak Diterima PTUN, PT Gading Bhakti Ajukan Banding

Sebarkan:

Renee Amelia Pratiwi SH foto bersama tim kuasa hukum PT Gading Bhakti.

MEDAN | Kuasa hukum PT Gading Bhakti mengajukan banding setelah Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Banda Aceh melalui e-Court Jumat (21/6) pada amar putusan dalam Perkara Nomor : 3/G/2024/PTUN.BNA yang menyebutkan bahwa gugatan Penggugat tidak dapat diterima.

Adapun  Majelis Hakim yang memeriksa dan mengadili perkara yaitu Edi Sapta Suharza SH, MH., selaku Hakim Ketua, Rizki Ananda SH, MH dan Adillah Rahman S.H., MH, masing-masing sebagai Hakim Anggota.

Renee Amelia Pratiwi SH dari Kantor Hukum Zulkifli Nasution selaku kuasa hukum PT Gading Bhakti kepada wartawan di Medan, Selasa (25/6) menyebutkan, putusan dari PTUN Banda Aceh putusan tersebut telah menimbulkan kerugian besar bagi penggugat (PT Gading Bhakti)  karena diduga majelis hakim tidak memahami tujuan Dismissal Proses/sidang persiapan sehingga pihaknya mengajukan banding.

"Dalam perkara gugatan ini telah melewati Dismissal Proses/sidang persiapan yang dilaksanakan pada 5 Februari 2024 sidang Dismissal Proses/Sidang Persiapan pertama yaitu pemeriksaan gugatan dan dilanjutkan perbaikan Gugatan pada Sidang Dismissal Proses  kedua pada  19 Februari 2024. Pada sidang kedua tersebut menyatakan Gugatan Penggugat telah memenuhi syarat ketentuan Pasal 1 angka (9) dan angka (12) Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara, telah memenuhi syarat menjadi objek sengketa di Pengadilan Tata Usaha Negara dan dilanjutkan pemeriksaan pokok perkara, sedangkan tujuan Dismissal Proses adalah kewenangan Ketua Pengadilan (PTUN) yang diberikan oleh Undang-Undang untuk menyeleksi perkara-perkara yamg dianggap tidak layak untuk disidangkan oleh Majelis Hakim dan menghindarkan bila perkara yang disidangkan akan membuang-buang waktu, tenaga dan biaya, sejalan dengan Asas Peradilan Sederhana, Cepat dan Biaya Ringan sebagaimana diatur dalam pasal 2 ayat 4 Undang-Undang Nomor 45 tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman," tegas Renee Amelia Pratiwi yang saat itu didampingi Irvan Fadli Lubis SH dan Kharistra Titan Qurrahman SH.

Renne melanjutkan, dengan  demikian Putusan Majelis Hakim yang memutus perkara Gugatan Penggugat PT.Gading Bhakti yang bersifat eksepsional dengan amar putusan gugatan tidak dapat diterima telah dapat dikualifikasi tidak konsisten dengan Dismissal Proses / Sidang Persiapan dan telah mengabaikan Asas Peradilan Sederhana, Cepat dan Biaya Ringan.

Renee mengungkapkan, bahwa penggugat PT.Gading Bhakti mengajukan Gugatan terhadap Pejabat Bupati Aceh Barat yang telah menerbitkan Surat Nomor 591.3/ tanggal 27 Januari 2023 tentang Surat Permohonan Rekomendasi Penetapan Tanah Terlantar Pemerintah Kabupaten Aceh Barat, di areal HGU PT.Gading Bhakti  tanpa sepengetahuan penggugat, dimana tanpa adanya izin dari penggugat, Pejabat Bupati dan jajarannya telah melakukan survey, inventarisasi dan menetapkan areal HGU PT.Gading Bhakti seluas 426 Ha yang telah diusahai sejak tahun 2002 sebagai lahan terlantar.

"Dalam pemeriksaan persidangan pokok perkara telah dapat dibuktikan PT.Gading Bhakti memiliki Sertifikat Hak Guna Usaha, Amdal, UKL/UPL, dan Izin Usaha Perkebunan serta Nomor Induk Berusaha (NIB) yang semuanya masih aktif dan berlaku. Di areal perkebunan tersebut masih berdiri tegak Pohon Kelapa Sawit yang sampai saat ini masih produktif. Terbitnya Surat Pejabat Bupati Nomor 591.3/ tanggal 27 Januari 2023 tentang Surat Permohonan Rekomendasi Penetapan Tanah Terlantar Pemerintah Kabupaten Aceh Barat telah menimbulkan terjadinya Akibat Hukum berupa Gangguan Usaha Penggugat untuk pemanen buah Kelapa Sawit dilahan Hak Guna Usaha milik Penggugat yaitu dengan melakukan penghadangan terhadap karyawan yang dilakukan oleh masyarakat dengan berpedoman Surat Pejabat Bupati Nomor 591.3/, tanggal 27 Januari 2023 dan memberhentikan alat berat (beco) milik PT.Gading Bhakti yang sedang melakukan kegiatan pembersihan di areal perkebunan serta melarang karyawan PT.Gading Bhakti  untuk memanen buah kelapa sawit dan telah melakukan penutupan jalan masuk areal perkebunan serta pemagaran kawat berduri didalam areal perkebunan milik PT. Gading Bhakti," terang Renee.

Renee menambahkan,  Surat Pejabat Bupati Nomor 591.3/ tentang Surat Permohonan Rekomendasi Penetapan Tanah Terlantar Pemerintah Kabupaten Aceh Barat tidak sesuai prosedur serta bukan merupakan kewenangannya dan bertentangan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2021 tentang Penertiban Kawasan dan Tanah Telantar sebagaimana jawaban dari Surat Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional yaitu Permohonan Rekomendasi Penetapan Tanah Terlantar diajukan melalui Kantor Pertanahan untuk ditindaklanjuti dengan inventarisasi, dan selanjutnya dilakukan penertiban tanah terlantar serta diusulkan penetapannya oleh Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional, sehingga sudah sangat jelas Surat Pejabat Bupati Aceh Barat tersebut tidak sesuai prosedur dan bukan kewenangannya karena permohonan tanah terindikasi terlantar tersebut harus melalui Kantor Badan Pertanahan Nasional dan setelah itu BPN baru mengusulkan ke Kementerian ATR/BPN  setelah melalui proses tahapan-tahapan sebagaimana yang diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2021;
Bahwa dalam persidangan pokok perkara Majelis Hakim telah meminta kepada Penggugat PT.Gading Bhakti untuk membayar biaya Pemeriksaan Setempat dan pada tanggal 17 April 2024 Penggugat PT.Gading Nhakti melalui Kuasa Hukumnya telah membayar biaya Pemeriksaan Setempat sejumlah Rp. 19.990.000,- ( sembilan belas juta sembilan ratus sembilan puluh ribu rupiah) dengan tujuan Pemeriksaan Setempat untuk membuktikan dilahan areal HGU telah diterlantarkan atau tidak, akan tetapi Pemeriksaan Setempat (PS) tersebut tidak dilaksanakan oleh Majelis Hakim Perkara Nomor 3/G/2024/PTUN.BNA.

"Dengan demikian perlu dipertanyakan kepada Majelis Hakim apakah tidak memahami jalannya proses persidangan, di mana PTUN Banda Aceh yang dalam memberikan putusannya dinilai tidak konsisten dengan Dismisal Proses yang merupakan produk hukum PTUN Banda Aceh tersebut serta mengabaikan Fakta-Fakta Hukum yang telah menimbulkan Akibat Hukum bagi Penggugat dengan terbitnya Surat Pejabat Bupati Nomor 591.3/ tanggal 27 Januari 2023 tentang Surat Permohonan Rekomendasi Penetapan Tanah Terlantar Pemerintah Kabupaten Aceh Barat serta mengabaikan Asas Peradilan Sederhana, Cepat dan Biaya Ringan.

"Kami selaku Kuasa Hukum Penggugat  PT.GADING BHAKTI dari Kantor Hukum Zulkifli Nasution, Andre Nasution & Rekan menyatakan danding atas putusan tersebut dan sudah mengajukan gugatan banding atas putusan PTUN Banda Aceh," pungkas Renee. (ka)

Sebarkan:
Komentar

Berita Terkini