PH Keluarga Anak Korban Pembunuhan Akan Laporkan Hakim, Humas PN Lubukpakam: Sesuai Hukum Acara

Sebarkan:




Novita Sitorus (kedua dari kanan), rekannya Joice Novelin Ranafida (kanan) dan kedua keluarga korban anak. (MOL/ROBERTS)




MEDAN | Gak terima dengan perlakuan Hendrawan Nainggolan, hakim ketua yang menyidangkan perkara pembunuhan terhadap APA dengan terdakwa Pd (sama-sama anak di bawah umur-red), Novita Sitorus selaku penasihat hukum (PH) keluarga korban menyebutkan, akan melaporkan kasusnya ke Badan Pengawas (Bawas).


Hal itu ditegaskan Novita Sitorus beberapa saat sebelum mengikuti sidang perkara lain di PN Kelas I-A Khusus Medan, Kamis (21/3/2024).


“Sebelumnya aku gak tahu nama bapak itu. Saya sempat masuk dan duduk manis di ruangan sidang, Selasa (19/3/2024) di PN Lubukpakam yang bersidang di Labuhandeli.


Langsung nanya ke Saya. Siapa? Kubilang, Saya PH dan keluarga dari korban anak. Terus anggota keluarga lainnya juga sempat masuk dan disuruh (Hendrawan Nainggolan) juga keluar. Nanti (masuk ke ruangan sidang) kalau sudah dipanggil. Keluar. Keluar aja PH-nya, ini sidang tertutup,” katanya menirukan ucapan hakim ketua.


Advokat dari Kantor Hukum Mutiara Keadilan itu pun sempat menanyakan kenapa dirinya gak diperbolehkan berada di ruangan sidang dan Novita Sitorus pun keluar. “Karena sebagai manusia yang perlu juga dihormati, profesi Saya juga mulia, Saya keluar mengambil surat kuasa, kartu Berita Acara Sumpah (BAS) Advokat , Kartu Tanda Pengenal Advokat (KTPA) dari dalam tas yang Saya titip ke keponakan di luar ruangan sidang.


Saya ketuk pintu dan menunjukkan surat kuasa dan lainnya ke meja majelis hakim tapi dia tetap menolak. Bahkan dengan arogannya ngomong, keluar aja. Kenapa rupanya pak hakim? Ya kamu mau duduk di mana? Saya kan gak minta duduk sebagai PH di situ. Masa Saya gak bisa kasih support moril ke ibu korban yang jadi saksi saat itu?” urainya saat berdialog dengan hakim ketua.


Di bagian lain, advokat berparas jelita itu menambahkan, sebelum berangkat ke pengadilan, ibu korban yang disapanya: inang uda (tante) sempat lemas dan dia yang memberikan motivasi, harus tegar mengikuti persidangan. Selain itu, anggota keluarga lain juga sangat kepingin mengikuti persidangan tersebut.


“Kami yang sudah disumpah di Pengadilan Tinggi, atas sikap tersebut sebagai advokat kami merasa profesi kami telah terzolimi. Dengan kehadiran Saya di situ bukan apa-apa. Supaya bisa menerangkan kepada klien kami. Bagaimana dengan hasil autopsi, dan seterusnya. Biar keluarga korban tahu gimana kejadian sebenarnya.


Saya akan menyurati Komisi Yudisial (KY) agar mengawal persidangannya. Juga akan melaporkan kasusnya ke Badan Pengawas (Bawas) PT Medan dan Mahkamah Agung RI,” tegas Novita.


Langkah dimaksud juga mendapat support dari rekannya sesama advokat, Joice Novelin Ranafida. “Langkah itu menurut Saya sudah tepat. Harus jelas apa alasan hakim menolak kehadirannya. Kepentingan JPU memang sudah diwakilkan kepada JPU. Tapi itu kan proses beracara. Terkadang keterikatan hubungan emosional itu antara klien sebagai pemberi kuasa dengan PH selaku penerima kuasa.


Satu lagi, kehadiran Novita di persidangan bukan sekadar PH tapi juga keluarga korban dan yang mendorong perkara kematian anak korban APA diproses higgga ke pengadilan. Langkah dimaksud menurut Saya sudah tepat. Agar peristiwa serupa tidak terulang lagi. Cukuplah rekan Saya ini yang mengalaminya,” pungkas Joice.


Hukum Acara 


Secara terpisah, Humas PN Kelas I-A Lubukpakam Simon CP Sitorus saat dikonfirmasi wartawan via sambungan telepon WhatsApp (WA) mengatakan, kasus tidak diizinkannya PH keluarga korban atas nama anak APA, sesuai dengan amanat Kitab Undang Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).


Pada Pasal 153 Ayat (3) Kitab KUHAP antara lain disebutkan, untuk keperluan pemeriksaan, hakim ketua sidang membuka sidang dan menyatakan terbuka untuk umum kecuali dalam perkara mengenai kesusilaan atau terdakwanya anak.


“Demikian halnya dalam Pasal 23 Ayat (2) UU Nomor 11 Taun Tahun 2012 tentang Sistem Pidana Peradilan Anak (SPPA). Disebutkan, dalam setiap tingkat pemeriksaan, anak korban atau anak saksi wajib didampingi oleh orang tua dan / atau orang yang dipercaya oleh anak korban dan / atau anak saksi, atau pekerja sosial,” kata Simon CP Sitorus. (ROBERTS)






Sebarkan:
Komentar

Berita Terkini