Notaris Didakwa Gelapkan Rp247 Juta, Kok Malah Saksi Korban Diuber Manipulasi Pajak?

Sebarkan:



Budi Pranowo (atas) dan saksi korban Sukin Wijoyo saat didengatkan keterangannya di PN Medan. (MOL/ROBERTS)




MEDAN | Sidang perdana perkara penggelapan uang Rp247 juta dengan terdakwa notaris Nomi Mutiaridha, 45, Rabu (28/2/2024) di Cakra 6 PN Medan menyita perhatian puluhan warga pengunjung sidang yang didominasi kerabat terdakwa.


Usai membacakan surat dakwaan, majelis hakim kemudian mempersilahkan JPU pada Kejaksaan Negeri (Kejari) Medan AP Frianto menghadirkan 2 saksi dikarenakan tim penasihat hukum (PH) terdakwa tidak mengajukan nota keberatan (eksepsi).


Saksi pertama didengarkan keterangannya adalah Budi Pranowo, adik dari saksi korban (almarhum) Handoko Wiweko, selaku penjual rumah yang terletak di Jalan Melati Putih, Blok D, Perumahan Griya Riatur, Kota Medan.


“Tahu (soal transferan uang kepada terdakwa). Bapak Saya juga ada cerita. Ada 3 kali transferan.

Ibu Saya (Hj Andriayati) yang disuruh transfer total Rp62.500.000  (ke rekening terdakwa). Waktu itu Saya dan ibu Saya lagi di mobil. Saya lihat bukti transfernya.


Ayah Saya juga pernah cerita kenapa pengurusan Pembayaran Pajak Penghasilan (PPh) dan Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) sudah begitu lama tapi gak selesai-selesai,“ timpak saksi menjawab pertanyaan majelis hakim diketuai Oloan Silalahi maupun tim PH terdakwa


Di bagian lain Budi Pranowo menegaskan adanya Surat Pernyataan dari terdakwa tertanggal 19 Nov 2020, akan mengembalikan uang (kepada pihak penjual maupun pembeli). Tapi sampai perkaranya disidangkan, uang untuk pengurusan PPh dan BPHTB tidak juga dikembalikan Nomi Mutiaridha.


Manipulasi


Usai istirahat makan siang, Oloan Silalahi kembali melanjutkan persidangan untuk mendengarkan saksi korban pembeli rumah, Sukin Wijoyo. Suasana sidang mulai menghangat. 


Pria lanjut usia itu malah dicecar majelis hakim maupun tim PH terdakwa soal berapa sebenarnya nilai jual beli rumah tersebut ketika saksi dan almarhum Handoko Wiweko menghadap terdakwa Nomi Mutiaridha, selaku notaris.


“Berapa sebenarnya nilai jual beli rumah di Griya Riatur itu? Jangan-jangan beda yang tertulis dengan angka sebenarnya yang saudara sepakati dengan penjual? Terdakwa ini juga tidak pernah ditagih atas pembayaran PPh dan BPHTB.


Saudara bisa dituduh manipulasi penerimaan pajak untuk negara lo. Di BAP saudara hanya disebutkan mengalami kerugian karena terdakwa ini tidak mengurus PPh dan BPHTB. Bagaimana bisa menegakkan benang basah? Itu maksud PH terdakwa ini,” cecar hakim ketua.


Saksi Sukin Wijoyo pun menimpali, sudah tidak ingat lagi. Karena sudah lama. Di sela persidangan JPU tampak mengajukan keberatan atas reaksi pengunjung. Hakim ketua pun mengingatkan pengunjung sidang agar tertib di persidangan. Sebab persidangan bukan seperti menonton perhitungan suara di Tempat Pemungutan Suara (TPS).


“Izin Yang Mulia. Sertifikat Hak Milik (SHM) terhadap rumah itu sudah atas nama saksi korban setelah diurus melalui orang lain karena terdakwa terlalu lama mengurusnya,” tompak JPU AP Frianto.


Di penghujung sidang JPU memperlihatkan alat bukti Surat Pernyataan dari terdakwa menyebutkan bersedia mengembalikan uang dari kedua saksi korban, pembeli dan penjual rumah. Sebaliknya tim PH terdakwa menunjukkan alat bukti mengenai sudah dibayarkannya PPh maupun BPHTB rumah di Griya Riatur tersebut. 


Terdakwa Jalan Sei Kapuas Kelurahan Babura, Kecamatan Medan Sunggal tersebut dijerat dengan dakwaan kesatu, Pasal 378 KUHPidana. Atau kedua, Pasal 372 KUHPidana. (ROBERTS)


Sebarkan:
Komentar

Berita Terkini