Masuk ‘Pusaran’ Jual Asrama Mahasiswa, Tim Intel Kejati Sumsel dan Yogyakarta Tangkap Notaris

Sebarkan:


Tersangka DK saat diamankan tim Intel Kejati Sumsel dan DI Yogyakarta. (MOL/Ist)



PALEMBANG | Diduga kuat masuk ‘pusaran’ kasus dugaan tindak pidana korupsi (tipikor) terkait dugaan penjualan asrama mahasiswa Pondok Mesuji yang merupakan aset Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sumsel, wanita DK, salah seorang dari 5 tersangka ditangkap tim Intelijen (intel). 

Tersangka berprofesi sebagai notaris itu dibekuk atas hasil kolaborasi tim Intel Kejaksaan Tinggi Sumatera Selatan (Sumsel) dan Kejati Daerah Istimewa (DI) Yogyakarta, Rabu (6/3/2024).

Hal itu dibenarkan Kajati Sumsel Yulianto melalui Kasi Penerangan Hukum (Penkum) Vanny Yulia Eka, menjelang petang tadi.

“Sehari sebelumnya tersangka diamankan dari Kota Yogyakarta. Setelah menjalani pemeriksaan, yang bersangkutan dibawa dan tiba di Kota Palembang hari ini,” kata Juru Bicara Kejati berparas ayu itu.

Tersangka DK kemudian dilakukan tindakan penahanan berdasarkan Surat Perintah Penahanan Kejati Sumsel tanggal 7 Maret 2024 untuk 20 hari ke depan di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Perempuan Klas II A, Palembang.

Terhitung 7 Maret 2024 hingga 26 Maret 2024. Dasar untuk melakukan Penahanan sebagaimana diatur dalam Pasal 21 Ayat (1) KUHAPidana. 

“Dalam hal adanya kekhawatiran bahwa tersangka akan melarikan diri, menghilangkan barang bukti atau mengulangi tindak pidana,” sambungnya.

Akibat perbuatan para tersangka, keuangan negara dirugikan kurang lebih sebesar Rp10 miliar. Sedangkan
para Saksi yang sudah diperiksa sampai saat ini berjumlah 26 orang.

Sebelumnya para tersangka dijerat dengan sangkaan primair, Pasal 2 Ayat (1) jo Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHPidana. 

Subsidair, Pasal 3 jo Pasal 18 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHPidana.

Dengan demikian para tersangka telah dilakukan penahanan oleh tim penyidik Tindak Pidana Khusus (Pidsus) Kejati Sumsel. Sebab, Senin (26/2/2024) lalu telah dilakukan penahanan terhadap tersangka ZT dan EM (notaris di Palembang-red). Sedangkan dua tersangka lainnya berinisial AS serta RM, telah meninggal dunia.

Operandi

Modus operandinya antara lain, tersangka AS (Alm) selaku mantan pengurus Yayasan Batanghari Sembilan pada tahun 2015 meminta kepada tersangka EM, notaris di Palembang untuk menerbitkan akta pendirian Yayasan Batanghari Sembilan Sumatera Selatan. 

Yayasan Batanghari Sembilan Sumatera Selatan, memiliki aset salah satunya berupa tanah di Jalan Puntodewo, Kota Yogyakarta yang di atasnya terdapat bangunan asrama mahasiswa Pondok Mesuji yang merupakan aset Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sumsel.

Pengurus Yayasan Batanghari Sembilan Sumatera Selatan kemudian menerbitkan surat kuasa tersangka AS (Alm) kepada tersangka MR (Alm).

Sedangkan peran tersangka ZT, imbuh Vanny, untuk menjual aset yayasan di Jalan Puntodewo, Kota Yogyakarta kepada Yayasan Mualimin Yogyakarta, di hadapan notaris tersangka DK.

Bahwa para tersangka melakukan peralihan aset dimaksud melanggar ketentuan pasal 68 dan pasal 71 UU Yayasan. Antara lain disebutkan, apabila yayasan tersebut bubar, demi hukum kehilangan status badan hukumnya.

“Terhadap aset tersebut seharusnya dilakukan likuidasi dan terhadap sisa hasil likuidasi dapat diserahkan kepada yayasan yang mempunyai kesamaan kegiatan atau ke badan hukum lainnya yang memiliki kesamaan kegiatan atau diserahkan kepada negara,” urainya. 

Peranan tersangka EM sebagai notaris di Palembang yang membuat akta 97 dengan memasukan aset Yayasan Batanghari Sembilan menjadi aset Yayasan Batanghari Sembilan Sumatera Selatan.

“Berdasarkan akta tersebut tersangka MR dan ZT menjual asrama mahasiswa Pondok Mesuji di Yogyakarta. Sedangkan peranan ZT, selaku penerima kuasa penjual,” pungkas Juru Bicara Kejati Sumsel tersebut. (ROBERTS)



Sebarkan:
Komentar

Berita Terkini