Kadis Kesehatan Provsu dan Rekanan Ditahan, Kajati Sumut: Lacak ke Mana Saja Aliran Dananya

Sebarkan:




Kajati Sumut Idianto didampingi Aspidsus Iwan Ginting dan Kasi Penkum Yos A Tarigan saat memberikan keterangan. (MOL/ROBERTS)



MEDAN | Tim penyidik pada Tindak Pidana Khusus (Pidsus), Rabu (13/3/2024) menetapkan 2 orang tersangka kasus dugaan korupsi terkait penggunaan dana Covid-19.

Setelah ditetapkan sebagai tersangka dan menjalani pemeriksaan kesehatan, dr AMH selaku Kepala Dinas (Kadis) Kesehatan Provinsi Sumatera Utara (Provsu), sekaligus Pengguna Anggaran (PA) dan pria RMN, selaku swasta / rekanan kemudian dititipkan di Rumah Tahanan Negara (Rutan) berbeda yakni Pancurbatu dan Rutan Labuhan Deli.

“Terkait dugaan penyelewengan dana dan markup Program Pengadaan Penyediaan Sarana, Prasarana dan peralatan pendukung Covid-19 berupa Alat Perlindungan Diri (APD) Tahun Anggaran (TA) 2020,” kata Kepala Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara (Kajati Sumut) Idianto.

Penahanan kedua tersangka, lanjut Idianto didampingi Asisten Tindak Pidana Khusus (Aspidsus) Iwan Ginting, Kepala Seksi Penerangan Hukum (Kasi Penkum) Yos A Tarigan dalam rangka efektivitas proses penyidikan, serta berdasarkan pertimbangan obyektif dan subyektif sebagaimana diatur dalam Pasal 21 Hukum Acara (KUHAPidana).

“Selain kita khawatir tersangkanya melarikan diri dan menghilangkan barang bukti, tim juga telah melakukan pemanggilan secara patut beberapa kali tapi tidak mengindahkan. Tidak kooperatif. Apalagi mengingat salah seorang tersangkanya adalah kadis aktif, kita khawatir yang bersangkutan mengulangi tindak pidana,” tegasnya.

Adapun kronologi perkaranya adalah pada tahun 2020, telah diadakan pengadaan APD (Alat Pelindung Diri) dengan nilai kontrak sebesar Rp39.978.000.000, salah satu rangkaian dalam proses pengadaan tersebut adalah penyusunan Rencana Anggaran Biaya (RAB) yang mana dalam penyusunan RAB yang ditandatangani oleh tersangka dr AMH diduga tidak disusun sesuai dengan ketentuan, sehingga nilai dalam RAB tersebut terjadi pemahalan harga / mark up yang cukup signifikan.

Kemudian, dalam pelaksanaannya RAB tersebut diduga diberikan kepada tersangka RMN (selaku pihak swasta/rekanan), sehingga RMN membuat penawaran harga yang tidak jauh berbeda dari RAB tersebut.

"Disamping itu, dalam pelaksanaan pengadaan tersebut diduga selain terjadi mark up, juga ada indikasi fiktif, tidak sesuai spesifikasi serta tidak memiliki izin edar atau rekomendasi dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), dan tidak dilaksanakannya ketentuan Perka LKPP Nomor 3 Tahun 2020 poin 5," katanya.





Dokumen foto beberapa saat sebelum kedua tersangka dibawa ke rutan berbeda menggunakan mobil tahanan. (MOL/Ist)



Adapun jenis pengadaan yang dilakukan berupa baju APD, helm, sepatu boot, masker bedah, hand screen dan masker N95.

Lebih lanjut mantan Kajati Bali ini menyampaikan, akibat perbuatan tersebut berdasarkan hasil perhitungan kerugian negara yang dilakukan oleh tim audit forensik bersertifikat telah terjadi kerugian negara sebesar Rp24.007.295.676,80.

"Para tersangka disangkakan dengan Pasal 2 ayat (1) subsidair Pasal 3 jo Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHPidana," jelasnya.

Lacak

Saat ditanya apakah ada kemungkinan tersangka baru dalam perkara ini, Kajati Sumut Idianto menyampaikan bahwa tim penyidik telah melakukan koordinasi dengan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) untuk melakukan pelacakan kerugian negara mengalir ke siapa saja.

"Kita meminta kepada pihak-pihak yang menerima aliran dana dari tindak pidana dugaan korupsi ini agar segera mengembalikannya ke tim penyidik," tandasnya.


Memberatkan

Di bagian lain Idianto mengatakan, pada Pasal.2 ayat (2) UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi disebutkan, dalam keadaan tertentu bisa menjadi pertimbangan memberatkan  dapat dijatuhkan dan kepada tersangka dapat diancam pidana mati 

Bahwa yang dimaksud dengan ‘keadaan tertentu’ dalam ketentuan ini adalah keadaan yang dapat 
dijadikan alasan pemberatan pidana bagi pelaku tindak pidana korupsi, yaitu apabila tindak pidana 
tersebut dilakukan terhadap dana-dana yang diperuntukkan bagi penanggulangan keadaan bahaya, bencana alam nasional.

“Penanggulangan akibat kerusuhan sosial yang meluas, penanggulangan krisis ekonomi dan moneter, dan pengulangan tindak pidana korupsi. Dalam hal ini dugaan korupsi APD di 
Provsu TA 2020 dilakukan pada saat Pandemi Global,” pungkas Idianto.  (ROBERTS)



Sebarkan:
Komentar

Berita Terkini