![]() |
Pengamat Politik UMTS Soritua Ritonga, S.Sos, MAP |
PADANGSIDIMPUAN | Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait batas usia calon presiden dan calon wakil presiden (capres-cawapres) dinilai sebagai keputusan yang terburu-buru. Sebab, ada nuansa politik yang dikedepankan demi kepentingan Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024. MK seharusnya lebih bersikap netral.
Dalam putusan zersebut MK menyatakan batas usia minimal 40 tahun untuk calon presiden dan calon wakil presiden bertentangan dengan UUD 1945. Namun, seseorang berusia di bawah 40 tahun bisa mengikuti pemilihan presiden dan wakil presiden, asalkan sedang atau pernah menduduki jabatan negara yang dipilih melalui pemilu, termasuk pemilihan kepala daerah.
Pengamat politik Universitas Muhammadiyah Tapanuli Selatan (UMTS) Soritua Ritonga, S.Sos, MAP. menyebutkan, ada skenario pada putusan Mahkamah Konstitusi (MK) pasal 169 huruf q UU 7/2017 Tentang Pemilu yang memperbolehkan Capres dan Cawapres berusia dibawah 40 tahun.
"Pertama merasa kaget dengan keputusan MK yang secara tiba-tiba memang sudah prediksi kalau ada sekenario yang terkait masalah itu," Kata Soritua lewat pesan WhatsApp-nya, Sabtu, (21/10/2023).
"Sepertinya keputusan ini bersifat ganda, kenapa MK menolak dibawah 40 tahun tapi satu sisi lain kenapa menerima keputusan yang 40 tahun, dengan catatan pernah menjadi kepala daerah," tambahnya.
Tidak itu saja Soritua juga menyebutkan, dalam hal ini MK sepertinya mengambil peran DPR yang memiliki ranah kewenangan pembentuk undang-undang.
Menurutnya putusan MK ini jelas ini tidak konsisten dengan keputusan sebelumnya ketika memutuskan Keputusan tersebut, ia juga menyebutkan putusan MK itu syarat muatan politik.
"Menurut saya putusan MK ini syarat muatan politik, artinya kenapa peran DPR, seolah olah tidak memiliki kewenangan. Keputusan MK tidak memperhatikan apa yang sudah tetapkan DPR melalui undang-undang," ungkap soritua.
"Sepertinya ini agak aneh dan belum pernah terjadi, artinya putusan ini keputusan yang terburu-buru. Saran atau pandangan saya ranah ini lebih baik di bawa ke DPR untuk lebih dikaji terkait masalah syarat usia wakil capres," tegasnya.
Kemudian metro-online.co menanyakan, apakah putusan MK ini membuka peluang untuk anak muda menjadi pemimpin atau menjadi seorang cawapres ?.
Sori menjawab, sah saja memberikan ruang untuk anak muda. Namun katanya harus ada kajian terlebih dahulu dan peraturannya sudah ada melalui peran DPR di dalamnya.
"Sebenar sah-sah saja memberikan ruang untuk anak muda, tetapi sebelumnya sudah di kaji dan peraturannya sudah ada melalui peran DPR di dalamnya. bukannya tiba-tiba muncul seperti ini, Kan jadi multi tafsir dan menjadi polimik di masyarakat," ungkap Soritua.
Selanjut metro-online.co menanyakan, sebagai pengamat politik apakah putusan MK ini dapat diterima?. Soritua mengatakan, ini ibarat nasi sudah menjadi bubur.
"Apalah daya nasi sudah jadi bubur, Kita politisi kampungan, yang bisa menonton saja, mau tidak mau yang diterima," pungkas Soritua
Berdasarkan informasi yang dikutip metro-online.co dari berbagai sumber berita. Sejumlah pengamat menyampaikan, putusan batas usia terhadap capres-cawapres sangat jelas bernuansa politik. Banyak yang menyinggung putusan MK tersebut untuk membuka jalan bagi Gibran Rakabuming Raka maju menjadi cawapres Prabowo Subianto.
Proses pengambilan putusan MK yang saat ini diketuai oleh Anwar Usman, ipar dari Presiden Joko Widodo, telah memunculkan adanya dugaan nepotisme sehubungan dengan keputusan tersebut. Hal ini tidak terlepas dari adanya kemungkinan salah satu anak Presiden Jokowi yaitu Gibran Rakabuming Raka, yang saat ini menjabat Walikota Kota Solo, menjadi disandingkan dengan salah satu calon presiden. (Syahrul/ST).