Pengalaman Lokakarya Peningkatan Kemampuan Terhadap Para Difabel

Sebarkan:

Kegiatan lokakarya bersama dengan para Kaum Difabel, di Hepata, Siborongborong, (28-39/3/2022). Foto : Renz Pakpahan

TOBA
| Dalam acara kegiatan lokakarya yang dimulai tanggal 28 s/d 30 maret 2022 acara di buka secara resmi oleh pimpinan PK.Hepata Pdt.Binsar Nababan, Ssi, sekaligus  memimpin kebaktian dan doa pembukaaan.

Acara dilanjutkan dengan perkenalan diri semua peserta  yang dipandu oleh Sekretaris PK.Hepata  Bpk.Marusaha Simamora dan para peserta yang hadir terdiri dari  Distrik Medan- Aceh, distrik Serdang begadai, disrik Toba Habinsaran  RBM wilayah Toba, Taput, Dairi, dan calon Staf RBM P.Rupat.

Setelah acara perkenalan, selanjutya materi pertama dilanjutkan oleh Kadep Diakonia Pdt.Debora Purada Sinaga dengan judul materi Arah Kebijakan HKBP melalui depertemen Diakonia dalam pengembangan pelayanan penyandang disabilitas. Di materi ini, Kadep Diakonia mengatakan Gereja HKBP kedepanya harus lebih ramah terhadap difabel dengan menyediakan aksebilitas yang terbuka terhadap difabel baik fisik atau non fisik. 

Foto Narasumber Dari Kiri ke kanan: Biv.Rosederi Sibarani Staf RBM Sibolga,  Pdt.Osten Matondang,STh Kabiro Diakoni Sosial Emergency, (Em) Kadep Diakonia Pdt.Nelson Siregar, STh, Lusy Lamtiar Sihombing Bendahara PK.Hepata, Marusaha Simamora Sekretaris PK.Hepata.

"Karena Penyandang disabilitas adalah setiap orang yang mengalami keterbatasan fisik, intelektual, mental dan/atau sensorik sehingga membuatnya mengalami hambatan dalam berinteraksi atau beraktifitas. Difabel different ability (kemampuan yang berbeda). Difabel kelompok yang memiliki kebutuhan khusus karena perbedaan keadaan fisik mental," sebut Pdt Debora Sinaga.

Selanjutnya, sekerataris PK. Hepata Marusaha simamora, menerangkan tentang identifikasi umum penyandang disabilitas, cara penaganan dan berbagi pengalaman tentang pelayanan disabilitas baik di panti ataupun Rehabilitasi Berbasis sumber daya masyarakat (RBM).

"Kemudian seluruh peserta dicoba dengan tantangan  menutup mata dan melakukan aktivitas  layaknya disabilitas tuna netra. Setelah itu, para peserta lansung diarahkan melakukan assesment kepada para difabel di PK.Hepata dan mediskusikan pengalamanya di forum hasil identifikasi dan assesment yg dilakukan para peserta," jelasnya.

Makan bersama di Pea Nature salah satu tempat wisata alam organik dan edukasi Theologia

Setelah makan siang acara dilajutkan dengan materi memperkuat sipiritualis diri dalam pelayanan khususnya pelayanan bagi penyandang disabilitas oleh Kabiro Diakoni Sosial/Emergency Pdt. Osten Matondang, STh dan langsung dilajutkan dengan materi pelayanan bagi penyandang disabilitas melalui RBM oleh Pimpinan PK.Hepata Pdt.Binsar Nababan, S.Si, Pelayanan rehabilitasi yang diselenggarakan di luar panti yang dikenal dengan sebutan Rehabilitasi Bersumberdaya Masyarakat (RBM) atau Community Based Rehabilitation. 

"Adapun yang menjadi fokus pelayanan kepada difabel ialah kesehatan, pendidikan, ekonomi keluarga, sosaial dan pemberdayaan sesuai dengan misi PK.Hepata yaitu mewujudkan penyandang difabel yang berdaya secara holistic, mandiri dan inklusi," terang Pimpinan PK Hepata.

Produk Kuliner hasil karya para Difabel implementasi pelatihan bulan lalu.

Salah satuanya adalah pelatihan kuliner yang dilakukan pada bulan maret yang  kerjasama PK.Hepata dengan kementrian pariwisata dan ekonomi kreatif dimana para difabel dilatih cara pembuatan kerupuk ikan, kue cokkies, bandrek bubuk dan pelatihan barista kopi yang pelatihnya adalah salah satu Staf RBM Hepata wilayah Humbahas yaitu Lampita Silaban yang sudah ahli dan berpengalaman dibidang UMKM dan ekonomi kreatif. 

Dari pelatihan kuliner semua wilayah RBM Hepata sudah mengimplementasikan hasil produksi pembuatan kerupuk ikan, kue cokkies, bandrek bubuk oleh para difabel yang difasilitasi oleh staf masing-masing wilayah yang pemasaran pertamanya adalah PK.Hepata.

Di hari ke dua, Selasa, 29 maret 2022, setelah bangun pagi para peserta diajak untuk melakukan kunjungan ke Traning Center PK.Hepata yang berjarak kurang lebih 300 meter dari lokasi pelatihan. 

Bersama para peserta dan kaum Difabel

Di Training center para peserta melihat peternakan ikan nila dan lele dengan cara bioflok, kadang pengembangbiakan sapi, bio gas, ternak ayam serta tanaman buah dan sayuran organik yang semuanya pekerjanya adalah para kaum difabel yang didampingi dua orang staf pendamping untuk mengelola pertanian dan peternakan yang semua hasilnya akan di bawa ke PK.Hepata dan itu adalah bagian program kemandirian pangan di PK.Hepata.

Setelah kembali dari Training center para peserta kembali ke aula untuk kebaktian dan  sarapan pagi. Selajutya lokakarya dilajutkan dengan menghadirkan pimpinan Permata Diakonia oleh Diak. Quartini Situmorang,  S.Psi., M.Psi., Psikolog. Dengan materi terapi anak berkebutuhan khusus pengertian terapi adalah usaha untuk memulihkan orang yang sedang sakit pengobatan penyakit, perawatan penyakit dan fokus dari semua terapi adalah memaksimalkan individu khususnya anak berkebutuhan khusus. 

Saat ini tim permata diakoni yang bekerjasama dengan PK.Hepata telah melayani terapi anak berkebutuhan khusus yang berlokasi di ajibata dengan jumlah 5 orang anak. Jadwalnya berlansung setiap hari rabu dan kamis dimana setiap anak dan orangtua akan mendapatkan waktu belajar 2,5 jam setiap minggunya dan kegiatan ini sudah berlasung selama 5 bulan hasilnya setiap anak, yang diterapi sudah menunjukkan perkembangan yang signifikan setalah mendapatkan layanan terapi.

Pemaparan (EM) Pdt Nelson Siregar, tentang Penguatan Advokasi staf RBM kepada para Difabel.

Pada hari ketiga, Rabu, 30 maret 2022, semua peserta diajak ke salah satu tempat wisata alam organik dan wisata edukasi theologi berbasis masyarakat Pea Nature  yang berlokasi di Siborongborong kabupaten Taput, sekaligsus  di tempat tinggal Pdt (Em) Nelson Siregar, STh.

Setibanya di Pea Nature acara lansung dilajutkan dengan materi Strategi Pelayanan RBM Sibolga dan Tapanuli tengah oleh Biv. Rosdery sibarani. Sesuai dengan pelayanan dilapangan Kota Sibolga dan Kabupaten Tapteng, memiliki strategi yaitu Pendataan, Assessment (Identifikasi kebutuhan), mengupayakan penyandang disabilitas bisa diterima dan menerima dirinya ditengah keluarga dan masyarakat, konseling dan motivasi. 

Melakukan penyadaran bagi masyarakat dan pemerintah setempat, penyedia layanan kesehatan, pendidikan, dan membangun kelompok peduli. Rekrutmen relawan peduli penyandang disabilitas, memberi pelatihan dan pembekalan tentang disabilitas.  Meningkatkan sumber mata pencarian penyandang disabilitas melalui bina karya/latihan keterampilan, pertanian, dan peternakan. Membangun jaringan bersama pemangku kepentingan RBM; advokasi terhadap pemerintah daerah dari tingkat Desa, Kecamatan, dan Kabupaten agar memenuhi hak-hak penyandang disabilitas dengan menyediakan perlindungan sosial dan jaminan kesehatan, mendorong organisasi pemerintah dan non pemerintah untuk memberikan kesempatan bekerja berdasarkan dengan keahlian yang dimiliki sesuai dengan UU No.8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas.

Peserta melakukan identifikasi dan assessment di PK Hepata.

Kemudian acara dilanjukan dengan materi Refleksi Theologia oleh (Em) Kadep Diakonia HKBP Pdt. Nelson Siregar, S.Th, mengatakan dalam mengadvokasi para kaum difabel, Ia banyak menceritakan perjalanan dan perjuangan Tuhan Yesus Kristus untuk meyembuhkan dan meyelamatkan parakaum disabilitas seperti orang buta, lumpuh, dll seperti ada tertulis  “ ketika Yohannes di penjara, ia menyuruh muridnya bertanya kepada Yesus, “ Engkaukah yg akan datang itu atau kami menantikan org lain “.

"Yesus menjawab, “pergilah dan katakan padanya, apa yg kamu dengar dan lihat, orang buta melihat, orang tuli mendengar, orang mati dibangkitkan, kepada orang miskin diberitakan kabar baik, berbahagialah orang yg tidak menjadi kecewa," papar Pdt Nelson.

Di dalam Mat 11.2-6. Pdt. Nelson mengatakan dalam megandvokasi difabel semua staf RBM harus paham betul Undang-undang dan hukum yang berlaku di negara ini dan bagaimana suapaya terwujudnya pengakuan kesetaraan kehidupan dan akses serta perlunya melakukan edukasi dan pengorganisasian disabilitas dan masyrakat pendukung. 

"Gambaran mewujudkan advokasi yang partisipatif ialah upaya terus menerus meyempurnakan kebijakan UU No 8 tahun 2016 melalui institusi gereja sebagai pendamping difabel dan pemerintah sebagai pemangku negara demi terwujudnya peyadaran dan pengorganisasian kelompok difabel dan keluarga masyarakat umum serta jaringan. Gereja dan warga sebagai terang dan garam serta subjek perubahan di masyarakat, GOD BLESS US," Sebutnya mengakhiri. 

Ditulis oleh : Renz Pakpahan (Relawan Peduli Penyandang Disabilitas)











Sebarkan:
Komentar

Berita Terkini