Laporan PTPN 2 ke Poldasu Terkait Data Palsu Rokani dkk, Naik ke Penyidikan

Sebarkan:

Karyawan PTPN 2 melakukan penjagaan di Lahan mereka menolak upaya pembacaan eksekusi oleh PN Lubukpakam, Deliserdang.

DELISERDANG |
Laporan dugaan pemalsuan data yang dilakukan oleh kelompok tani Rokani dan kawan-kawan yang menggarap lahan PTPN2 Afdeling III Desa Penara Kebun, Kecamatan Tanjung Morawa, Kabupaten Deliserdang kini naik ke tingkat penyidikan.

Hal ini disampaikan oleh pihak PT PTPN2 melalui Kepala Bagian Hukum, Ganda Wiatmaja dalam keterangan persnya, Minggu 24/04/2022.

"Sebelumnya kami telah melaporkan Rokani Dkk ke Polda Sumatera Utara atas dugaan tindak pidana menggunakan surat palsu,  sebagaimana diatur dalam Pasal 263 KUH Pidana jo. Pasal 266 KUH Pidana dalam perkara perdata No 05/Pdt.G/2011/Pn-LP dengan objek perkara lahan Afdeling III, Kebun Tanjung Garbus," sebut Ganda.

Ganda menjelaskan, dugaan pemalsuan atau penggunaan surat palsu yang dilakukan oleh Rokani cs terkait surat klaim afdeling III Kebun Penara berupa SKTL (Surat keterangan Tentang Pembagian Tanah Sawah dan Ladang) yang diterbitkan tanggal 20 Desember 1953 juga data indentitas para Penggugat.

"Setelah penyidik melakukan pemeriksaan saksi, ahli dan pengumpulan bukti-bukti, maka saat ini penyidik Poldasu telah meningkatkan status perkara laporan PTPN2 tersebut  ke tahap penyidikan.Dengan status penyidikan tersebut, tidak lama lagi diharapkan akan segera ditetapkan tersangka," ucap Ganda.

Ganda menjelaskan, lahan afdeling III Penara, kebun Tanjung Garbus (TGP) Kecamatan Tanjung Morawa seluas 533 hektar sejak dilakukan Nasionalisasi tahun 1958 dikuasai dan kelola oleh Perusahaan Negara  Perkebunan (PNP) hingga saat ini oleh PTPN II dengan alas hak HGU yang telah dilakukan perpanjangan terakhir berdasarkan  sesuai SK HGU No. 62/Penara tanggal 20 Juni 2003.

Terkait dengan langkah-langkah hukum atas putusan Mahkamah Agung atas lahan itu,  Penasehat Hukum PTPN 2 Hasrul Benny Harahap mengatakan juga mengambil langkah hukum di antaranya mengajukan PK (Peninjauan Kembali), sesuai surat permohonan no.4/2022 tanggal 16 Maret 2022 kemarin.

Hasrul menduga ada keterlibatan mafia tanah untuk menguasai lahan HGU seluas 464 hektar milik PTPN2 itu. Karena  pihaknya mengendus adanya sejumlah kejanggalan dalam Putusan Mahkamah Agung RI yang dikeluarkan.

"Posisi lahan yang strategis sebagai pengembangan bandara membuat banyak pihak yang mengincar lahan itu, padahal lahan masih dalam kondisi produktif tanaman kelapa sawit, ratusan kepala keluarga menggantungkan hidup atas lahan itu dari karyawan PTPN2 hingga buruh harian lepas. Kami heran bagaimana bisa lahir putusan pengadilan atas lahan itu," beber Hasrul. 

Ditegaskan Hasrul, strategi yang diterapkan pihak luar dalam upaya merebut aset PTPN2 itu tergolong cukup licik. Di awal mereka diduga merekayasa sejumlah berkas lama yang sangat diragukan keabsahannya sebagai dasar mengajukan gugatan.

Menarik dan menghimpun orang untuk menjadi anggota yang ikut menggugat,  dan untuk lebih meyakinkan perjuangannya mereka menggandeng organisasi petani HKTI (Himpunan Kerukunan Tani Indonesia) untuk munculkan kesan seolah ini perjuangan kaum petani.

"Padahal yang ada di balik itu diduga adalah oknum-oknum mafia tanah, yang selama ini mengobok-obok lahan HGU PTPN II yang berada di lokasi strategis," tambah Hasrul Benny Harahap.

Sebelumnya pihak PTPN II menolak rencana Pengadilan Negeri Lubukpakam yang akan melakukan eksekusi dan pencocokan objek perkara (konstatering) dan memvalidasi atas lahan Afdeling III Penara, Kebun Tanjung Garbus. 

Disebutkan, objek perkara adalah tanah eks PTP IX namun anehnya tanah yang akan dijadikan objek eksekusi  adalah tanah eks PTP II/PNP II.  Selain itu PTPN2 juga menilai bahwa surat-surat yang digunakan oleh penggugat di PN Lubukpakam tersebut adalah  diduga palsu atau bertentangan dengan keadaan yang sebenarnya.(wan)

Sebarkan:
Komentar

Berita Terkini