Kerugian Negara Rp215 Juta, Mantan Dirut PD Paus Pematangsiantar Dutuntut 5 Tahun

Sebarkan:



Terdakwa Herowhin Tumpal Sinaga lewat persidangan secara vicon di Pengadilan Tipikor Medan dituntut pidana 5 tahun penjara. (MOL/ROBS)



MEDAN | Mantan Direktur Utama (Dirut) Perusahaan Daerah Pembangunan dan Aneka Usaha (PD Paus) Kota Pematangsiantar Herowhin Tumpal Fernando Sinaga dalam persidangan secara video teleconference (vicon), Senin (6/9/2021) di Cakra 4 Pengadilan Tipikor Medan akhirnya dituntut 5 tahun penjara.


Dari fakta-fakta hukum terungkap di persidangan, terdakwa telah memenuhi unsur pidana korupsi terkait pengadaan lemari, Alat Tulis Kantor (ATK), fotokopi dan cetakan untuk kebutuhan PD Paus TA 2014 lalu.


"Karena dakwaan primair pidana Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 ayat (1) huruf a dan b UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, telah memenuhi unsur, maka kami tidak lagi mempertimbangkan dakwaan alternatif kedua," urai JPU dari Kejari Pematangsiantar, Nixon A Lubis.


Yakni secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan atau perekonomian negara sebesar Rp215 juta.


Selain itu, Herowhin Tumpal Fernando Sinaga juga dituntut pidana denda Rp200 juta subsidair (bila denda tidak dibayar, maka diganti dengan pidana) 3 bulan kurungan.


Terdakwa juga dituntut pidana tambahan membayar uang pengganti (UP) kerugian keuangan negara sebesar Rp215 juta subsidair, dengan ketentuan setelah sebulan perkara pokok berkekuatan hukum tetap, maka harta bendanya disita dan lelang.


Bila nantinya harta benda terdakwa tidak mencukupi menutupi kerugian keuangan negara, maka diganti dengan pidana 2,5 tahun penjara. 


Berbelit


Hal yang memberatkan, imbuh JPU, perbuatan terdakwa tidak tidak sejalan dengan program pemerintah dalam mewujudkan pemerintahan yang bersih dan bebas dari praktik Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN).


"Terdakwa tidak menyesali perbuatannya, berbelit-belit memberikan keterangan di persidangan serta tidak mengembalikan kerugian keuangan negara. Sedangkan yang meringankan, terdakwa belum pernah dihukum," tegas JPU.


Ketua majelis hakim Mian Munthe sempat menegur penuntut umum tentang sejumlah barang bukti (BB) dalam perkara aquo.



JPU dari Kejari Pematangsiantar saat membacakan amar tuntutan. (MOL/ROBS)



"Sebentar. Seharusnya saudara memberikan batas yang jelas mana-mana saja BB yang dikembalikan ke PD Paus, mana pula yang masih dilampirkan dalam berkas perkaranya," tegas Mian sembari membuat orat oret format surat tuntutan yang diterimanya.


Sidang pun dilanjutkan pekan depan dengan agenda penyampaian nota pembelaan (pledoi) dari terdakwa maupun tim penasihat hukumnya (PH).


Sementara JPU dalam dakwaannya menguraikan, sebagai perusahaan baru dibentuk,  operasional PD Paus berasal dari Dana Penyertaan Modal Pemerintah Kota Pematangsiantar diatur dalam Perda No 7 Tahun 2014 tentang Penyertaan Modal Daerah ke dalam Modal PD Pembangunan dan Aneka Usaha. 


Pada Pasal 7 disebutkan jumlah modal yang diserahkan ke PD Paus sebesar Rp50 miliar yang diberikan secara bertahap. Tahun 2004 PD Paus mendapatkan dana penyertaan modal sebesar Rp4 miliar, sebagaimana tercantum dalam Rencana Kerja Anggaran Pendapatan (RKAP). 


Di antaranya untuk operasional gaji pegawai (Rp1.994.579.306), belanja kebutuhan kantor sebesar (Rp1.099.617.600). Biaya pemeliharaan (Rp305 juta), peningkatan SDM (Rp350.803.094) serta kegiatan pameran PD Paus (Rp300 juta).


Pertanggungjawaban


Terdakwa selaku Direktur Utama (Dirut) memerintahkan secara lisan saksi Martha Sinaga dan Imlan Sinaga (sudah meninggal dunia) selaku Kabag Keuangan dan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), untuk membuat pertanggungjawaban penggunaan biaya kantor.


Sehingga setiap ada pengajuan pembayaran, terdakwa menyerahkan uang kepada Martha  untuk dilakukan pembayaran.  Martha menyerahkan uang tersebut kepada Direktur dan Kabag Keuangan untuk dilakukan pembayaran kepada rekanan, sebagaimana perintah terdakwa.


Namun hasil perhitungan ahli yakni Bakti Ginting yang merupakan auditor pada Badan Pengawasan Pembangunan dan Keuangan (BPKP) Perwakilan Provinsi Sumatera Utara, terdapat pengeluaran tidak benar atas pembayaran ATK serta perlengkapan kantor. (ROBERTS)




Sebarkan:
Komentar

Berita Terkini