Program Genre BKKBN Sumut Siapkan Generasi Emas di Puncak Bonus Demografi Indonesia

Sebarkan:
Sosialisasi Genre BKKBN Provinsi Sumut di SMAN 1 Panyabungan Timur

MADINA | Kegiatan sosialisasi generasi berencana (Genre) Badan Kependudukan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Provinsi Sumut bekerjasama dengan Komisi IX DPR RI melakukan perjalanan terakhir di SMAN 1 Panyabungan Timur untuk daerah Tapanuli Bagaian Selatan (Tabagsel), pada hari Sabtu (30/4/2019).

Sekretaris BKKBN Provinsi Sumatera Utara, Yusrizal Batubara, S. Sos dalam sambutannya mengatakan, apa yang mereka lakukan ini merupakan Sosiaslisasi Program Pembangunan Keluarga, yakni dengan berusaha menciptakan forum Genre Sumatera Utara.

“Forum ini berkompetisi untuk bersaing dengan 34 Provinsi yang ada di Indonesia. Saingan terberat itu adalah DKI Jakarta, Jawa Barat, Sulawesi Utara, Sumatera Selatan. Inilah saingan Sumatera Utara ketika kita bersaing di tingkat nasional dalam forum generasi berencana,” sebut Yusrizal.

Katanya, pihaknya berharap kepada para siswa sekolah SMAN 1 Panyabungan Timur bisa melanjutkan pendidikannya ke jenjang yang lebih tinggi lagi. “Lihatlah nanti, kami BKKBN setiap tahun melakukan pemilihan duta mahasiswa. Di sana kami pilih teman-teman yang berprestasi, punya kreatifitas dan kemampuan lain, kami pilih. Kami berharap nanti ketika sampai di Medan, kita sama-sama menyaksikan bagaimana BKKBN melakukan seleksi Forum Duta Genre Sumatera Utara,” sebutnya.

BKKBN, kata Yusrizal mesti hadir di sekolah-sekolah. Kenapa? Kalau bicara Keluarga Berencana, di sana langsung terbayang Pil KB, Kondom, Vasektomi dan berbagai alat kontrasepsi. “Itu yang umumnya langsung terbayang di benak kita. Padahal BKKBN diamanatkan oleh Undang-undang ada 3 hal penting yang harus dilakukannya, pertama adalah masalah kependudukan, yang kedua keluarga berencana, yang ketiga adalah pembangunan keluarga,” terangnya.

Dia menggambarkan, penduduk Bangsa Indonesia saat ini sudah ada 265 juta jiwa. Nomor 4 terbesar di dunia. Nomor satu adalah China-Tiongkok sejumlah 1,3 miliar jiwa, belum lagi dihitung warga China yang tersebar di Indonesia, dan di negara-negara lain. Selanjutnya yang kedua India ada 1,2 miliar jumlah penduduknya. Yang ketiga adalah Amerika 350 juta jiwa. Lalu Indonesia yang disusul dengan Pakistan dan lain sebagainya.

Program KB, katanya, adalah salah satu pencegah angka kelahiran yang lebih tinggi lagi, sehingga Indonesia masih bisa bertahan di posisi keempat tadi. Program ini sudah dilancarkan pemerintah sejak tahun 70-an, setidaknya itu bisa menunda jumlah 100 juta jiwa. Andaikata tidak ada program KB sampai sekarang, maka penduduk Indonesia sudah mencapai 365 juta jiwa. Kita sudah mengalahkan posisi Amerika tadi.

“Kami coba menghitung di Sumatera Utara ini, dalam satu jam ada 20 bayi yang lahir. 24 jam ada 480 bayi yang lahir. Di Indonesia, ada 5 juta kelahiran setiap tahunnya. Kami coba menghitung lagi, kalau anak bayi itu butuh pampers 3 sampai 4 satu hari, bisa dibayangkan berapa banyak pampers yang akan dibuang setiap harinya. Kami hitung ada 30 ton pampers yang dibuang setiap hari. Berapa truk yang harus dibeli pemerintah untuk mengangkat pampers tadi. Kemana pula dibuang pampers tadi?” sebutnya.

Bahkan, tambahny lagi, sepanjang perjalanan mereka menuju lokasi acara tersebut, pihaknya melihat ada sampah berserak di pinggir-pinggir jalan. Itu pertanda bahwa ada ledakan penduduk. “Kita nggak tahu kemana lagi membuang sampah tadi. Begitu juga pampers tadi, bila dibuang ke sungai, bisa terbendung itu sungai. Kalau banjir bandang, pampers semua yang berserak, itulah masalah kependudukan sekarang ini,” kata Yusrizal.

Dia juga menyebutkan, Indonesia saat ini memasuki transisi demografi. Ada 67 juta remaja, di tahun 2045 atau 1 abad indonesia merdeka, mereka itulah yang akan mengendalikan Indonesia. “Itu adalah masa-masa puncak bonus demografi. Itu hanya terjadi sekali dialami dalam masa peradaban suatu bangsa. Bila tidak bisa kita lewati, maka terus kita tidak akan mengalami bonus demografi tadi. Artinya apa? Angkatan kerja kita, 70 persen adalah produktif bekerja, semua mengangkat harkat martabat bangsa. Itu sekali saja, dan itu harus kita jaga masa transisi tadi. Kita memperkirakan sejak 2021 sampai 2030, itu adalah masa keemasan perabadan bangsa Indonesia. Secara daerah, di Indonesia sudah mengalami bonus demografi tadi. Misalnya DIY (Yogyakarta-red), mereka sudah mengalami . Tapi Mandailing Natal kita masih harus berjuang lagi. Angka kelahiran masih sangat tinggi di sini. Di Sumatera Utara, kita masih 2,9 juta angka kelahiran kita. Masih cukup besar. Maka generasi ini lah yang mau kita persiapkan, dengan generasi yang sehat, cerdas dan ceria,” harapnya.

Karena itu lah, lanjut Yusrizal, BKKBN terus melakukan dan mempersiapkan program-program untuk generasi ini, dengan sentuhan-sentuhan pendekatan kepada sekolah-sekolah. “Kami hadir dengan namanya program Pusat Infomasi dan Konseling Remaja. Kita berharap nanti kami dari BKKBN provinsi dan dinas kependudukan di Mandailing Natal akan datang kembali mennjumpai tim sekolah ini. Tadi ada 20 orang kita coba untuk melatih, namanya pendidik sebaya. Pendidik sebaya tadi adalah orang-orang yang punyaketerampilan, kecakapan, mampu berbagi dengan teman lainnya. Jadi anak-anak remaja ini, paling suka bila cerita dengan teman sebayanya, gampang dia bercerita masalah kesehatan reporduksi, dan sebagainya,” sebutnya.

Adalah fenomena yang benar-benar terjadi di masa ini, kadang-kadang si anak remaja dia sudah mimpi basah, tapi saat pulang ke rumah, dia tidak pernah cerita. Dia malu-malu. Sebab, seolah di keluarga adalah hal yang tabu membicarakan mimpi basah. “Padahal, bila kita sudah mimpi basah, berarti kita sudah siap, sperma kita sudah siap untuk membuahi. Jadi usia 11 atau 12 tahun kemarin, adik-adik ini sudah mimpi basah. Begitu juga dengan wanita, saat pertama sekali sudah haid, maka dia sudah siap dibuahi. Sperma siap, sel telur siap apa jadi nya kalau ketemu? Maka yang terjadi adalah kehamilan yang tidak diinginkan. Maka itu akan menciptakan generasi yang gagal,” katanya.

Tantangan bangsa ini ke depan, katanya, jauh lebih sulit lagi. Anak-anak muda yang sekarang disebut dengan generasi millenial, sudah memasuki peradaban serba canggih. Ada tablet, android dan lain sebagainya. “Kami merisaukan kondisi ini. Sekarang ini, anak sampai di rumah jadi silent generation (generasi pendiam-red). Kenapa? Ayah di depan pegang hp, ibu di dapur pegang hp, anak di pintu belakang pegang hp, tak ada tegur sapa lagi. Karena itu kita buat program (Pusat Infomasi dan Konseling Remaja-red tersebut), agar ada diskusi di sekolah. Kita berharap, dengan program itu bisa ditularkan anak-anak kita,” pintanya.

Yusrizal juga menyinggung, bahwa kita ini juga masih sebatas generasi follower (pengikut). Ada media sosial facebook, kita klik tiap hari, yang memperkaya sang penciptanya, Mark Zuckerberg. Kita berharap generasi ini, ciptakan lah aplikasi. Jangan lagi pakai produk luar. Hal-hal seperti ini yang coba didorong oleh pihaknya.


Dia mencontohkan lagi, di Generasi Millenial ini berbagai bisnis raksasa pun banyak yang gulung tikar karena kemajuan zaman. Dimisalkannya, Giant, Matahari store dan banyak lainnya sudah pada tutup hanya karena aplikasi toko online. Bahkan menawarkan gratis ongkos kirim. “Sekali klik, barang yang ada di Tokopedia, OLX dan lain sebagainya bisa sampai di rumah. Itulah begitu pesatnya peradaban ini, katanya seraya menambahkan, ke depan, anak-anak ini juga tak mau lagi pakai mobil pribadi, sepeda motor, kenapa? Cukup pesan Gojek, Grab, nggak mikiri parkir di mana.

Karena itu, pihaknya akan mendorong agar Generasi Berencana (Genre) benar-benar bisa dipersiapkan untuk membawa bangsa ini menjadi berjaya di masa yang akan datang.

Sementara Wakil Ketua Komisi IX, DR. H. Saleh Partaonan Daulay, M. Hum, MA dalam pidatonya mengajak agar generasi ini semangat dalam mengapai cita. “Saya dulu hidupnya susah, kepala sekolah Muhammad Nuh Nasution tadi bilang banyak orang susah di sini. Saya juga dulu orang yang susah, jadi perlu didengar oleh adik-adik ini supaya semangat sekolahnya. Tapi karena sauua sekolah, alhamdulillah, saya bisa berbuat banyak hal. Saya selalu sampaikan hal ini di seluruh sekolah. Ini sekolah kesembilan, saya selalu kasih tahu supaya dik-adik ini semangat. Jangan pernah putus harapan,” katanya.

Saleh Partaonan Daulay berkisah, dua tahun umurnya waktu itu, dia sudah anak yatim bersama kedelapan saudaranya. Bila dihitung-hitung, katanya, sebenarnya dirinya susah untuk sekolah. Apalagi ibunya cuma petani di sawah. “Jadi kalau dihitung-hitung, nggak bisa sekolah sebetulnya. Tapi alhamdulliah karena tekad saya bagus, niat saya ikhlas dan saya berkeinginan agar berhasil, maka saya berani merantau untuk sekolah sejak saya duduk di madrasah aliyah, tamat di tsanawiyah saya berangkat sekolah ke Medan tapi di MAN 1 Medan di Jalan Pancing,” kenangnya.

Dia nekat berangkat merantau untuk bersekolah itu, karena niatnya tidak mau kalau nanti tetap menjadi petani. “Coba tanya sama ibu guru dan kepala sekolah yang sudah lebih senior, biasanya kalau yang marsabah (bertani-red) itu pasti tetap saja jadi marsabah. Agak susah. Menambah lahannya saja pun susah. Kalau anaknya empat nanti, itu lahan yang satu petak itu dibagi empat, maka makin sedikit lahannya,” katanya seraya berharap agar apa yang dipaparkan Sekretaris BKKBN Provinsi Sumatera Utara, Yusrizal Batubara dalam acara silaturahmi ini bisa diamalkan dan bisa membawa berkah bagi masing-masing.(red)
Sebarkan:
Komentar

Berita Terkini