Panjat Pinang Masih Idola HUT Kemerdekaan, Ini Sejarah dan Filosofinya

Sebarkan:
Dokumen foto perlombaan panjat pinang di Tangkahan (kiri) dan Blok III, Perumahan Griya I Martubung, Kecamatan Medan Labuhan, Kota Medan. (MOL/BudiRegar)

MEDAN | Walau tidak seriuh-pikuk 10 tahun ke belakang. Di satu lingkungan bisa dua hingga tiga tempat digelar. Percaya atau tidak, lomba panjat pinang masih idola warga.

Perlombaan umumnya digelar warga saat memeriahkan Hari Ulang Tahun (HUT) Kemerdekaan Republik Indonesia (RI) yang jatuh setiap tanggal 17 Agustus.

Atas kekompakan warga, sejumlah perlombaan merakyat bisa digelar. Bukan semata-mata mendapatkan juara maupun hadiah. Tawa dan hiruk pikuk peserta serta penonton acap membuat semarak. Seperti balap karung, makan kerupuk, tarik tambang maupun estafet sarung.

Di partai puncak, biasanya cabang panjat pinang yang diperlombakan. Tak sedikit pria yang sudah menikah turut ambil bagian. Gak mau kalah dengan pemuda setempat.

Dengan sound system, komentator dadakan diselingi candaan dan musik ceria melebur menjadi satu. Beberapa saat hadirin dan peserta lupa akan penatnya beban pekerjaan dan seterusnya. 

Perlombaan satu ini terbilang unik. Yang ditunggu sebagian penonton adalah insiden di antara tim yang terdiri dari lima orang dikarenakan batang pinang kering tersebut dilumuri oli. Licin saat dipanjat.

‘Makan korban’
 
Perserta yang berdiri paling bawah sebagai pondasi kadang sampai gemetaran menahan beban empat rekannya yang berdiri di atas bahunya. 

Tak jarang kelima peserta harus merangkak di atas tanah atau insiden peserta yang celananya melorot terkena kaki rekannya yang meluncur ke bawah. Hiruk-pikuk hadirin pun ‘meledak’ saat perlombaan 'makan korban'.

Sejarah

Tajikan anda sejarah panjat pinang? Mengutip Wikipedia, panjat pinang berasal dari zaman penjajahan Belanda dulu. Lomba panjat pinang diadakan oleh orang Belanda.

Misalnya ketika mengadakan acara besar seperti hajatan, pernikahan, dan lain-lain. Yang mengikuti lomba adalah orang-orang pribumi.

Kemudian dalam budaya Tionghoa. Prosesi panjat pinang ini memang populer di Fujian, Guangdong dan Taiwan berkaitan dengan perayaan Festival Hantu.

Ini dapat dimengerti dari kondisi geografis di kawasan itu yang beriklim sub-tropis, masih memungkinkan pinang atau kelapa tumbuh dan hidup. Perayaan ini tercatat pertama kali pada masa Dinasti Ming. 

Filosofi

Setuju atau tidak, perlombaan merakyat tersebut ternyata memiliki filosofi semangat pantang menyerah. Para peserta pasti akan jatuh berkali-kali. 

Namun, mereka akan terus mencoba hingga berhasil. Ini melambangkan perjuangan bangsa Indonesia dalam meraih kemerdekaan, yang penuh dengan rintangan, penderitaan dan pengorbanan, tetapi tidak pernah putus asa. (ROBERTS)




Sebarkan:
Komentar

Berita Terkini