ACEH UTARA I Kontroversi kebijakan Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) yang mewajibkan anggota PASKIBRAKA Muslimah untuk membuka jilbab saat pengukuhan terus menuai kritik tajam.
Tgk. Dr. Bukhari, M.H., CM, Alumni Dayah BUDI Lamno dan Raudhatul Ma’arifl Cot Trueng dalam press release yang diterima media ini, Kamis (15/8/2024) menganggap kebijakan tersebut bertentangan dengan prinsip agama.
Menutup aurat telah tercantum jelas dalam Al-Qur'an, diantaranya melalui surat Al-Mu'minun ayat 5-6 yang berbunyi, "(Orang beriman) adalah orang yang menjaga kemaluan mereka. Kecuali kepada istri mereka atau budak wanita mereka, jika demikian maka mereka tidak tercela." Dan ini juga sebagai bentuk pelanggaran konstitusi negara.
Tgk. Bukhari menegaskan bahwa moderasi beragama di Indonesia dibangun di atas empat pilar utama, komitmen kebangsaan, toleransi, anti kekerasan dan akomodasi terhadap tradisi serta budaya.
"Kebijakan BPIP ini jelas tidak sejalan dengan komitmen kebangsaan yang menempatkan Pancasila sebagai dasar dalam menjaga kerukunan antar umat beragama," ujarnya.
Menurutnya, komitmen kebangsaan mengharuskan negara untuk menghormati dan melindungi kebebasan beragama sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 29 UUD 1945.
"Meminta seorang Muslimah untuk membuka jilbab dalam upacara pengukuhan adalah bentuk pelanggaran terhadap hak asasi manusia dan bertentangan dengan semangat Pancasila," tambahnya.
Lebih jauh, Tgk Bukhari menganggap kebijakan tersebut sebagai bagian dari upaya melawan perintah Tuhan. "Menutup aurat, termasuk mengenakan jilbab, adalah kewajiban bagi Muslimah. Meminta mereka untuk melepas jilbab adalah tindakan yang secara langsung menentang perintah agama dan Tuhan," tegasnya.
Mengaitkan kebijakan ini dengan konteks Aceh, Tgk Bukhari menjelaskan bahwa di Aceh, jilbab bukan hanya digunakan saat hidup sebagai penutup aurat, tetapi juga saat menjadi mayat tetap dipakaikan jilbab, menunjukkan betapa sakralnya simbol ini.
"Kebijakan yang memaksa pelepasan jilbab tidak boleh didasarkan pada selera atau preferensi individu, tetapi harus mempertimbangkan nilai-nilai sakral yang dipegang teguh oleh masyarakat, terutama di Aceh," jelasnya.
Tgk Bukhari juga menyoroti kurangnya penghargaan terhadap prinsip toleransi dalam kebijakan tersebut.
"Moderasi beragama menuntut kita untuk menghormati hak setiap individu dalam mengekspresikan keyakinannya tanpa rasa takut atau tekanan. Kebijakan yang memaksa pelepasan jilbab ini justru menunjukkan adanya intoleransi yang berbahaya bagi kerukunan nasional," tegasnya.
Dalam aspek anti kekerasan, meskipun tidak ada kekerasan fisik, Tgk Bukhari menilai tindakan BPIP ini sebagai bentuk kekerasan simbolik yang dapat merusak hubungan antaragama di Indonesia.
"Negara harus menjadi pelindung, bukan pembatas, dalam hal ekspresi keagamaan warganya," katanya.
Selain itu, Tgk Bukhari juga menegaskan bahwa kebijakan BPIP ini bertentangan dengan prinsip akomodasi terhadap tradisi dan budaya.
"Jilbab bagi seorang Muslimah bukan sekadar pakaian, tetapi bagian dari identitas religius dan budaya. Kebijakan yang memaksa pelepasan jilbab ini menunjukkan kurangnya penghargaan terhadap keragaman budaya yang menjadi kekayaan bangsa," tambahnya.
Sebagai penutup, Tgk Dr sapaan akrab (tgk Bukhari) itu, meminta Presiden mengganti saja ketua BPIP ini agar tidak selalu membuat kegaduhan dengan kebijakannya serta Kebijakan ini perlu ditinjau ulang demi menjaga persatuan dan kesatuan bangsa.
Negara harus memastikan bahwa setiap kebijakan yang dikeluarkan selaras dengan prinsip moderasi beragama dan UUD 1945," pungkasnya. (alman).