3 Terdakwa Korupsi Koneksitas Eradikasi di PT PSU Divonis 9,5 Tahun

Sebarkan:


Terdakwa Gazali Arief (kiri searah jarum jam), Febrian Morisdiak Bate’e serta Letkol Inf (Purn) Sahat Tua Bate’e divonis lebih ringan di Pengadilan Tipikor Medan. (MOL/ROBERTS) 



MEDAN | Tiga terdakwa korupsi koneksitas terkait penjualan tanah kerukan bekas eradikasi di PT Perkebunan Sumatera Utara (PSU) kepada para pengembang jalan Tol Indrapura Kisaran, Tebing-Indrapura, Indrapura - Kuala Tanjung, Rabu (12/6/2024) di Cakra 2 Pengadilan Tipikor Medan masing-masing divonis 9,5 tahun penjara.

Selain itu, dua warga sipil Ir Gazali Arief MBA selaku mantan Direktur Utama (Dirut) PT Perkebunan Sumatera Utara (PSU) dan kalangan swasta, Febrian Morisdiak Bate’e serta Letkol Inf (Purn) Sahat Tua Bate’e, selaku Ketua Primer Koperasi Kartika Karyawan dan Veteran Babinminvetcad Kodam I / Bukit Barisan (BB), juga dipidana denda Rp350 juta.

“Bila denda tidak dibayar, maka diganti dengan kurungan selama 5 bulan,” kata majelis hakim koneksitas diketuai M Yusafrihardi Girsang didampingi hakim anggota Kolonel (Kum) Niarti dan Gustap Paiyan Marpaung.

Majelis hakim dalam amar putusannya menyatakan sependapat dengan tim jaksa koneksitas Pidana Militer Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara (Pidmil Kejati Sumut) Gaul Manurung dan Lamro Simbolon serta Oditur Militer Tinggi (Otmilti) I Medan Letkol H Darwin Hutahaean.

Ketiga terdakwa (masing - masing berkas terpisah) diyakini telah terbukti bersalah melakukan tindak pidana Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 ayat (2) dan (3) UU Nomor 31 Tahun 1999 telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo Pasal 64 ayat (1) KUHPidana, sebagaimana dakwaan primair.

Yakni menyuruh, melakukan, turut serta secara berkelanjutan secara tanpa hak dan melawan hukum memperkaya diri sendiri, orang lain atau korporasi mengakibatkan kerugian keuangan negara terkait eradikasi lahan kebun PT PSU yang tanah kerukannya dijual ke pengembangan jalan tol, melalui para vendor.

Hal memberatkan, perbuatan terdakwa menguntungkan pribadi, tidak sejalan dengan program pemerintah dalam pemberantasan korupsi serta menghambat pembangunan. Hal meringankan, terdakwa sopan selama persidangan dan belum pernah dihukum.

Hanya saja, majelis hakim koneksitas tidak sependapat dengan jaksa koneksitas mengenai lamanya pemidanaan yang dijatuhkan kepada para terdakwa. Demikian halnya dengan besarnya kerugian keuangan negara yang dinikmati masing-masing terdakwa. 

UP

Mantan Dirut PT PSU Gazali Arief sama sekali tidak dikenakan pidana tambahan membayar uang pengganti (UP) kerugian keuangan negara terkait penjualan tanah kerukan bekas eradikasi ke para pengembang jalan tol. 

Sebaliknya, Letkol Inf (Purn) Sahat Tua Bate’e dikenakan UP sebesar Rp6.289.176.226. Dengan ketentuan, sebulan setelah perkaranya berkekuatan hukum tetap, harta benda terpidana nantinya disita kemudian dilelang JPU.  

“Bila harta bendanya juga tidak mampu menutupi UP dimaksud, maka diganti dengan pidana 2,5 tahun penjara,” urai M Yusafrihardi. Sedangkan terdakwa Febrian Morisdiak Bate’e, juga anak dari Sahat Tua Bate’e dikenakan UP sebesar Rp3.398.849.742 subsidair 2 tahun penjara.

Lebih Ringan

Vonis tersebut jauh lebih ringan dari tuntutan tim jaksa koneksitas Gaul Manurung didampingi Kolonel Laut (H) Edi Kencana Sinulingga. Pada persidangan lalu ketiga terdakwa dituntut agar dipidana masing-masing 18,5 tahun penjara dan denda Rp750 juta subsidair 6 bulan kurungan.

Terdakwa Gazali Arief dan Letkol Inf (Purn) Sahat Tua Bate’e sebesar Rp43.126.901.564. 
Sedangkan terdakwa Febrian Morisdiak Batee dituntut pidana UP sebesar Rp7.299.500.000 dengan subsidair yang sama, 9 tahun penjara.

Penyitaan

Di bagian lain majelis hakim koneksitas sependapat dengan penasihat hukum terdakwa Febrian Morisdiak Bate’e soal tindakan penyitaan yang dilakukan penuntut umum atas aset berupa rumah terdakwa di masa pemeriksaan pokok perkara. Tindakan penyitaan semestinya di tahapan penyidikan.

Baik tim jaksa koneksitas, ketiga terdakwa maupun penasihat hukumnya sama-sama memiliki hak selama 7 hari menentukan sikap. Apakah menerima atau banding atas vonis yang baru dibacakan majelis hakim koneksitas.

Sementara usai persidangan, Saor Panggabean dan Budi Panggabean dari Kantor Simon Budi Satria Utama (SBSU) Law Firm selaku penasihat hukum Febrian Morisdiak Bate’e mengapresiasi pertimbangan hukum majelis hakim koneksitas soal tindakan penyitaan aset klien mereka.

“Puji Tuhan, kita menghormati putusan majelis hakim walaupun klien kami dikenakan UP sebesar Rp3,3 miliar. Namun fakta terungkap di persidangan, klien kami menerima Rp1 miliar. Itu pun dipergunakan untuk biaya rental kendaraan mengangkut tanah kerukan (eradikasi), biaya operasional mandor dan operator alat berat selama setahun. Tindakan penyitaan memang bukan pada tahap pemeriksaan pokok perkara,” urai Budi Panggabean.

Dalam dakwaan diuraikan, peristiwa pidananya pada Juli 2019 hingga Oktober 2020 bertempat di lahan Hak Guna Usaha (HGU) Perkebunan PT PSU di Tanjung Kasau, Kabupaten Batubara, Provinsi Sumut.

Terdakwa Gazali Arief dan Letkol Inf (Purn) Sahat Tua Bate’e kemudian membuat kesepakatan dengan terdakwa berupa perjanjian untuk mengerjakan pembersihan lahan bekas penumbangan tanaman karet terkena penyakit (eradikasi) di lokasi PT PSU Unit Kebun Tanjung Kasau.

Sedangkan peran terdakwa Febrian Morisdiak Bate’e memobilisasi tanah kerukan ke para pengembang jalan tol melalui para vendor. Menurut jaksa koneksitas, kerugian keuangan negara atas penjualan tanah kerukan eradikasi lahan PT PSU tahun 2019 sampai dengan 2020.

Jika dikonversi menggunakan harga rata-rata tanah senilai Rp17.500 per meter kubiknya dikali total tanah yang dikeruk 2.980.092 meter kubik, berdasarkan audit akuntan publik mencapai Rp52.151.617.822. (ROBERTS)





Sebarkan:
Komentar

Berita Terkini