Pagi Pak Bobby, Ada Apa dengan Ikan Basah Kita?

Sebarkan:



Foto ilustrasi ikan basah (MOL/Ist)



Catatan: Robert Siregar,

(Wartawan Metro Online)


Marjogal


Minggu (19/3/2023) menjelang siang, dengan bangganya bidadari kecilku mengantarkan bontot untuk makan siang bapaknya. Setelah berbasa-basi beberapa menit dia pun memberikan kecupan di kedua pipiku.


"Sudah ya Pak? Jangan lupa nasinya dimakan. Aku mau jalan-jalan sama kakak," kata si Boreg (Boru Siregar) kemudian melambaikan jemari tangan yang mungil. Lupa pula penulis ke mana mereka mau 'jelong-jelong'.


Hampir pukul 12.00 WIB, lambung mulai tidak mau diajak kompromi. Bontot dibungkus dengan kertas itu pun kutaruh di atas piring kaca. Dua potong ikan merah sambal 'made in orang rumah' tampak menantang nafsu makanku. 


Seperti biasa, diawali dengan ucapan syukur dan terima kasih kepada Sang Maha Baik karena masih diberikanNya kesehatan, makanan, berkat dan seterusnya.


Jemari kanan pun mulai mengobok-obok nasi, sayur, kuah dan sambal merah itu. Dalam hitungan detik spontan aku terkesima ketika mencubit daging ikan merah itu. Persis macam mencubit daging ayam yang berusia 5 tahun ke atas. Istilah Batak Tobanya: marjogal.


"Bah! Cammananya ikan ini? Keras kali fuang. Jangan-jangan dikarenakan zat pengawet? Apa beda yang dimakan ikan di laut era 1980-an dengan sekarang? Kalau doeloe (semasa SMP) gak kek gini keras daging ikannya," demikian aku bicara sendiri dalam hati dengan logat khas anak Medannya.


Semangat untuk makan pun berangsur hambar. Segudang pertanyaan terus berkecamuk di benak silih berganti. Jangan-jangan ini salah satu pemantik kasus penyakit kanker di Kota Medan? Entahlah.


Malas untuk bikin telur dadar atau beli nasi ke warung. Setelah beberapa suap, makanan itu pun (maaf), kukasih ke salah satu anjing peliharaan.


Disiasati


Seingat penulis, ada 4 daerah pemasok ikan basah ke ibukota Provinsi Sumatera Utara ini. Belawan, Aceh, Sibolga dan Tanjungbalai sekitarnya.


Bukan bermaksud menjustifikasi seolah ikan basah di pasar acap dengan permainan 'nakal' oknum pedagang dan seterusnya. Poinnya adalah, instansi terkait khususnya jajaran Pemko Medan di bawah kepemimpinan pak Bobby Nasution sudah saatnya hadir dan turun ke pasar-pasar ikan.


Bersama seluruh stakeholder mengumpul data masuknya ikan basah ke pasar-pasar tradisional kota kita tercinta ini. Kok bisa marjogal gitu ikan basahnya setelah digoreng?


Bila memang biang masalahnya di tingkat pedagang yang takut merugi karena ikannya tidak laku kemudian misalnya nekat mengambil jalan pintas dengan menggunakan bahan kimia sebagai pengawet agar tahan sampai beberapa hari, idealnya perlu disiasati. 


Katakanlah pedagang juga perlu menafkahi keluarga dan menyekolahkan anak-anaknya. Tapi jangan pula kita lupa. Sebaliknya, warga masyarakat (konsumen) juga tentunya gak rela bila ikan basah yang dibawa pulang ke rumahnya itu mengandung zat yang tidak baik bagi kesehatan keluarganya.


Solusi


Dengan keterbatasan pengalaman dan wawasan, izinkan penulis menawarkan masukan buat amang hela kami, Bobby Nasution. Bawa tim terkait berikut peralatan untuk melakukan pengumpulan data ke pasar-pasar ikan. Benarkah ada penggunaan bahan kimia yang dilarang oleh UU Kesehatan?


Bila memang itu permasalahannya, solusi pertama, pak walikota sebaiknya merangkul para akademisi dan ahli terkait. Bagaimana caranya bisa menemukan formula yang ramah tanpa sentuhan bahan kimia sehingga ikan basah tidak rusak (busuk) beberapa hari.


Bila hal itu bisa dilakukan, bukan tidak mungkin Kota Medan jadi percontohan buat kabupaten / kota lainnya di Tanah Air. Formulanya kemudian didaftarkanlah pula di Kemenkumham sebagai produk Hak Cipta Kekayaan Intelektual (HAKI).


Solusi kedua barangkali, mengaktifkan duta-duta dari unsur Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM), koperasi dan seterusnya sebagai pengepul ikan basah yang dinilai sudah rusak dengan harga yang bisa dinegosiasikan dengan para pedagang ikan basah.


Ikan rusak itu setelah difermentasi toh bisa dijadikan sebagai bahan pakan ikan ternak. Atau keperluan bahan lainnya yang bisa disearching di Google.


Penutup


Pembangunan, perbaikan sarana dan pelayanan publik cepat dan mudah memang penting dan itu sudah dan terus dilakukan walikota kita, Bobby Nasution.


Teruslah berbuat yang terbaik bagi warga kota yang dikenal dengan keheterogenannya ini, amang hela.


Jejak digital seseorang pemimpin tidak akan bohong. Emas dibuang ke mana pun, akan selalu menjadi emas. Sebaliknya, imitasi walau disepuh bagaimanapun, akan tetap imitasi.


Medan Rumah Besar Kita. Medan Kota Kita. Kalau bukan kita yang peduli, siapa lagi? Semoga sehat selalu, semangat, bijak, sukses karirnya. Salam juga buat boru kami, Kahiyang Ayu Siregar. Horas. Horas. (**)








































Sebarkan:
Komentar

Berita Terkini