Ahli Pidana Prof Dr Maidin Gultom: Perkara Dugaan Korupsi di PT PSU Madina Kriminalisasi

Sebarkan:

 



Dua ahli saat didengarkan pendapatnya. (MOL/Ist)



MEDAN | Ahli hukum pidana dari Universitas Katolik (Unika) Santo Thomas Medan Prof Dr Maidin Gultom SH MHum berpendapat bahwa perkara dugaan korupsi  di PT Perkebunan Sumatera Utara (PSU) terkait pengembangqn kebun di Kabupaten Mandailing Natal (Madina) dengan terdakwa Darwin Sembiring adalah kasus error in persona dan  kriminalisasi.


Pendapat itu diungkapkannya menjawab pertanyaan tim penasihat hukum (PH) terdakwa dimotori Dr OK Isnainul SH MH didampingi M Sa'i Rangkuti SH MH, Datuk Zulfikar SH dan Rizky Fatimantara Pulungan SH dalam sidang lanjutan, Kamis petang (30/6/2022) di Cakra 2 Pengadilan Tipikor Medan.


Menurutnya, apabila seluruh Standar Operasional dan Prosedur (SOP) telah dilaksanakan sesuai dengan job descriptionnya yang melekat pada masing masing jabatannya, maka hal itu sudah dilakukan dengan benar.


"Gak bisa. Itu namanya error in persona dan kalau dipaksakan itu namanya kriminalisasi," tegas Maidin Gultom di hadapan majelis hakim diketuai Sulhanuddin.


Lanjutnya, suatu tindak pidana korupsi yang didakwakan kepada seseorang sifatnya harus pasti, nyata dan terukur. "Tidak dikenal istilah berpotensi merugikan keuangan negara dalam kasus pidana korupsi," tegasnya.


Sedangkan terkait pertanyaan JPU bila dalam kasus PT PSU yang menyebutkan ada ganti rugi, penerimanya juga jelas, apakah bisa dikategorikan berpotensi melawan hukum, Maidin Gultom menimpali, dalam kasus tersebut tidak ada masalah tidak ada pidana dan tidak bisa disebutkan berpotensi melawan hukum.


Maidin Gultom menyebutkan dalam pertanggungjawaban perbuatan tindak pidana korupsi harus dibedakan antara perbuatan pidana, administrasi maupun perdata.


"Jadi intinya siapa yang berbuat dialah yang harus bertanggungjawab dan pertanggungjawaban tidak bisa hanya ditujukan soal pidana saja. Bisa administrasi, bisa juga perdata," ungkap Maidin.


Pendapat Senada


Pendapat senada juga sejalan dengan apanyang disampaikan ahli administrasi dari UISU Dr Dani Sintara yang dihadirkan berbarengan. Sesuai Undang undang Administrasi Negara, lanjutnya, sebuah pendelegasian atas satu kebijakan,bila ditemukan adanya perbuatan melawan hukum, maka pihak yang harus dimintai pertanggungjawaban adalah penerima delegasi.


"Jadi soal pendelegasian antara atasan ke bawahan sudah secara jelas diatur dalam Undang Undang siapa yang menerima delegasi dia yang bertanggungjawab. Ini mutlak," tegas Dani Sintara.


Sedangkan terkait izin lokasi, baik di lahan kebun Simpang Koje maupun Kampung Baru pada tahun 2006 seluas 6.000 hektar bila tidak dilaksanakan maka si penerima izin harus diberikan sanksi oleh pemberi izin.


Sementara soal penentuan kerugian negara,menurut Maidin Gultom siapapun berhak melakukan audit terhadap satu dugaan tindak korupsi.Namun yang berhak menentukan adanya kerugian negara adalah lembaga resmi pemerintah yakni Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).


"Siapa saja boleh melakukan audit,politeknik atau siapa saja namun yang berhak menentukan adanya kerugian negara dalam kasus ini adalah BPK,auditor tidak bisa berdiri sendiri" timpalnya sembari kembali menegaskan bahwa pihak yang berhak mendiklir telah terjadi kerugian negara adalah BPK. Kalau ada BPK kenapa pake yang lain.


2 Saksi


Sementara sebelumnya 2 saksi meringankan yakni Marsudi (juru tanam dan identifikasi) dan Roni dari PT.PSU juga didengar keterangannya menyebutkan bahwa mereka hanya bertugas melakukan penghitungan terhadap tanaman di lahan baik Simpang Koje maupun Bandar Baru.


"Kami menghitung tanaman diatas lahan yang digantirugi. Ada pohon karet, pinang, sawo dan jengkol," ucap Marsudi dan diiyakan saksi Roni.


Mereka melihat langsung adanya pembayaran ganti rugi kepada masyarakat yang dihadiri oleh Camat,Kepala Desa, pejabat PSU dari Medan dan warga penerima ganti rugi.


"Kami lihat masyarakat secara bergantian mengambil uang di bagian kasir," kata Marsudi.


Sedangkan terkait pertanyaan hakim, apa yang menjadi dasar acuan bagi saksi untuk melakukan penanaman, baik Marsudi maupun Roni menjawab kalau mereka hanyalah juru tanam. Sedangkan mengenai ukuran dan batasan lahan sudah ada tupoksi masing-masing dari kepanitiaan. (ROBS/Stl)




Sebarkan:
Komentar

Berita Terkini