Saksi Dokter Spesialis Kejiwaan: Terdakwa Johan Pernah Dirawat di RSJ Mahoni

Sebarkan:

 



MEDAN | Terdakwa Johan, 36, warga Jalan Pertempuran, Kelurahan Pulo Brayan Kota, Kecamatan Medan Barat, Kota Medan pernah dirawat di Rumah Sakit Jiwa (RSJ) Mahoni Medan.


Hal itu diungkapkan Elmeida Effendy MKed (KJ) SpKJ (K), Kamis (25/11/2021) saat didengarkan keterangannya selaku saksi fakta yang dihadirkan JPU dari Kejati Sumut Nelson Victor di Cakra 8 PN Medan.


Saksi yang bertugas di rumah sakit jiwa tersebut menegaskan kalau Johan yang didakwa melakukan tindak pidana perjudian tersebut sempat dirawat karena mengalami gangguan mental pada 1 oktober 2015 lalu.


"Memang dia (Johan) pernah datang berobat. Waktu itu Saya sarankan untuk rawat inap selama lima hari, tapi setelah dirawat satu malam dia langsung pulang," sebut Elmeida.


Ketika ditanya JPU tentang proses perawatan terdakwa, saksi menjelaskan bahwa saat itu dirinya memberikan beberapa jenis obat yang fungsinya membantu terdakwa mengontrol emosinya. 


"Sewaktu dirawat dia diberi obat untuk meredakan kecemasan dan membantu mengontrol emosinya," imbuhnya. Hakim ketua Hendra Sotardodo pun melanjutlan persidangan pekan depan.


Keluarkan Diagnosa


Di bagian lain spesialis kejiwaan tersebut menambahkan, dirinya saat itu mengeluarkan surat yang menyatakan bahwa terdakwa didiagnosa mengidap penyakit gangguan mental. 


"Iya benar. Saya ada mengeluarkan surat itu," ucap saksi Elmeida.


Sementara usai persidangan, tim penasihat hukum (PH) terdakwa dimotori Suwandi didampingi Jonen Naibaho, Andus H Lingga dan Rudolf Naibaho mengatakan bahwa sebenarnya terdakwa telah dinyatakan mengalami gangguan jiwa. 


"Dokter barusan juga mengakui pernah mengeluarkan surat yang menyatakan bahwa klien kami pernah berobat dengan penyakit gangguan mental. Makanya tadi di sidang kita menjelaskan surat yang dikeluarkan dokter tersebut," urai Suwandi.


Bahkan, imbuhnya, penyidik pada Polda Sumut juga pernah membawa terdakwa ke RS Bhayangkara Medan. 


"Lalu RS Bhayangkara Medan mengeluarkan visum yang menyatakan bahwa terdakwa ini memang mengalami gangguan mental. Dan dalam kesimpulan visum yang diterbitkan RS Bhayangkara Medan itu menyatakan terdakwa tersebut harus berobat teratur ke rumah sakit jiwa," terangnya.


Jonen Naibaho menambahkan, dengan adanya visum tersebut, mereka selaku PH terdakwa juga telah beberapa kali melayangkan surat permohonan penangguhan, baik ke Polda, kejaksaan maupun ke pengadilan, namun belum dikabulkan. 


"Dengan perkataan lain, berdasarkan Pasal 44 hukum acara pidana (KUHAPidana), klien kami tidak bisa dikenakan pertanggungjawaban pidana. Termasuk tidak boleh ditahan. Faktanya ada visum yang dikeluarkan RS Bhayangkara Medan. 


Namun sayangnya tidak dimasukkan penyidik di berkas. Maka kami akan memasukkan berkas tersebut ke pembuktian kami di persidangan sebagai alat bukti," ujarnya.


Janggal


Tim PH kuga menemukan indikasi kejanggalan dalam proses hukum yang menimpa Johan. Sebab pada  tanggal 2 Juli 2021 lalu, kasusnya dinyatakan JPU belum lengkap alias P-19 dengan petunjuknya agar penyidik kepolisian mengklarifikasi pemeriksaan terhadap dua surat keterangan bahwa terdakwa mengalami gangguan jiwa.


"Namun, pada saat P19 dari Kejaksaan, penyidik belum membawa klien kami ke rumah sakit pemerintah untuk diperiksa kejiwaannya.


Nah anehnya saat klien kita berkasnya telah di-P21 (berkas dinyatakan telah lengkap) baru penyidik membawa klien kita ke RS Bhayangkara untuk memeriksa kejiwaannya. Ini kan ini sangat janggal," pungkasnya. (ROBS/Rel)







Sebarkan:
Komentar

Berita Terkini