Yong Gwek Jan Pastikan Akte Nomor 8 Tahun 2008 'Akal-akalan' Terdakwa Karena Dia dan 2 Adiknya Sedang di Singapura

Sebarkan:

  


Tim JPU dari Kejari Medan saat memperlihatkan lembaran Akte Nomor 8 tertanggal 21 Juli 2008 yang dinilai saksi Yong Gwek Jan sebagai 'akal-akalan terdakwa David. (MOL/ROBS)



MEDAN | Yong Gwek Jan, salah seorang dari 9 bersaudara dari ayah (almarhum) Jong Tjin Boen dengan ibu (juga almarhumah) Lim Lian Kau menegaskan kalau Akta Nomor 8 tanggal 21 April 2008 yang diperbuat terdakwa David Putra Negoro alias Lim Kwek Liong seolah di hadapan notaris adalah 'akal-akalan'.


Hal itu ditegaskannya sebagai saksi menjawab pertanyaan tim JPU dari Kejari Medan Riachad Sihombing dan Chandra Naibaho dalam sidang lanjutan, Jumat (17/9/2021) di Cakra 6 PN Medan.


Sebab pada tanggal 21 Juli 2008, saksi bersama kedua adiknya Jong Nam Liong dan Mimiyanti sedang berada di Singapura. 


"Waktu itu (almarhum) bapak kami Jong Tjin Boen sedang dirawat di Rumah Sakit Mount Elizabeth Singapura. Namanya bapak lagi sakit, kami juga beberapa hari di sana untuk menjaga bapak. Penyakitnya waktu itu komplikasi?" timpalnya.


Saksi sebanyak dua kali mengatakan tidak benar sembari menggelengkan kepada JPU Chandra Naibaho. Menurutnya tidak benar dia dan kedua adik kandungnya berada di Medan ikut menandatangani Akta Nomor 8 tertanggal 21 April Tahun 2008 tersebut di hadapan oknum notaris Fujiyanto Ngariawan SH (dilakukan penuntutan secara terpisah).


"Kurang lebih 10 hari setelah bapak meninggal dia (terdakwa David) menyodorkan kertas selembar bagian atasnya kosong. Tidak ada tulisan atau ketikan di atasnya. 


Cuma ada nama sama tanda tangan adik Saya bernama Mimianti?" urainya menjawab pertanyaan ketua tim JPU Riachad Sihombing ketika memperlihatkan lembaran terakhir Akta Nomor 8 tertanggal 21 April 2008.


Wanita 80 tahun itu kemudian membenarkan sejumlah dokumen berupa paspor dirinya dan kedua adiknya serta Surat Keterangan Kematian bapaknya ketika diperlihatkan JPU di hadapan majelis hakim diketuai Dominggus Silaban.


Sepengetahuannya, permintaan tanda tangan berikut cap jempol tanda tangan dirinya dan dan kedua adiknya yakni Jong Nam Liong dan Mimiyanti hanya untuk pembagian dividen (keuntungan) perusahaan.


"Dia (terdakwa) suruh tanda tangan lo. Katanya mau bagi uang bapak. Uang satu minggu kemudian baru ditransfer melalui rekening David," katanya. 



Terdakwa David (kiri membelakangi kamera) mengikuti persidangan di PN Medan. (MOL/ROBS)



Belakangan diketahui kalau Akta No 8 tersebut berisikan seolah mereka bersaudara selaku ahli waris seolah telah sepakat kalau aset bergerak dan tidak bergerak dari almarhum bapak mereka seolah dipercayakan kepada terdakwa David.  


Konstruksi Hukum


Usai persidangan, Longser Sihombing SH MH selaku kuasa hukum korban mengatakan bahwa pada dasarnya konstruksi hukum yang dialami kliennya sangat sederhana. 


"Jadi mengenai Akte Nomor 8 tertanggal 21 juli 2008 itu tidak memenuhi kebenaran syarat formil dan tidak memenuhi kebenaran syarat materil," tegasnya.


Terdakwa serta istri kedua almarhum Jong Tjin Boen yang nama-namanya tercatat dalam Akta Nomor 8 itu sedang berada di Singapura mendampingi almarhum sedang sakit. 


"Tapi pada 21 juli 2008 koq ada akta oleh oknum notaris yang berkantor di Jalan Sei Kera Medan tentang kesepakatan perjanjian bersama," timpalnya seolah menginginkan jawabannya dari awak media. 


Di bagian lain Longser Sihombing  menegaskan bahwa untuk pengujian apakah proses Akta Nomor 8 itu sudah sesuai mekanisme atau Standar Operasi dan Prosedur (SOP), telah diperiksa penyidik Ahli Kenotariatan DR HS, SH MKn dan Prof EW.


Fakta hukum terungkap di persidangan sesuai keterangan para saksi, pada kenyataannya para saksi diminta terdakwa menandatangani dan membubuhi sidik jari pada selembar kertas kosong yang disodorkan terdakwa. Kurang lebih 10 hari setelah bapak mereka meninggal (5 September  2008-red).



Surati KY


Pihaknya juga telah menyurati Komisi Yudisial (KY) untuk memantau seluruh proses persidangan perkara tersebut agar berjalan sebagaimana seharusnya. 


"Kita tidak menuding macam-macam, kita hanya meminta KY untuk memantau seluruh proses persidangan perkara ini. Kita menghormati lembaga peradilan sebagai benteng terakhir para pencari keadilan," pungkasnya.


Diketahui dalam kasus ini, perbuatan terdakwa sebagaimana dalam dakwaan diatur dan diancam pidana dalam Pasal 266 ayat (1) jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana dan atau pasal 362 KUHPidana dan atau Pasal 372 KUHPidana. (ROBS)






Sebarkan:
Komentar

Berita Terkini