Korupsi Pengadaan 6 Videotron, Saksi: Saya Disuruh Kabid Disperindag Kota Medan Carikan Perusahaan Bakal Pemenang Tender

Sebarkan:



Para saksi saat dimintai keterangannya di Cakra 8 Pengadilan Tipikor Medan. (MOL/ROBS)



MEDAN | Tiga staf dari Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Kota Medan dan seorang dari kalangan swasta, Jumat petang (10/9/2021) dihadirkan tim JPU dari Kejari Medan dimotori Nur Ainun Siregar terkait perkara korupsi Rp1,3 miliar proyek pengadaan 6 unit papan data elektronik alias video elektronik (videotron).


Dua orang dijadikan sebagai terdakwa dalam pengadaan papan informasi kebutuhan bahan pokok secara elektronik tersebut yakni Djohan selaku Direktur CV Putra Mega Mas. Hanya saja, terdakwa Ellius selaku Wakil Direktur CV Tanjung Asli (berkas penuntutan terpisah) yang mengerjakan pengadaan videotron disidangkan secara in absentia.


Majelis hakim diketuai Immanuel Tarigan dan Eliwarti langsung mencecar para saksi termasuk dari kalangan swasta, Fanrizal Darus di Cakra 8 Pengadilan Tipikor Medan.


Saksi mengaku pernah melakukan pertemuan dengan mantan Kabid Perencanaan Disperindag Kota Medan Irvan Syarif Siregar dan seseorang bernama Nanang Nasution di Hotel Madani Medan.


"Saudara pernah bertemu dengan (mantan) kabid itu di tahun 2012. Artinya setahun sebelum anggaran itu disetujui masuk ke Disperindag Kota Medan. Apa saja yang kalian bicarakan waktu itu?" cecar Immanuel.


Fanrizal Darus pun menimpali bahwa saat itu dia disuruh mencarikan perusahaan yang punya modal untuk ikut proses tender pengadaan videotron di tahun 2013.


"Saya pun mencarikan 3 perusahaan. Pertemuan selanjutnya, direncanakan CV Tanjung Asli keluar sebagai pemenang tendernya. Sedangkan 2 perusahaan lain sengaja disewa untuk pendamping CV Tanjung Asli untuk ikut tender nantinya," Fanrizal.


Di bagian lain saksi mengaku berharap akan mendapatkan 'komisi' dari mencari 3 perusahaan, terutama dari terdakwa Ellius setelah pekerjaan pengadaan videotron selesai. Namun impian mendapatkan komisi tersebut hingga dia dihadirkan sebagai di persidangan, tidak terealisasi.


"Ya iyalah. Orang pekerjaan videotronnya bermasalah. Makanya Ellius (disidangkan secara in absentia-red) dan Djohan dijadikan sebagai terdakwa dalam perkara ini. Pengguna Anggarannya (mantan Kadisperindag Kota Medan Syarizal Arief) juga kita nggak tahu jadi disidik atau nggak," timpal Immanuel.



Terdakwa Djohan mengikuti persidangan secara video teleconference (vicon). (MOL/ROBS)




Dalam kesempatan tersebut, hakim ketua lainnya, Eliwarti menanyakan soal apa perlunya mencarikan rekanan (perusahaan) yang punya cukup modal untuk mengikuti tender pengadaan 6 unit papan videotron sebab sudah ada anggarannya.


"Karena perusahaan harus lebih dulu belanja barangnya Yang Mulia. Setelah terpasang baru diajukan pembayaran hasil pekerjaan," urai Fanrizal.


Tegur dan Nasihati


Saksi lainnya, Sri Winarti ketika itu sebagai Kasubag Penyusunan Program sempat ditegur hakim ketua Immanuel karena di awal pemeriksaan mengaku tidak ingat.

 

"Kalau kalian tidak ingat, bagaimana lagi kami mendapatkan kebenarannya (peristiwa tindak pidana korupsi sebagaimana didakwakan JPU-red)?" tegur Immanuel yang juga Humas PN Medan tersebut.


Sri Winarti pun diminta keluar ruangan sidang sebentar untuk membaca kembali BAP-nya ketika diperiksa penyidik dari Kejari Medan. 


Setelah kembali lagi ke ruang sidang saksi kemudian menerangkan bahwa nilai pekerjaan TA 2013 sebesar Rp3,1 miliar. Harga 6 unit papan videotron Rp2,6 miliar.  Sedangkan harga 4 unit komputer berikut pengadaan servernya senilai Rp139.500.000.


Di penghujung sidang hakim anggota Rurita Ningrum menasihati para saksi bertepatan sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN), khususnya Tengku Adnan Hadi saat itu sebagai pegawai di Bidang Penerima/Penyimpan Barang Disperindag Kota Medan.


"Jangan mau begitu saja disuruh pimpinan asal teken-teken sementara barang fisiknya belum saudara terima. Seperti kata pak hakim ketua tadi, akibatnya cuma 3 unit papan videotron yang terpasang tapi kemudian dicairkan seolah pekerjaan sudah 100 persen. Uang negara yang dirugikan," pungkas Rurita. (ROBERTS)




Sebarkan:
Komentar

Berita Terkini