Suap 'Ketuk Palu' Macam Kredit Kulkas, Saksi Hamami: Ditelepon Ada Rezeki, Siapa yang Mau Nolak Rezeki?

Sebarkan:



Mantan Ketua DPRD Sumut Saleh Bangun (kedua dari kanan) dan mantan anggota DPRD Sumut periode 2009-2014 Hamami Sul Bahsyan (kanan) saat memberikan keterangan sebagai saksi. (MOL/ROBERTS)


MEDAN | Perkara korupsi beraroma suap untuk 'ketuk palu' memuluskan APBD, Perubahan (P-APBD) dan Laporan Keterangan Pertanggungjawaban (LKPj)  Gatot Pujo Nugroho selaku Gubsu dengan 14 terdakwa mantan anggota DPRD Sumut, Senin (25/1/2021) di Cakra 2 Pengadilan Tipikor pada PN Medan berlangsung lebih 'fresh' dibanding hari-hari sebelumnya.


Keterangan mantan Ketua DPRD Sumut periode 2009-2014 Saleh Bangun dan mantan anggota DPRD Sumut dari Fraksi Hanura, Hamami Sul Bahsyan (periode yang sama-red) dihadirkan tim JPU dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) secara offline sebagai saksi, sempat membuat Immanuel Tarigan, salah seorang ketua majelis hakim tertawa kecil.


"Saya nggak ingat persis apakah termasuk ke-14 terdakwa. Waktu itu banyak anggota yang komplain karena penerimaan uang 'ketuk palu' diterima secara bertahap. Macam bayar cicilan kulkas aja pun," urai Saleh Bangun menirukan ucapan anggota dewan Chaidir Ritonga saat menjawab pertanyaan ketua tim JPU pada KPK Hendra Eka Sahputra.


Menyikapi komplain para anggota dewan, saksi sebagai Ketua DPRD Sumut kemudian mengarahkan mereka untuk menanyakan lagsung hal itu kepada Pemprov Sumut.


Ketika dicecar JPU tentang pendekatan (lobi) DPRD Sumut dengan orang pertama di Pemprovsu dalam perkara aquo melalui mantan Sekwan Randiman Tarigan tentang uang 'ketuk palu',  menurut Saleh Bangun, diserahkan sepenuhnya kepada unsur pimpinan dewan seperti Kamaluddin Harahap (Fraksi PAN), Sigit Pramono (Fraksi PKS), Chaidir Ritonga (Fraksi Golkar) dan M Affan (Fraksi PDIP) dikarenakan mereka bukan lagi 'wajah baru' sebagai legislator.


Fakta persidangan terungkap lainnya, ada rapat 'kamar kecil' unsur pimpinan DPRD Sumut di sesi skorsing Rapat Paripurna karena sempat deadlock guna membahas uang 'ketuk palu' APBD, P-APBD maupun LKPj Gatot sebagai Gubsu. 


Menjawab pertanyaan hakim ketua Immanuel Tarigan, mantan orang pertama di DPRD Sumut tersebut mengatakan, sudah mengembalikan uang 'ketuk palu' sebesar Rp2,7 miliar kepada penyidik/penuntut KPK. Saksi juga sempat dijadikan terdakwa dan telah divonis bersalah di Pengadilan Tipikor Jakarta.


Sementara menanggapi pertanyaan salah seorang terdakwa, Rahmad P Hasibuan, menurut Saleh Bangun, semestinya ke-14 terdakwa tidak layak dimintai pertanggungjawaban hukum, melainkan untuk unsur pimpinan dewan saja. Namun penyidik / penuntut KPK berpendapat lain.


Rp1,5 M dan Rp2 M


Bedanya, saksi mantan anggota DPRD Sumut Hamami Sul Bahsyan di awal pemeriksaan KPK sudah mengembalikan uang yang sempat diterima Rp800 juta. Belakangan menurut penyidik KPK untuk uang 'ketuk palu'.


Ke-14 terdakwa mengikuti persidangan secara daring di Pengadilan Tipikor pada PN Medan. (MOL/ROBERTS)


"Ini ada rezeki. Siapa yang nggak mau rezeki Yang Mulia?" timpal saksi menjawab pertanyaan penuntut umum pada KPK.


Saksi yang hanya 1 periode tersebut mengaku sempat terkejut menerima telepon rekannya dari Fraksi Golkar, Chaidir Ritonga. Saksi dipercayakan untuk membagi-bagikan uang kepada sesama anggota dewan Rp1,5 miliar dan Rp2 miliar pada APBD dan P-APBD Pemprov Sumut TA 2014.


"Saya juga terkejut waktu itu Yang Mulia. Saya cuma tamatan SMA sementara yang lain tamatan sarjana. Sudahlah, abang bisa mengendalikan rekan-rekan lain," katanya menirukan ucapan Chaidir Ritonga dalam percakapan telepon. Uang tersebut ada yang dibagikan langsung dan ada juga melalui perantara orang lain.


Sementara menurut keterangan saksi Ahmad Fuad Lubis yang dihadirkan secara daring alias online, dirinya sebagai Pengganti Antar Waktu (PAW) Baharuddin Siagian 2014-2016.


Saksi pernah dibawa rekannya sesama anggota dewan, Nurdin Lubis menghadap Gubsu Lantai 10 Kantor Gubsu membahas 'tunggakan' di DPRD Sumut. Saksi juga sempat ke ruangan Sekda Provsu di Lantai 9  untuk percepatan penyelesaian 'tunggakan'.


Solusinya, saksi diarahkan berkoordinasi ke sejumlah SKPD atau Kadis. Ahmad Fuad Lubis mengaku  ada menerima uang dari 40 SKPD untuk menutupi 'tunggakan'. Uang tersebut kemudian diserahkan kepada Sekwan Randiman bersama anggota DPRD Sumut dari Fraksi PKS, Zulkarnaen alias Zul Jenggot. Setelah itu, saksi tidak tahu bagaimana pendistribusian uangnya.


Sementara ketua tim penasihat hukum (PH) atas nama 12 terdakwa usai persidangan menyebutkan, sesuai fakta persidangan para anggota dewan mendapat informasi ada rezeki yang mau dibagi. Tidak ada kaitannya dengan uang 'ketuk palu'.


Dakwaan Berlapis


Ke-14 terdakwa mantan anggota DPRD Sumut periode 2009-2014 dan 2014-20019, yakni Rahmad Pardamean Hasibuan (1 berkas). Nurhasanah, Jamaluddin Hasibuan dan terdakwa Ahmad Hosen Hutagalung (juga 1 berkas).


Serta satu berkas lainnya atas nama terdakwa Sudirman Halawa, Ramli dan Irwansyah Damanik. Megalia Agustina, Ida Budi Ningsih, Syamsul Hilal dan terdakwa Mulyani (juga 1 berkas) masing-masing dijerat dengan dakwaan berlapis.


Yakni pertama, Pasal 12 huruf a jo Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 telah diubah Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana jo Pasal 64 ayat (1) KUHPidana. Kedua, Pasal 12 huruf b jo Pasal 18 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana jo. Pasal 64 ayat (1) KUHPidana. Ketiga, Pasal 11 jo Pasal 18 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana jo Pasal 64 ayat (1) KUHPidana. (RobS)






Sebarkan:
Komentar

Berita Terkini