Deliserdang Zona Merah Kekerasan Anak, Bupati Disental Arist Merdeka Sirait

Sebarkan:


DELISERDANG |
Maraknya kasus kejahatan seksual yang di alami oleh sejumlah anak anak perempuan di Kabupaten Deliserdang dalam beberapa bulan terakhir ini telah menimbulkan keresahan dimasyarakat .Hal ini juga menimbulkan reaksi keras dari komunitas Lembaga Perlindungan Anak Kabupaten Deliserdang yang berada di bawah naungan Komnas Perlindungan Anak.

Pemerintah Daerah Kabupaten Deliserdang dianggap telah gagal melindungi anak dari kejahatan seksual, bahkan terkesan tak peduli atas sejumlah kejadian yang terjadi selama ini.

Ketidakpedulian Pemerintah Daerah Deliserdang terhadap meningkatnya jumlah kasus kejahatan seksual pada anak di daerahnya sangat membuat  Arist Merdeka Sirait Ketua Umum Komnas Perlindungan Anak geram.

Dalam siaran persnya Arist Merdeka Sirait  mengatakan ,kalau Bupati Deliserdang  tak peduli dengan anak anak . Bahkan terkesan membiarkan korban-korban tidak berdaya secara hukum dan sosial. 

"Anak-anak korban dan keluarganya dibiarkan menanggung beban  sendiri. Bahkan para korban seringkali dipersalahkan bahkan diusir dari desanya karena dianggap membawa sial dan aib namun pemerintahan desa dan kecamatan membiarkan begitu saja," ucap Arist Merdeka, Sabtu (30/01/2021).

Disebutkan Arist , salah satu contoh kasus  pencabulan yang terjadi  di Kecamatan Galang dilakukan 7 orang  pria dewasa terhadap seorang siswi SMP usia 13 tahun  hingga korban melahirkan seorang bayi perempuan yang berusia 1 bulan, sama sekali tidak mengundang respon apapun dari  Pemerintah Kabupaten Deliserdang . Korban dibiarkan menanggung beban sendiri dengan bayinya atas kejahatan yang dialaminya.

" Tidak ada kepedulian, bahkan lebih mirisnya lagi, korban dan keluarganya atas sepengetahuan kepala dusun demi nama baik dusunnya diusir untuk meninggalkan desanya karena dianggap mencemarkan kampung dan bahkan meminta korban untuk memilih salah satu dari  delapan pria yang mencabulinya untuk dinikahkan.Ini sangat sadis," ujar Arist dengan nada kesal.

Selain itu ,seorang anak usia 13 tahun di Kecamatan Tanjung Morawa dipaksa oleh ayah dan abang kandungnya untuk melayani nafsu bejatnya secara berulang selama kurun waktu dua tahun dan  faktanya  pemerintah  juga tidak hadir dalam masalah ini.

Demikian juga seorang anak  dirudapaksa oleh ayahya kandungnya di Kecamatan Pantai Labu, semenjak korban usia 8 tahun dan saat ini berusia 16 tahun juga tidak mendapat perhatian dan dibiarkan menanggung beban psikologisnya.

Kasus kejahatan seksual lainnya terjadi di Kecamatan Batangkuis, 8 orang pelajar dilecehkan oleh salah seorang pendeta dalam bentuk sodomi dan seorang pelajar SMK di gagahi secara bergantian oleh kakak kelasnya.Kemudian baru beberapa hari yang lalu seorang ayah tiri tega merudapkasa anaknya yang berusia 13 tahun di Kecamatan STM Hilir.

Arist mengatakan kalau saat ini Deliserdang sudah tidak layak disebut Kabupaten layak anak karena Pemerintah Deliserdang tak mempunyai konsep tentang mekanisme untuk melindungi anak, seringkali Pemerintah daerah lepas dan cuci tangan atas maraknya kasus-kasus kejahatan terhadap Anak.

Kabupaten Layak Anak  yang sebelumnya pernah di sandang hanya jargon dan prestis politik memalukan saja. Cluster-cluster hak anak anak yang harus dipenuhi sebagai prasyarat Kabupaten Layak Anak  hingga saat ini belum dijalankan dengan semestinya,katanya.

"Aksi untuk menjaga dan melindungi anak dengan melibatkan peran masyarakat hanya omong dimulut saja. Untuk  itu perlu dipertimbang status Deliserdang sebagai Kabupaten Layak Anak  itu dicabut saja.Tidak ada gunanya itu  hanya memalukan saja," sebut Arist.

Kejahatan  terhadap anak terus  meningkat  dan membiarkan Kepolisian bekerja sendiri,data menunjukkan sepanjang tahun 2019-2020 Jumlah kasus Kejahatan seksual terhadap anak di Deliserdang  mencapai 389 kasus, 62,56 % di dominasi  kasus kekerasan seksual atau setara dengan 196 kasus kejahatan seksual. Angka ini angka terbesar kedua setelah kota Medan.

Bentuk dan jumlah kekerasan seksual di Deliserdang  yang dilaporkan,  kejahatan seksual dalam bentuk sodomi 47 kasus dengan jumlah korban lebih dari  250,  kejahatan seksual dalam bentuk cabul 21 kasus, hubungan seksual sedarah (incest) 38 kasus, Persetubuhan dengan kekerasan 84 kasus.

Sementara itu,  kejahatan seksual yang dilaporkan pada umumnya pelakunya adalah ayah kandung dan atau ayah sambung, kakak, paman, guru, tetangga, teman sebaya dan keluarga terdekat anak.

Sedangkan lokasi terjadinya kejahatan seksual adalah rumah, lingkungan sekolah, asrama dan tempat penitipan anak atau boarding school.

Tempat kejadian atau wilayah peristiwa yang sudah terkonfirmasi di Deliserdang  terjadi Kecamatan Lubukpakam 20 kasus, Batangkuis 15 kasus, Kecamatan Galang 15 kasus, Namorambe 10 kasus, Kecamatan Kutalimbaru 11 kasus, sementara di Kecamatan Pantai Cermin 20 kasus, Pantai Labu 15 kasus, Percut Seituan 15 dan Pancurbatu 9 kasus.

Angka atau jumlah kekerasan Seksual yang dihimpun Komnas Perlindungan dan LPA Delisedang berbeda jumlahnya dibanding  dengan angka yang terlaporkan di Polres Deliserdang.

Perbedaan angka ini dipengaruhi ada banyak kasus kejahatan seksual terhadap anak tidak dilaporkan karena dianggap aib dan sebagian kasus diselesaikan melalui pendekatan adat dan damai.

Dampak yang ditimbulkan dari kejahatan seksual  itu adalah rusaknya alat-alat reproduksi korban,  menimbulkan penyakit menular seksual, hamil dan melahirkan, kehilangan masa depan dan bahkan bunuh diri.

Yang lebih menyedikan lagi, dari 196 kasus kejahatan seksual terhadap terhadap anak yang dilaporkan,  5 diantaranya meninggal dunia,  2 anak di Namurambe, 2 anak di Batangkuis dan satu disalah satu desa di Pagar Merbau serta 1 orang anak bunuh diri karena menanggung malu di Kecamatan Sibiru-biru.

Lalu apa yang harus dilakukan masyarakat untuk memutus mata rantai kejahatan terhadap anak di Deliserdang ini, sudah tiba saatnya  membangun gerakan perlindungan anak berbasis keluarga, kampung dan desa. Masyarakat harus dilibatkan secara langsung serta memanfaatkan alat-alat kelengkapan organisasi masyarakat di Desa dan atau kelurahan. 

Sudah tiba pula saatnya memfungsikan Musolah dan Masjid di masing-masing kampung dan desa sebagai alat komunikasi dan mekanisme menyampaikan pesan-pesan moral dan keagamaan  melalui pengeras suara  yang ada di masjid guna mengumumkan dan memberitahukan kepada masyarakat. Demikian juga memanfaatkan rapat-rapat karang taruna, dan rapat desa yang berbasis dengan program pemberdayaan desa.(wan)

Sebarkan:
Komentar

Berita Terkini