Staf Khusus Kepala BIN Arief Tugiman. (Foto: int) |
JAKARTA│Badan
Intelijen Negara (BIN) mengungkapkan adanya ancaman terhadap ideologi Pancasila
dari sejumlah pihak yang sudah terpapar alias terkontaminasi paham radikalisme. Bahkan ancaman
tersebut sudah menyebar ke sejumlah tempat, seperti kampus dan masjid.
Staf Khusus Kepala BIN Arief Tugiman menyatakan ada 500
masjid di seluruh Indonesia yang terpapar paham radikalisme. 41 dari 500 masjid
itu disebut berada di kompleks kantor pemerintahan.
Menurut Tugiman, masjid terpapar radikalisme di kantor
kompleks pemerintahan itu adalah kantor kementerian, lembaga, dan BUMN. Namun,
dia tidak menyebut detail kementerian, lembaga, dan BUMN yang dimaksud.
"Berdasarkan level radikalisme dari 41 masjid
tersebut, 7 masjid kategori rendah, 17 masjid kategori sedang dan 17 masjid
kategori tinggi," ucap Tugiman dalam diskusi 'Peran Ormas-ormas Islam
dalam NKRI' di Kantor Lembaga Persahabatan Ormas Islam (LPOI), Jakarta Pusat,
Sabtu (16/11) seperti dilansir redaksi dari kumparan.
Bukan hanya di masjid kantor pemerintahan, kelompok
radikal dipandang BIN juga bergerak di kampus-kampus. Tugiman memaparkan, 39
persen mahasiswa di 15 provinsi di Indonesia tertarik paham radikal. Daerah itu
di antaranya Jawa Barat, Banten, Lampung, Sulawesi Utara, Kalimantan Tengah,
dan Riau. "Riau termasuk yang dalam 15 daerah yang dikaji," ujarnya.
Menurutnya, pemahaman itu harus diperbaiki dan dicegah
agar tidak meluas. Arief meminta agar adanya peran ormas-ormas Islam dalam
menanggulangi paham radikalisme tersebut. Sebab, kata dia, radikalisme
mengancam NKRI, dapat merusak kerukunan umat dan mengancam keamanan negara.
"Dai-dai kami mohon bisa diberdayakan untuk bisa
memberikan dakwah yang menyejukkan dan sekaligus meng-counter paham-paham
radikal yang sekarang beredar," tegasnya.
Selain itu, BIN mengingatkan bahaya perpecahan akibat ormas
Islam yang saling klaim pada kebenaran. Ia meminta agar 396.236 ribu ormas di
Indonesia menjaga keamanan bangsa.
"Yang muncul adalah kalau kemudian masing- ormas itu
menyebut dirinya paling benar, paling baik, paling hebat, paling berjasa, maka
yang akan muncul apa? Pasti perpecahan, saling gontok-gontokan," ujarnya.
"Maka sikap hidup yang harus kita lakukan adalah
hidup saling isi, saling melengkapi, hidup dalam susana kedamaian kesejukan dan
kebersamaan karena sejatinya islam adalah rahmatan lil alamin,"
sambungnya.
Sementara Dirjen Politik dan Pemerintahan Umum Kemendagri
Soedarmo mengungkapkan, 7,7 persen orang Indonesia mau bertindak radikal.
Sedangkan 0,4 persen orang pernah berbuat radikal. Menurut dia, data itu
berdasarkan hasil survei yang dilakukan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme
dan Wahid Institute pada 31 Oktober 2018. "Kita semua harus menjaga
komitmen dalam rangka persatuan dan kesatuan bangsa, serta mencegah radikalisme
menyebar," kata Soedarmo.(ko/int)